Melati berganti pakaian dibantu pelayan. Ia duduk di rannjang, gorgennya menutupi ranjang, hingga Yuza yang duduk di sofa hanya bisa melihat siluetnya, itu pun sesekali. Yuza duduk bersama pakaian kasual, polo shirt hijau tua dan cargo short berwarna abu tua. Lengan kekar Yuza melipat di depan dada, ia banyak merenung dalam duduknya meski di pangkuannya terdapat laptop yang menyala.
Yuza tertegun kala mengingat perkataan dokter kandungan istrinya. Katanya kandungan istrinya lemah, namun janinnya ternyata kuat. Yuza tak lupa bertanya kenapa istrinya tidak mengalami gejala mual, katanya itu bisa saja tidak sering, namun efek yang dirasakan istrinya adalah mudah lelah, mudah pusing, dan bisa lemas jikalau lingkungan istrinya tidak baik.
"Bi, kata bibi, suami saya bakal bolehin ga ya kalo saya minta Waya pulang sekarang aja?" bisik wanita muda berpakaian kaos besar pink tanpa celana. Ia berusaha menerawang ke luar, namun ternyata siluet suaminya tak terlihat sama sekali.
"Eung,.. ga tahu atuh, non. bingung bibi mah." Wanita paruh baya itu menunduk sembari melipat baju seragam pasien bekas majikannya.
"Ya Allah. biii. Pendapat aja atuuh ini maah. pelis pisaan!" bisik Melati memohon.
"Jangan pakai sunda atuh, nyonya cantiik. Ndak paham bibi tuu."
Melati menghembuskan napas berat setelah memberi ijin pada pelayan itu untuk pamit. Ia pun hanya mampu mengerucutkan bibir, melipat tangan di dada, serta mendongak dengan tatapan memelas yang begitu kentara. Ia menggeleng keras, dirinya bingung sekali.
Lama wanita cantik itu merenung, perlahan ia menunduk, tangannya mulai naik menyelinap dibalik kaosnya, menyentuh permukaan perutbawah dengan lembut. Melati tersenyum haru, napasnya mulai sedikit terengah, kilau haru bahagia di mata tak bisa disembunyikan. Ia ajak janin di perutnya bicara, ia berbisik manis.
"Ade sayang,.. makasih banyak ya, ade sayang udah mau hadir, tumbuh di rahimnya bundaa. Hehe." Melati begitu cantik. Sisi wajahnya cukup banyak tertutup helai rambut.
"Semogaa bunda bisa kuat jaga ade sayang di perut bundaa. Semoga bunda enggak males-malesan minum vitaminnya. Iyaa, hu'um! Ga boleh, yaa?! iyaa, ga boleh malees!" Ucapnya dengan raut manja yang ekspresif.
"Kalo bunda males-malesan, tendang aja perut bundaaa.Hihi. Enggak deh, becandaa. Hihi! Upsss!"
Melati berceloteh panjang lebar seolah benar-benar mengobrol sungguhan dengan seseorang. Ia tersenyum, ia tersipu, tertawa. Tak lupa airmata menemaninya yang sedang terharu. Segera ia hapus airmatanya kala dirasa akan jatuh.
Menjadi seorang ibu adalah mimpi besar Melati. Dirinya hanya tamatan SMP, dirinya tidak masuk jenjang SMA, tidak mungkin juga tuk bisa kuliah. Mimpi-mimpi duniawi Melati di bidang karir tidaklah seperti orang kebanyakan. Bersukur sekali suaminya sosok pengusaha dengan penghasilan yang tak main-main, uang melimpah ruah. Melati merasa mimpinya menjadi seorang ibu dan istri yang baik bisa terfokuskan, Melati bahagia.
KAMU SEDANG MEMBACA
Melati's love story [TAMAT]
General FictionMelati si cantik, sangat cantik. Si baik, sangat sangat baik, mungkin terlalu baik, namun miskin dan juga menderita, disandingkan dengan si tampan emosional, bergelimang harta, dan penuh kesenangan hidup. Melati sama sekali tidak tahu menahu diriny...