Di dalam kamar penginapan Melati dan Yuza, keduanya duduk di atas ayunan, dengan Yuza yang mendekap tubuh Melati. Ayunan itu bergerak teratur, ayunan elektrik.
Melati termenung dengan tatapan kosong dan pikiran yang berat. Lengan besar di perutnya ia biarkan melingkar, tak sedikitpun dirinya membalas pelukan itu. Melati hanya pasrah, wajah cantiknya tampak lesu tak berdaya. Ya, dirinya memang sangat tak berdaya.
"Hhhhhh,.. udahan mas,.. cukup. Aku mau ke Juara." Melati menggeliat sesaat, dirinya tak sabar.
Yuza menunduk. Perlahan ia terpejam, sekaligus menekan keningnya pada kepals sang istri. Kedua lengan kekar Yuza malah semakin posesif mendekap.
Pria dengan cukup banyak tato di tangan dan juga dua tindik di tua telinga itu mengabaikan istrinya yang memohon dengan suara sabar bercampur lelah. Ia justru kini mencengkeram rahang istrinya, memutar itu, lalu memberi ciuman panas yang membuat wanita kecintaannya hanya bisa pasrah.
"Mas Yuza udah kasar ke Juara, ke anak kita. Mas Yuza sadar?" Ucap Melati menatap kosong seiring tubuhnya tak mampu duduk tegap. Kaki suaminya melingkar membelenggu pinggang dan paha.
"Mau sadar gimana? Emang aku ga salah," jawab Yuza tak merasa bersalah.
"Mas Yuza melotot, mas Yuza pake nada tinggi, mas Yuza bicara kasar. Mas Yuza ga sadar?" Runtut Melati berusaha mendongak kesamping.
"Terus?"
"Terus? Mas Yuza bilang terus?"
Tubuh Melati sontak berontak, dirinya cukup keras kepala tuk bisa melepas dekapan sang suami. Dengan usaha penuh, Melati turun dari ayunan, menjadikan paha suaminya sebagai tumpuan tangan.
Yuza menatap sengit pada istrinya yang mundur namun saling menghadap. Segera Yuza mendekat tuk meraih tangan mungil itu, namun dalam sekali tepisan istrinya membuat tengannya lepas.
"Juara itu anak kecil, mas." Melati menatap tegas ditengah suaminya yang diam berdiri seperti serigala yang siap menerkam.
"Aku tahu," ucap Yuza tampak datar namun juga marah.
"Aku bisa ngebatin, maas." Melati melirih sedih, kepalanya mendongak lemas.
"Ak-akuu,.. aku ngerasain gimana sakitnya jadi anak yang tidak diharapkan. Tidak diharapkan, namun juga tidak tahu kenapa bisa ada di lingkungan itu. Kenapa bisa aku ada disana kalo orang ga mau aku ada disana? Hmm?"
Pria tinggi besar itu terus saja berdiri, diam. Mata elangnya teramat menusuk kala menatap, walaupun tak ada bengisan sama sekali.
"Kata aku juga apa? Jangan adopsi anak kalo mas Yuza ga siap!" Ungkap Melati melangkah satu langkah, memajukan wajah dengan tegas. Airmatanya menetes mudah.
"Terus sekarang apa? Sekarang gimana? Hmm? Kita balikin Juara ke panti? Aku ga mau!! Mas Yuza yang salah!" Lanjutnya teramat serius.
Yuza tertegun marah sekaligus tak percaya mendapati nada tolakan keras dari wanita kesayangannya yang sudah bagai candu ini.
Melati kesulitan menegak ludah kala memandangi suaminya yang diam. Terlihat urat-urat di sisi rahang dan leher suaminya mulai tercetak, gigi suaminya bergemelatuk.
"Makin sini kamu makin berani." Yuza menggeram sinis, matanya melotot.
"Kamu pikir aku ga bakal berani juga?!"
"Apaa? Hiks. Apa yang aku makin berani? Aku ya aku, aku seperti ini! Hiks. Mas Yuza jangan playing victim!" Ungkap Melati mendongak sedih, gelisah, dan sakit hati kala bertatap mata.
"I would do anything for you, Melati! Urusan aku sayang sama anak angkat kita atau enggak, itu beda hal! Perasaan aku bukan mesin ataupun robot." Yuza melangkah, dadanya makin membusung, kepalanya menunduk. Dirinya seperti beruang yang akan menerkam kucing.
KAMU SEDANG MEMBACA
Melati's love story [TAMAT]
General FictionMelati si cantik, sangat cantik. Si baik, sangat sangat baik, mungkin terlalu baik, namun miskin dan juga menderita, disandingkan dengan si tampan emosional, bergelimang harta, dan penuh kesenangan hidup. Melati sama sekali tidak tahu menahu diriny...