Part 73 : Lahirnya Sang Bintang

8.4K 1K 184
                                    

Kalian bakalan suka sama part ini. Makanya yang semangat commentnya hehe...

***

Tafia senang sekali bertemu dengan beberapa temannya di SMA. Raffa semakin terlihat tampan dan memesona. Tubuh tinggi, kulit putih, rambut jambul, serta garis wajah yang semakin mirip orang luar negeri.

Sementara Rifki malah terlihat tirus dan semakin kurus mengenyam pendidikan di Universitas Istanbul Turki. Walaupun tidak mengurangi kadar ketampanannya.

Aliqa, pacar Raffa, juga ikut serta. Sekarang gadis itu berhijab, setelah bekerja di sebuah rumah sakit sebagai Apoteker. Sesuai jurusan fakultasnya.

Def yang keluar dari panti rehabilitasi beberapa bulan yang lalu. Tetap menjadi sosok paling percaya diri dengan rambut gondrongnya yang dikuncir ke atas. Entah kenapa cowok itu tidak mau mencukur rambutnya.

"Lo di Turki ngapain Rif, kok makin kurusan gitu?" tanya Def sambil mengemudikan mobilnya menuju ke rumah keluarga Gavin. Menjemput Aisya yang akan mereka ajak menonton pertandingan Rijal di stadion sumpah pemuda.

"Ya gitulah, banyak pikiran," jawab Rifki yang terlihat mulai lebih dewasa daripada zaman sekolah dulu.

"Udah punya pacar belum?" goda Def sambil menaik-turunkan alisnya.

"Pertanyaan klasik."

"Nah itu, kelamaan jomblo lo pasti. Makanya makin kurus." Def terkekeh.

"Gue pengen fokus dulu meraih kesuksesan."

Raffa yang duduk di belakang mereka hanya bersedekap santai dengan wajah datar. Melirik ke luar jendela mobil, menatap panorama kampung halaman yang ia rindukan. Ia sangat konsisten dengan aksen cool yang sudah melekat padanya sejak zaman sekolah.

"Lo nggak mau kuliah juga Def?" tanya Aliqa yang duduk di tengah-tengah Tafia dan Raffa.

"Males mikir gue."

"Awas kalau sampai lo mengkonsumsi barang kayak gitu lagi!" sahut Raffa dengan wajah datar.

"Aman, Bos!" jawab Def sambil terkikik.

"Terus lo mau jadi apa kalau nggak kuliah?" tanya Rifki penasaran. "Playboy internasional?"

Def terdiam, kemudian menghela napas panjang. "Mungkin nyusul Gavin."

Suasana nostalgia yang syarat akan keceriaan itu langsung memudar. Kesedihan langsung menggelayuti wajah-wajah mereka.

"Jangan sembarangan lo kalau ngomong!" tegur Raffa sambil mengeraskan rahang.

Def langsung terbahak-bahak, mencairkan suasana. "Kalian pasti udah paham kan gimana sifat gue. Dari dulu gue nggak pernah tertarik dengan masa depan. Gue pengen menjalani hidup biasa saja, yang penting bisa bersenang-senang."

"Kasihan jodoh lo, kalau lo nggak mau berubah. Semakin lama, umur kita semakin menua," sahut Rifki prihatin.

"Ada orang tua yang perlu lo bahagiakan. Lo nggak mungkin kan bakalan nyusahin mereka terus?" ucap Aliqa cukup mengena di hati Def.

Mereka sudah sampai di depan tenda jualan ibu Gavin. Aisya yang mulai tumbuh menjadi gadis anggun tampak membantu ibunya mencuci piring. Mereka semua langsung keluar, menumpahkan kerinduan kepada ibu Gavin. Selain Def yang masih terdiam di dalam mobil.

"Lo nggak ikut turun?" tanya Rifki yang ikut menyusul turun dari mobil.

Def merapatkan bibir. Sambil melipat kedua tangannya di atas stir. "Gue nggak kuat lihat wajah ibu Gavin."

TAFIA'S TEARSTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang