"Yuza keluar dulu, kamu keluar." Sara membisik memperingati pada Yuza yang terus membeku menatap punggung Melati tanpa henti.
"Enggak, aku ga mau. Mamih jawab dulu."
Melati terdiam kaku memeluk tubuhnya kala asisten pribadi Sara membantu dirinya menurunkan baju agar rapih kembali. Jelas Melati sangat tidak karuan dengan situasi ini. Rasa malu dan terkejut menjadi satu.
"Yuza, kamu, ini ga boleh!" Bisik Sara dengan tegas. Segera Sara berdiri di belakang Melati agar Yuza berhenti Melihat kesana. Sara belum tahu punggung Melati sudah tertutup.
"Melati mau pulang aja." Melati menunduk menciut tak berani bergerak. Melati malu punggungnya bebas dilihat oleh laki-laki.
"Yuza! Melati malu!" Bisik geram Sara dalam sekali hentakan mendorong tangan anaknya hingga mundur.
"Kamu harus tahu, buat perempuan dengan gaya hidup seperti Melati, cara mereka menghargai tubuhnya itu beda!" Bisik Sara lebih tegas lagi mendesak menengadah pada sang anak.
"Kenapa mamih nangis? Kenapa Melati nangis? Kalian berdua kenapa? Haa?" Bisik Yuza menunduk serius. Kakinya mencoba maju, sayang sekali ibunya sigap menahan.
"Ssst. Astaghfirullah. Nanti mamih bahas, Yuza sayang. Ayo keluaaar!" Gera Sara dengan suara mencicit parau.
Melati terdiam membeku dengan pikiran yang kosong. Tak sedikitpun Melati mau menatap kearah Yuza. Malu sekali punggungnya sudah dilihat penuh oleh seoranh laki-laki meskipun memang tidak sengaja. Melati memang bukan wanita berhijab, tapi Melati juga punya batasan berpakaian sopan.
"Udah, Melati. Yuza udah keluar, kok. Tante mamih minta maaf. Tante mamih bener-bener lupa pintunya ga dikunci. Karena tadi ga ada Yuza, orang lain ga bakalan berani kesini juga. Tante mamih," ucap Sara kesulitan melanjutkan ucapannya. Sara merasakan apa yang Melati rasakan.
"Eng-enggak papa. He'em."
Melati menunduk dengan kepala terus menggeleng ambigu. Tubuhnya tak bisa tenang. Terlihat Sara yang kini begitu menyesal.
"Melati mau pulang aja."
"Enggak, Melati jadi, kok, kerja disini." Sara sonta melotot dengan tangan segera mencengkeram menahan lengan Melati.
Sedikit Melati mengangkat wajahnya tuk menatap Sara, lalu menunduk kembali. Melati sungguh tak paham dengan tatapan dari majikan ayahnya ini.
"Hiks. Hiks. Melatii. Harusnya Melati kasih tahu mamih dari dulu. Hiks. Biar tante mamih biayain sekolah kamu sama kak Cinta sama Adit juga. Hiks. Pendidikan itu hal penting, sayang. Hiks. Apalagi Melati bahkan cuman sekolah sampe SMP." Sara meraung pedih seiring memeluk erat Melati. Kepalanya menunduk lemah. Sungguh Sara ikut sakit hati dengan kisah hidup Melati yang begitu tragis.
"Tante mamih udah biasa sekolahin banyak anak-anak yang memang punya ambisi buat sekolah, demi masa depan mereka. Hiks. Tante mamih ga bakalan marah juga, kok."
Airmata gadis cantik jelita ini kembali mentes dengan mudah. Hidupnya, masa kecilnya, masa remajanya, hingga masa menuju dirinya dewasa, sangat sangat menyedihkan. Kebahagiaan memang kita yang buat, tapi kesedihan Melati terlalu banyak dari Siti.
"Tante mamiih. Hiks. Melati sayaang banget sama tante mamih. Hiks. Ga apa-apa, kok, itu udah masa lalu," ucapnya menguatkan diri.
KAMU SEDANG MEMBACA
Melati's love story [TAMAT]
Ficção GeralMelati si cantik, sangat cantik. Si baik, sangat sangat baik, mungkin terlalu baik, namun miskin dan juga menderita, disandingkan dengan si tampan emosional, bergelimang harta, dan penuh kesenangan hidup. Melati sama sekali tidak tahu menahu diriny...