Sayup-sayup suara kekehan serta tawa pelan Melati terdengar jelas oleh nenek tua renta yang sibuk memberi pakan pada ayam dan domba di samping rumah. Setelah ada Melati, rumah kayu setengah tembok di beberapa bagian ini tidak lagi kumuh. Tak ada jaring laba-laba seperti dulu, tak ada yang menjijikkan.
Yuza berdiri mengaduk tumis kangkung di wajan dengan pengetahuan seadanya. Sedangkan Melati duduk di kursi kayu mungil, sama-sama menghadap pada tempat pembakaran kuno tuk memasak. Kayu-kayu kering menumpuk tinggi di pojokan dinding sebagai bahan bakar memasak.
"Wow! Terongnya fresh! Hmm! Wangii!" Ungkap Melati menghirup satu terong ungu mentah di tangan.
"Ngaco!" Hardik Yuza mengerlingkan bola mata.
"Iih! Melati jujur, yaa!" Geram Melati memukul sisi paha Yuza dengan tangan. Melati sangat tak terima.
"Aku juga jujur. Aneh! Aku yang ambil dari belakang, kok. Ga ada wangi-wangi!" Hardik Yuza dengan sinis. Sengaja ia putar bola matanya kala Melati mendongak menatap.
"Ish, orang menyebalkan!" Gerutu Melati nyaris tak terdengar. Lanjut Melati menunduk kembali memotong terong tuk dijadikan belado.
"Mendingan terong, dari pada ketiak mas Yuza, bauu," celoteh Melati mendelik menyalipkan rambut ditengah acaranya menguleg cabai.
"Apa? Mending apa?"
"Ah? A–aaaaa,.. enggak! Enggak apa-apa." Melati segera menunduk, tak ingin memandang lama.
"Mendingan terong, dari pada ketiak mas Yuza, bauuu!" Hardik Yuza mengikuti gaya bucara Melati. Ia masukan seluruh tumis kangkung ke dalam piring, lalu ia berjalan melewati Melati tuk menyimpan tumis di meja.
Melati menelan ludah mendengar itu. Ucapan Yuza begitu persis.
"Emang fakta, kok. Apa?! Mas Yuza kalo pulang kerja suka bau asap! Tapi Melati ga pernah jijik buat sambut mas Yuza, beresin baju mas Yuza." Melati memutar tubuh di atas kursi kecilnya, menghadapkan diri pada Yuza yang berdiri menjulang.
"Karena aku kerja bakar batu bata, Melat–."
"Melati selalu layanin mas Yuza, selalu terima diejek apapun, tapi Melati ga pernah ejek!"
"Mas Yuza yang selalu ejek-ejek. Bibir Melati kayak bebek lah, mata Melati kayak mata ikan buntal lah, hidung Melati kayak gunung semeru lah, rambut Melati kayak mie kwetiau lah, apalah, apalah! Melati ga pernah marah!" Ungkap Melati meninggikan nada suara paraunya.
"Kamu marah, Melati?" Tanya Yuza menunduk berusaha memandang wajah itu.
"Enggak, Melati ga marah, kok." Melati tercekat menahan tangis. Kakinya mendorong tubuh hingga memutar membelakangi Yuza kembali.
KAMU SEDANG MEMBACA
Melati's love story [TAMAT]
General FictionMelati si cantik, sangat cantik. Si baik, sangat sangat baik, mungkin terlalu baik, namun miskin dan juga menderita, disandingkan dengan si tampan emosional, bergelimang harta, dan penuh kesenangan hidup. Melati sama sekali tidak tahu menahu diriny...