Part 12 : Aku adalah kamu

16.1K 1.8K 152
                                    

Comment-commentya yang semangat dong, biar cepet update hehe

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Comment-commentya yang semangat dong, biar cepet update hehe..

Follow ig @nurudin_fereira

_____________________________

Tafia tidak berangkat sekolah hari ini. Sekujur tubunya terasa remuk, setelah dipukuli papanya dengan gagang sapu.

Walaupun begitu, Tafia tetap melakukan rutinitas sehari-hari. Membantu membersihkan rumah bersama bi Ratih, meskipun bi Ratih tidak pernah mengucapkan terimakasih.

Tafia juga sangat hobi sekali memasak. Setiap hari dia bangun pagi untuk membantu bi Inem membuat sarapan. Kata mama Ria masakan Tafia sangatlah enak, lebih enak dari menu restoran manapun. Ririn juga merasakan hal yang sama, hanya saja dia gengsi untuk mengakuinya.

Jam sudah menunjukkan pukul 20.00 malam. Rasa nyeri di punggung Tafia belum menghilang. Masih terasa sedikit sakit jika digerakkan. Memar-memar di sekujur tubuhnya juga terasa perih jika tak sengaja tersentuh.

Banyak chatt masuk dari ponselnya, tapi Tafia lebih memilih menonton musikalisasi puisi atau motivasi kehidupan di Youtube. Ia sudah kapok meladeni chatt-chatt dari cowok yang masuk. Takut keesokan harinya dilabrak oleh cewek-cewek yang ternyata menjalin kedekatan dengan cowok tersebut.

Ketika sedang asyik menghayati bait demi bait prosa yang dilantunkan oleh Rintik Sedu. Layar ponsel Tafia berubah menjadi background panggilan masuk.

Jantungnya langsung berdetak kencang ketika melihat nama si penelpon.

Gavin?

Tafia menggigit bibir bawah. Bimbang, akan mengangkat teleponnya atau tidak. Ia tidak pernah sama sekali berbicara dengan laki-laki via telepon. Jika ada cowok yang mengajaknya video call, Tafia akan beralasan.

Namun, kali ini rasanya berbeda. Tafia ingin sekali mengangkat teleponnya. Entah karena rasa penasaran atau karena susunan lima huruf dari nama 'Gavin' terasa spesial di hatinya.

Dengan tangan gemetar, akhirnya Tafia memutuskan untuk memenyentuh tombol hijau yang tertera di layar. "Hallo," ucapnya dengan suara serak.

"Assalamu'alaikum," ucap Gavin di seberang sana.

Tafia menyunggingkan seulas senyum. "Wa'alaikumsalam."

Kemudian hening. Hingga beberapa menit. Detik pada layar terus berjalan. Keduanya tampak canggung untuk memulai obrolan.

"Kapten Venus?" Tafia menyipitkan mata sambil menepuk jidat, salah tingkah. Bisa-bisanya mulutnya spontan bilang begitu.

TAFIA'S TEARSTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang