*style Sara.
Di lantai tiga suatu bangunan besar yang tinggi dengan di bawahnya terdapat kafe di lantai dasar, lalu tempat berbelanja kerajinan di lantai dua, Yuza duduk di sofa salah satu ruangan pribadi ibunya. Di sampingnya ada sang ibu yang setia memberi usapan menenangkan.
Wajah Yuza tampak tak segar, bahkan matanya sedikit keruh dan berkaca-kaca tak sehat. Sara menggeleng kecil melihat itu, seolah dia tahu apa yang terjadi pada anaknya.
"Ga papa, kalo ga mau bicara apa pun. Tapi yang harus kamu tahu, mamih siap dengerin apapun itu. Yuza butuh saran? Pasti mamih beri," ucap Sara duduk memberi senyuman lembut.
"Atau kamu butuh waktu sendiri di sini? Mamih bisa pergi, kok."
"Hmm?" Desak Sara kebingungan kala anaknya malah menggeleng.
Yuza sengaja kembali memberi gelengan kepala agar pasti. Dirinya setia menatap ke depan dengan lurus. Ia biarkan ibunya ikut terdiam. Yuza terdiam seolah menunggu waktu yang tepat untuk mengungkapkan isi hatinya.
"Yuza ga mau Melati berubah setelah kami punya anak, mih. Nanti dia bakal sibuk sama anak kita, waktu dia habis buat anak kami, apa-apa untuk anak kami, dan Yuza ga mau!" Ungkap Yuza untuk pertamakalinya berucap setelah sekian lama diam.
"Aku udah nyaman hidup berdua sama Melati. Aku ga butuh anak di rumah tangga kami. Lagi pula, kita mati ga sama anak," lanjut Yuza masih tak berminat mengalihkan pandangan.
"Hmm? Lalu apa lagi?" Tanya Sara mengusap sisi wajah anaknya.
"Perhatian Melati pasti tersedot ke anak kami. Seorang ibu ga boleh jauh dari anaknya, karena anak itu dikandung sembilan bulan di rahim, didekap, dijaga, menyatu setiap jiwanya. Dan Yuza ga siap kalo sampe Melati melakukan tanggung jawab itu. Sedangkan ga mungkin Melati ga ngelakuin tanggung jawabnya. Yuza juga bakal kena imbas," terang Yuza terlihat amat sangat gelisah. Ia tak bisa tenang dalam duduknya.
"Mending ga punya anak, mih. Yuza ga mauu." Yuz menggeleng menatap ibunya seperti seorang anak yang dipaksa melakukan hal menakutkan.
"Hmm,.. mamih boleh bicara sekarang?"
"Jadii,.. kamu itu cemburu? Kamu takut istri kamu ga perhatian lagi sama kamu? Ga ngabisin waktu sama kamu? Hmm?"
Yuza mengangguk satu kali namun dengan begitu yakin. Dirinya terus menatap pada satu titik di meja yang ada di hadapannya. Perlahan ibunya mendengus lembut, Yuza sontak memutar wajah.
"Itu salah satu bukti kalau kamu memang sangat mencintai Melati. Tapi kamu keliru mana yang harus dijadikan tindakan, mana yang cukup dirasakan saja dan dijaga. Menurut mamih, aksi dari rasa kecemburuan kamu kali ini salah." Sara dengan berat hati mengungkapkannya. Ia menggeleng lemah kala anaknya menatap.
"Enggak, mih, ga salah! Yuza itu realistis!" Tegas Yuza tanpa meninggikan nada suara.
"Kalau realistis, harusnya kamu sadar efek dari perbuatan kamu. Kalau kamu sadar, apa kamu ga mikir apa yang istri kamu rasain?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Melati's love story [TAMAT]
General FictionMelati si cantik, sangat cantik. Si baik, sangat sangat baik, mungkin terlalu baik, namun miskin dan juga menderita, disandingkan dengan si tampan emosional, bergelimang harta, dan penuh kesenangan hidup. Melati sama sekali tidak tahu menahu diriny...