Di malam hari, di ruang tengah rumah Yuza, Melati tidur mengampar bersama keponakan Yuza dan keponakannya dari Cinta. Rumah Yuza Pratama dipenuhi bocah-bocah berbeda usia. Ada 4 bocah berusia di bawah 10 tahun, lalu ada Cecile sebagai keponakan paling tua.
Melati bermain ponsel sembari dengan posisi tidur menyamping di atas karpet tebal beralaskan kasur yang bisa dipompa. Ia mendengus kala memberi pesan mesra pada suaminya.
"Yah... Mas Yuza mau rapat. Udahan, deh, chatannya," batin Melati menatap hampa pada layar ponsel.
"Huuftt."
"Aunty! Waya pup!" teriak Devon, anak dari Sharon.
"Iya, aunty! Ieeww!" jerit bocah cantik kembaran Devon menunjuk jijik pada Waya yang sibuk bermain dengan kucing.
Waya begitu polos. Ia sibuk tertawa renyah kala berhasil memasukkan kucing ibunya ke balik baju.
Melati beristigfar dan berjingkat dari tidurnya. Segera ia ambil anaknya tuk ia bersihkan. Pelayan yang berpapasan seketika menyerahkan diri tuk membantu, namun ditolak.
"Bunaaa! Nntaah! Utaah!" rengek Waya mencoba berguling ke kanan ke kiri kala pantat dan kemaluannya tak kunjung selesai dibersihkan.
Di kamar mandi, berdampingan dengan wastafel, Waya berada di atas meja dan kasur kecil khusus berganti popok. Melati begitu telaten dan cekatan.
"Hei! Masih kotor. Jijik, Wayaa."
"Mmmmhh! Mmaaiiin. I-iin." Waya menedang kaki, namun segera ibunya tahan.
"Ini, ini keka. Boneka. Nih." Melati menyerahkan boneka kodok yang sempat ia goyangkan, lalu ia simpan di atas perut anaknya.
"Ngghh! Na auu! Eeeh!" geram Waya memukul bonekanya hingga terbanting.
"Hei! Ga boleh dilempar-lempar!" tegas Melati tidak bercanda.
Inilah Melati. Melati tegas saat sikap Waya mulai sedikit melenceng. Melati tidak mau anaknya memiliki kepribadian sulit diatur, karena akan diluar kendali nantinya.
"Huaaaa."
"Ssuut. Udah, udah selesai. Yeaay!"
"Huaaaa. Bunaaaaa. Yayaaak." Juara menangis mengabaikan sang ibu yang begitu manis nan lembut kala bertepuk tangan.
Juara sudah ngantuk berat, namun masih ingin bermain karena banyak orang.
"Ssuut. Sini bunda gendong. Ssuut. Bunda bukan mau galak, sayaang. Tapi Waya tidak boleh begitu." Melati membawa Juara kedalam gendongan.
"Sebentar. Bonekanya kita ambil dulu, yaa. Ayo, bantu bunda ambil."
"Na auuuu. Huuuu."
"Eeerrgh! Na auu!" bentak Waya ditengah tangis. Matanya sudah berat, namun dipaksa membuka.
KAMU SEDANG MEMBACA
Melati's love story [TAMAT]
General FictionMelati si cantik, sangat cantik. Si baik, sangat sangat baik, mungkin terlalu baik, namun miskin dan juga menderita, disandingkan dengan si tampan emosional, bergelimang harta, dan penuh kesenangan hidup. Melati sama sekali tidak tahu menahu diriny...