Part 44 : Bukan Anakku Lagi

9.2K 1.1K 127
                                    

Follow ig : @nurudin_fereira

Jangan lupa comment sebanyak-banyaknya ya biar cepet next.

****

Mundasri hanya tersenyum simpul melihat keakraban antara Tafia dan Brian. Mata mereka yang terlihat sendu, memancarkan sebuah kerinduan.

Mengingat betapa cintanya sang putra terhadap Tafia. Senyuman Mundasri tentu melukiskan arti lain dari kata luka. Sebagai seorang ibu, Mundasri bisa merasakan sakitnya berada di posisi Gavin.

Namun, Mundasri adalah sosok ibu yang berjiwa besar. Masih berusaha tersenyum, sembari berdoa untuk kebahagian putranya. Meskipun, ada rasa iba yang terpendar di dalam dada. Apakah Gavin bisa menerimanya dengan ikhlas? Jika cinta Gavin tidak dibalas oleh Tafia?

"Bude, tolong jagain Tafia, ya," pamit Brian sebelum melenggang pergi dari warungnya.

Mundasri menganggukkan kepala sambil tersenyum. Tafia yang berada di hadapannya tampak kikuk. Setelah memperlihatkan keakraban dengan Brian, gadis itu merasa tidak enak. Terlebih, Mundasri tahu bahwa anak beliau, Gavin, sangat mencintai dirinya.

"Pacar kamu?" tanya Mundasri setelah Tafia duduk di sebelahnya. Menyerahkan selembar uang dari Brian yang membayar ketoprak.

"Bukan bude." Tafia menggeleng dengan wajah polosnya. Kalau berkerudung seperti ini, wajah Tafia semakin terlihat baby face dan seperti anak kecil.

"Pasti dia orang yang spesial?"

"Mungkin." Tafia tersenyum canggung.

Mundasri membalas senyuman Tafia.

"Bude katanya bihun sama kecambahnya habis?" Tafia mengalihkan pembicaraan.

"Ah iya, kamu beli di supermarket ya." Mundasri mengambil uang di dalam tas selempangnya.

Tafia beranjak dari duduk setelah menerima uang dari Mundasri. Aisya yang tadinya sibuk belajar iqro langsung menutup bukunya. "Kak Taf, Aisya ikut!"

Tafia tersenyum, mengulurkan tangannya kemudian menggandeng tangan Aisya menuju ke supermarket terdekat.

Aisya bersenandung ria sambil terlonjak-lonjak girang digandengan Tafia. Gadis kecil itu selalu terlihat ceria meskipun tidak bisa bersekolah seperti anak-anak seusianya.

Sesampainya di depan supermarket, Aisya melepaskan genggaman tangan Tafia. "Kak aku mau lihat-lihat mainan itu." Gadis kecil itu menunjuk toko penjual mainan.

Tafia mengangguk. "Jangan nakal, ya," ucapnya yang dibalas Aisya dengan anggukan. Ia kemudian berlari ke arah toko penjual mainan yang terlihat ramai tersebut. Sepertinya sedang ada promo besar-besaran.

Tafia menatap iba ke arah Aisya. Kata bude Mundasri, gadis kecil itu suka sekali melihat-lihat mainan yang dipajang di toko itu. Walaupun tidak mampu membelinya, setidaknya Aisya tidak pernah absen melihat toko mainan ketika ikut bude Mundasri belanja di supermarket.

Tafia kemudian masuk ke dalam supermarket, mencari bahan-bahan belanjaan yang dibutuhkan.

Kalau mama Ria biasanya tidak pernah suka membeli sayuran di supermarket. Meskipun terlihat lebih segar daripada sayuran yang dijual di pasar tradisional, tapi vitaminnya sudah berkurang karena sering disiram dengan air.

Berbeda dengan sayuran yang dijual di pasar tradisional meskipun layu, tapi tetap terjamin kualitasnya karena penjual mendapatkannya langsung dari para petani.

Tafia langsung keluar dari supermarket. Setelah membeli bahan yang dibutuhkan. Tampak Aisya mengucek-ngucek mata sembabnya ketika melangkah menghampiri Tafia.

TAFIA'S TEARSTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang