Part 19 : Hampa

14.5K 1.6K 535
                                    

500 komentar baru next

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

500 komentar baru next

***

Suasana di dalam kelas tampak begitu tenang. Semua murid sibuk mencatat materi yang ditulis bu Nani di depan papan tulis.

Namun keheningan itu tidak berlangsung lama. Semua murid di dalam kelas langsung menoleh secara serempak, ketika pintu terbuka. Menampilkan seorang cowok berwajah datar yang muncul di depan pintu.

Cowok jangkung itu melangkah dengan santainya memasuki kelas. Kedua tangannya dimasukkan ke dalam saku celana.

Semua murid di dalam kelas tahu bahwa Gavin baru saja dihukum. Terlihat dari keringat yang bercucuran di wajah, serta dua kancing teratas seragamnya yang sengaja dibuka, untuk menghilangkan rasa gerah.

"Tepuk tangan dong, buat pahlawan kita," sambut Ririn dengan wajah sinis sambil bertepuk tangan beberapa kali.

Gavin sama sekali tidak berminat menanggapi sindiran Ririn. Ia terus melangkah dengan ekspresi tenang. Untung saja bu Nani sedang keluar setelah menulis materi di papan tulis. Mungkin ke kantor, mengambil sesuatu yang tertinggal.

Sorot mata Gavin sempat mengarah ke arah Tafia. Keduanya tampak baradu tatap hingga beberapa detik. Langsung terasa debar-debar aneh saat Tafia melihat kedua sudut bibir cowok itu yang tersungging. Ia tersadar akan sesuatu. Wajah datar itu?

Selalu tersenyum setiap kali menatap dirinya.

Tafia menahan napas. Kemudian meremas topi abu-abu milik Gavin, yang ia simpan di dalam laci.

Setelah cowok itu sudah duduk di bangkunya, di sebelah Def yang sedang tertidur pulas. Tafia memberanikan diri untuk beranjak mengembalikan topi. Gadis itu terlihat gugup dan gemetar. Bingung memilih kata yang tepat untuk berterimakasih.

Gavin yang hendak mengambil buku di dalam tasnya langsung mendongak. Menatap Tafia yang melangkah menghampiri, sambil membawa topi. Pandangannya bersibobrok dengan mata sendu milik perempuan itu.

"Gavin," panggil Tafia sambil memilin seragam sekolahnya. "Aku mau balikin topi."

Gavin terdiam beberapa saat, lalu menghela napas, tak lama kemudian tersenyum. "Ya," jawabnya dengan suara serak, menerima topi yang diulurkan Tafia.

Tafia menggigit bibir, melawan kecanggungan yang luar biasa saat berhadapan dengan Gavin. Ia masih bingung mencari kata-kata yang pas untuk berterimakasih.

Ia merasa tidak enak. Karena dirinya, Gavin sampai harus meneriman hukuman dari guru BK.

"Maafin aku yang selalu ngrepotin kamu." Tafia menunduk, meremas rok abu-abunya, gugup.

Matanya meredup, cowok itu tersenyum getir. "Ya," jawabnya singkat. Tidak ingin membuat Tafia merasa bersalah. Ia membantu gadis itu bukan karena ingin dianggap pahlawan, tapi semata-mata hanya karena ingin membuat Tafia merasa senang. Karena tidak jadi dihukum.

TAFIA'S TEARSTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang