Bali, Indonesia.
Memasuki hutan yang rindang, beberapa kilometer di dalamnya ada sebuah vila besar nan megah. Di halaman samping vila besar itu banyak orang berkumpul dengan api besar dan cahaya-cahaya kecil dari lampu yang menyinari. Ada dua belas orang di sini, keluarga besar Yuda Pratama saja.
Melati duduk di pojok lekukan sofa besar melingkar kotak ini. Tatapan Melati kosong, tubuhnya tak bergerak sama sekali, bahkan orang di sekitarnya yang berdiri betepuk tangan ceria tak membuatnya terganggu sama sekali.
Di seberang sana, Yuza berdiri memasukan tangan kedalam saku. Pandangannya tak bisa beralih dari istrinya di sana. Di sekeliling mereka semua menyanyikan lagu selamat ulang tahun untuk anak kembar Sharon.
"Naah,.. ini kado dari Cecile beauty dan Adiit. Hehehe." Celine mengambil kado besar yang disimpan di sisi Melati sejak tadi. Ia berikan kado besar itu pada Devon dan Devanka.
"Aunty Mel! Manaa?!" Tegur Cecile mengguncang bahu Melati.
"Aah? I-iya? Gimana?" Gumam Melati tersadar. Matanya tampak begitu berat.
"Kadonyaa. Iiiih."
"Oh,.. i-iyaa. Sebentar. Uummm,.. mana, ya, kadonya? Eeeh?" Ucap Melati menatap ke samping kanan dan kiri. Mata lemah itu mencari dimana kado berada.
"Huuummm! Kado dari aunty Mel-mel maanaaa?" Rengek lemah Devanka menatap sedih pada semua. Gadis berusia sebelas tahun itu menunduk dan mendelik begitu lemah. Semuanya memberi kado, tapi Melati tidak. Padahal Melati salah satu sosok yang paling dekat dengannya, sosok yang kini ia harapkan kado pemberiannya.
"Devaa? Ad-ada, kok, Devaa. Sebentar, yaa. Aunty Mel-mel carii dulu, ya, sayaang." Melati keteteran menatap Deva dan selitar. Ia berdiri setengah membungkuk, kepalanya maju tuk menatap sekeliling dengan jelas.
Melati menekan ludah menatap keponakannya. Dengan berat hati ia mengalihkan pandangan, ia memutar tubuh ke kanan ke kiri dan ke belakang, bahkan maju beberapa langkah tuk mencari kado yang akan ia beri.
"Auntyy,.. aunty jahaat. Ga kasih kado ke akuu." Deva menghentak lemah kedua kaki, pipinya menggembung.
Melati sontak berhenti menatap pojokan dan tumpukan selimut maupun syal yang keluarga suaminya bawa. Sungguh Melati sangat sedih mendengar pernyataan Devanka. Dirinya mana sampai hati membuat gadis kecil itu sedih.
"Hiks. Hiks. Huuuu. Opaaah! Huuuu!" Raungan Devanka pecah. Ia dekap erat kakeknya yang masih tegap tinggi besar itu.
"Ssuut. It's okay. Masih banyak kado yang lain. Lagian, kan, lupa."
KAMU SEDANG MEMBACA
Melati's love story [TAMAT]
General FictionMelati si cantik, sangat cantik. Si baik, sangat sangat baik, mungkin terlalu baik, namun miskin dan juga menderita, disandingkan dengan si tampan emosional, bergelimang harta, dan penuh kesenangan hidup. Melati sama sekali tidak tahu menahu diriny...