Part 36 : Menghilang

10.6K 1.2K 84
                                    

Tafia memutuskan berganti baju di belakang pohon besar yang ada di taman. Untung saja sepi tidak ada orang. Beberapa menit kemudian, ia sudah kembali ke gazebo tempat Gavin berada, mengenakan blouse berwarna maroon yang dimasukkan ke dalam celana kulotnya yang berwarna cokelat susu.

Gavin sempat terpukau melihat Tafia yang terlihat anggun. "Ah, aku lupa ngintip kamu," ucapnya sambil mengunyah permen karet.

"Dasar!"

"Dalamannya ganti nggak?" tanyanya lagi sambil menggelembungkan permen karet.

"Iyalah."

"Berarti tadi sempet telanjang bulat di bawah pohon?"

Tafia langsung menimpuk kepala Gavin. "Kamu itu ternyata otaknya mesum, ya!"

Gavin terkekeh.

Tafia mengerucutkan bibir. Melirik ke arah kaos Gavin yang terlihat basah. "Kamu nggak takut masuk angin?"

Gavin berhenti mengunyah permen karet. Cowok itu terdiam beberapa detik, kemudian melepas kaos hitamnya hingga menampakkan roti sobek di perutnya.

"Bentar, aku bawa selimut." Gadis itu mengobrak-abrik isi di dalam tasnya. "Ya ampun, basah semua."

"Kok bisa?" tanya Gavin datar.

"Aku campurin sama bajuku yang basah tadi." Tafia tampak cemberut.

Gavin menghembuskan napas berat.

"Ya gitu deh, aku suka toledor dan ceroboh. Kadang-kadang sedikit lemot, makanya banyak orang yang jengkel sama aku."

Gavin tersenyum tipis. "Itu manusiawi," ucapnya sambil mengunyah permen karetnya lagi.

"Tapi cardiganku nggak terlalu basah, kok, bisa kamu pakai." Tafia menarik sebuah cardigan berwarna silver dari dalam tas.

"Masak aku disuruh makai pakainnya perempuan?"

"Buat penutup aja, biar nggak dingin." Tafia menutupi tubuh Gavin dengan cardigannya yang sedikit panjang. "Aurat kamu juga perlu ditutup."

"Kenapa?" Gavin menaikkan sebelah alis. Kakinya yang menggantung di pinggir gazebo, ia ayun-ayunkan dengan santai. "Kamu nafsu?"

"Heh, enggak, ya!" Tafia kembali mentoyor kepala Gavin.

Gavin kembali terkekeh.

"Jorok banget sih omongannya?" dengkus Tafia, kini sibuk meletakkan tas sekolahnya untuk digunakan sebagai bantal. Gadis mungil itu kemudian merebahkan diri di sana. Tanpa selimut.

Gavin terdiam, masih duduk di pinggir gazebo. Menatap kakinya yang terayun-ayun. Celana jeans yang ia kenakan tampak masih basah.

Tafia belum mau memajamkan mata. Menatap wajah tampan Gavin diam-diam. Rambut tebalnya masih terlihat basah. Hidungnya sedikit mancung, dengan bibir yang maskulin. Bibir yang sering sekali bergerak, mengunyah sesuatu di dalam mulut.

"Kamu suka banget ya makan permen karet?" tanya Tafia dengan suara yang menggemaskan.

Gavin mengangguk, tanpa menoleh ke arah Tafia. Sorot matanya masih mengarah ke bawah. "Permen karet bagus buat pernapasan. Apalagi aku sering main bola. Permen karet juga bermanfaat untuk mengurangi stres, meningkatkan fokus dan konsentrasi, serta mencegah bau mulut. Sehingga ...."

Cowok itu terdiam beberapa saat. Tafia yang merebahkan diri di belakangnya masih menunggu kelanjutan ucapannya dengan mata berkedip-kedip.

"Sehingga, kalau kamu minta dicium, nggak ngrasain bau mulut aku."

"Ish, Gavin! Kumat deh mesumnya." Tafia mendengkus sebal.

Gavin kembali tertawa. Tanpa menoleh ke arah Tafia.

"Waktu itu aku pernah lihat kamu bertanding sepak bola. Kenapa kamu memilih pakai nomor punggung 19? Nama facebook kamu juga Gavin Alvino 19."

"Karena itu nomor yang sangat spesial."

"Hmm, tanggal lahir kamu, ya?" tebak Tafia.

"Ciee tahu," goda Gavin.

Wajah Tafia langsung bersemu merah. "Apaan sih, aku kan cuma nebak aja."

"Kamu tahu nggak bahasa inggrisnya 19?"

"Nineteen," jawab Tafia cepat.

"Kalau 9?" tanya Gavin lagi.

"Nine."

"Apa bedanya kamu sama nomor 9?" Gavin berbalik badan, menatap ke arah Tafia yang berbaring miring di belakangnya.

"Enggak tahu lah."

"Kalau bahasa inggrinya 9 itu, nine. Kalau bahasa inggrisnya kamu itu, mine." Gavin tersenyum.

Pipi Tafia kembali bersemu merah. Menatap Gavin dengan wajah salah tingkah.

"Tanggal lahir kamu berapa?" tanya Gavin sambil menggelembungkan permen karetnya hingga meletus, lalu mengunyahnya lagi.

"22 kalau nggak 23. Di raporku 22, tapi kata ibuku dulu 23, soalnya aku lahirnya pas malam, jadi nggak bisa ditebak pas tanggal 22 apa 23," jelas Tafia panjang kali lebar kali tinggi.

"Yaudah pilih tanggal 22 aja. Soalnya 22 itu mirip kita."

"Mirip gimana?" tanya Tafia.

"Kembar, kan dua sama dua."

"Garing!" ucap Tafia dengan mata yang terlihat berat. Sepertinya gadis itu mulai mengantuk. Tak lama kemudian gadis itu tertidur.

Gavin menghela napas. Melepas sepatunya. Kemudian duduk di bersila di sebelah Tafia. Melihat wajah gadis itu yang terlelap. Imut dan menggemaskan. Mulutnya sedikit terbuka.

Gavin menarik cardigan yang menutupi tubuhnya untuk menyelimuti Tafia. Banyak nyamuk. Biarlah dirinya kedinginan, yang penting Tafia bisa tidur dengan nyaman.

Cowok itu merasa prihatin dengan keadaan Tafia. Kabur dari rumah. Tidak ada orang yang peduli kepada dirinya. Bahkan keluarganya sendiri.

Sesekali Gavin menggerakkan tangannya untuk mengusir nyamuk-nyamuk yang hendak mendekati Tafia. Walaupun akhirnya nyamuk-nyamuk itu menyerang tubuhnya yang bertelanjang dada.

Cowok itu menahan diri agar tidak tidur walaupun sudah mengantuk dan kelelahan. Demi menjaga Tafia agar tetap aman dari serangan nyamuk. Dada dan punggungnya dipenuhi dengan tanda merah. Karena berulang kali ia pukul dengan telapak tangan. Ketika ada nyamuk yang menggigit.

Sampai menjelang tengah malam. Akhirnya cowok itu tidak mampu bertahan. Tertidur dengan posisi duduk, kemudian langsung terbangun karena digigit nyamuk. Gavin gelagapan, kemudian buru-buru mengusir nyamuk yang mengelilingi Tafia. Ia tidak ingin sang pujaan hati disakiti oleh nyamuk.

Hal itu ia lakukan sampai berulang kali. Tertidur dengan posisi duduk, kemudian terbangun setelah digigit nyamuk. Lalu, mengibas-ngibaskan tangan untuk mengusir nyamuk yang mengelilingi Tafia yang tertidur lelap.

Hingga pertahanannya runtuh, Gavin sudah tidak mampu lagi menahan kantuk. Cowok itu tertidur di samping Tafia.

***

Adzan subuh sudah berkumandang. Menggema ke seluruh penjuru kota. Saling bersaut-sautan dari toa masjid ke masjid yang lainnya.

Gavin langsung terbangun dari tidur. Cowok itu terkejut bukan kepalang. Karena Tafia sudah tidak ada di tempatnya. Tubuhnya di selimuti oleh cardigan milik gadis itu.

Gavin bergegas, memakai kaos hitamnya yang masih basah. Kemudian berlari mencari Tafia.

Namun, tidak ketemu. Cowok itu terus berlari jauh mencari keberadaan gadis itu.

Bersambung...

Kemana nih Tafia?

Jangan lupa rekomendasiiin cerita ini ke temen-temen kalian ya.

Ajak semuanya buat ikut baca. Biar baper berjamaah wkwk

TAFIA'S TEARSTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang