Author mau ngucapin minal aidzin faidzin njih, kepada seluruh pembaca Tafia's Tears apabila ada kata-kata dan perbuatan yang menyakiti perasaan kalian. Apabila Def dan pasukan geng Alister banyak salah sama kalian. Apabila Ririn selalu menyebalkan untuk kalian. Yuk mari saling maaf-maafan.
Selamat hari raya idul fitri, dan jangan lupa bersenang-senang 😊🙏🙏🙏
***
Tak sedetikpun senyum terlukis di bibir Gavin. Wajah cowok tampan itu seakan di gelayuti oleh awan mendung.
Di bawah terik matahari yang membakar kulit, para pemain Altoya FC terus berlatih. Meningkatkan skill dan strategi untuk menghadapi pertandingan berikutnya.
Karena porsi latihan extra tersebut, para pemain Altoya terpaksa absen belajar. Untung saja manajemen tim sudah mengurus surat izin ke sekolah masing-masing.
Jika, teman-temannya masih sempat melempar guyonan dan candaan di tengah-tengah latihan. Gavin justru bermain dengan ngotot dan serius. Bola matanya menyorot tajam seperti elang. Melampiaskan semua kekesalannya pada jaring gawang di depannya. Beberapa kali Gavin mencetak goal. Tidak ada selebrasi. Cowok itu hanya menghela napas kasar, menghapus keringat di wajah, kemudian berlari kembali mengejar bola.
Latihan siang ini selesai. Matahari sudah berada tepat di atas ubun-ubun. Para pemain Altoya FC beristirahat sambil menenggak air mineral dingin yang disediakan oleh official.
"Jam 3 sore nanti kita berangkat ke stadion sumpah pemuda. Tidak ada yang boleh telat. Pulang langsung tidur, istrahat. Siapkan stamina, kita harus menang agar bisa melaju ke perempat final." Coach Agung memberi wejangan kepada para anak didiknya. Mereka semua mengangguk.
Gavin melepas sepatu dan kaos kaki kemudian, memasukannya ke dalam tas. Cowok itu menoleh saat Rijal menyenggol-nyenggol lengannya.
"Ada yang nungguin lo tuh!"
Gavin langsung menoleh ke arah yang ditunjuk Rijal. Ia sedikit memicing, karena tidak percaya. Sosok gadis mungil berseragam sekolah itu berdiri di bawah pohon yang berada di dekat lapangan. Gadis itu mengenakan kerudung berwarna abu-abu, senada dengan rok sekolahnya.
Mendung yang menggerus hati Gavin mendadak cerah, diwarnai oleh pelangi dalam wujud Tafia. Namun, tak berlangsung lama. Setelah ia sadar bahwa sosok di ujung sana sama sekali bukan miliknya. Jadi, untuk apa dia datang, jika hanya untuk memupuk luka?
Gavin beranjak dari duduk, mencangklong tasnya kemudian melangkah keluar dari lapangan. Tanpa menoleh sedikitpun ke arah Tafia. Meninggalkan tanda tanya pada gadis yang sedari tadi mengamatinya dari bawah pohon rindang di pinggir lapangan.
Karena merasa diabaikan oleh Gavin, Tafia buru-buru berlari mengejar langkah lebar cowok tersebut.
"Gavin, tunggu!" teriak Tafia dengan napas tersengal-sengal.
KAMU SEDANG MEMBACA
TAFIA'S TEARS
Ficção AdolescenteHidup di tengah-tengah keluarga yang tidak menginginkan kehadirannya membuat Tafia merasa serba salah. Apalagi dia harus sekelas dengan saudara tiri yang kerap membully-nya. Sampai pada akhirnya tiga cowok badboy di sekolah menjadikan Tafia sebagai...