"Hamil?" Ucap pria bertato bertubuh tinggi kekar yang berdiri di dalam ruangan khusus dokter."Betul, pak. Ibu Melati sedang mengandung. Usia kandungannya enam menuju tujuh minggu." Wanita paruh baya berbaju seragam biru itu tersenyum profesional.
Pria tinggi kekar yang tak lain dan tak bukan adalah Yuza itu membeku. Yuza berdiri, tatapannya kosong, pikirannya kalut. Istrinya hamil? Semudah itu?
Yuza tampak lingung, dirinya mengangguk hampa tak jelas. Memang, mereka memang sangat serius menjalani program kehamilan dan banyak pengobatan di sejak beberapa bulan lalu. Tapi entah kenapa rasanya ini terlalu mudah. Yuza menggeleng, dirinya tak tahu harus bahagia atau tidak. Istrinya sudah pasrah sejak bulan lalu, itulah mengapa dirinya setuju tuk mengangkat anak.
"Baik,.. terima kasih!" Ucap Yuza sebagai penutup pertemuan.
Di dalam kamar rawat inap, Melati tertidur tak tenang dalam keadaan tubuh yang lemas. Tubuhnya memutar lemah ke kanan dan ke kiri, sesekali ia mencengkeram kepala, bibirnya ia bekap dengan tangan.
Dalam tidurnya yang mulai nyenyak, wanita cantik berwajah pucat itu tiba-tiba menerima usapan lembut di sisi kepala. Usapan dari lengan kekar suaminya membuat ia nyaman hingga semakin nyenyak, bahkan napasnya memberat.
'Cuup.'
Di tengah tenangnya seisi kamar rawat inap, Yuza membungkuk, ia merengkuh tubuh istrinya dari belakang, bibirnya memberi kecupan lembut di pelipis sang istri.
"Euungh!" Erang sosok perempuan tertidur meringkuk itu sembari memasukan jari-jari ke sela jari suaminya. Ia tarik lengan kekar dari belakangnya agar mendarat di depan perut, dirinya pun menggeliat nyaman.
"Tidur nyenyak, sayang," bisik Yuza menggesekkan sisi keningnya pada sisi kepala sang istri dengan lembut.
"Jangan kemana-mana, maas."
"Iya, aku disini," angguk Yuza lembut.
Kecupan manis tak henti Yuza berikan pada pipi serta kening sang istri. Yuza berdiri, ia membungkuk, ia setia mendekap istrinya, memberi kehangatan agar istrinya bisa tertidur nyenyak.
Pria yang setia mendekap wanita di atas ranjang itu tidak tidur. Ia terdiam merenung mengusap setia jari sang istri. Perlahan matanya mengedip lemah, Yuza tampak pasrah, seolah kabar kehamilan istrinya adalah hal berat dan sulit untuk dirinya.
Hari berganti malam, malam berganti pagi, hari berlalu dengan mudah. Yuza dan Melati belum pulang dari rumah sakit, fisik Melati tampak nyaman berdekatan dengan ranjang pasien disini.
"Buburnya enak. Tapi ngapain makan bubur? Aku, kan, ga sakit parah," celoteh wanita cantik berseragam pasien dalam duduknya di atas ranjang bersama meja portable di depan.
"Jangan banyak protes."
"Hmmm,.." timpal abai Melati pada suaminya yang fokus memasang jam tangan di depan cermin, siap berangkat kerja.
"Jangan lupa urinnya masukin ke wadah." Yuza memutar tubuh, membuat acara mengunyah istrinya berhenti.
"Aku tu suka aneh, yaa. Kita tu, marahan, debat debat debaaat, aku nangiis, terus akuur. Debat debat debaat, eh akur lagii. Nangiis, baikaan, nangiis, baikaan. Gituu aja terus." Melati mendongak menerawang, bibirnya mengerucut serius.
"Emang kamu aneh," tukas Yuza menatap sinis. Kedua tangannya masuk ke dalam saku celana.
"Huufft. Iya, deh, iyaaa."
"Terus,.. ngapain pipisnya harus dimasukin wadah?"
"Kata dokter, Melatii." Yuza mengedip jengah. Ia lalu melangkah menuju Melati, mengambil satu wadah tisu di atas meja, lalu menyimpannya dengan cukup kasar di meja portable di hadapan sang istri. Ulahnya membuat Melati syok dan segera menahan mangkok yang bergerak tak seimbang. Bibir Melati mengerucut dalam keadaan bekas bubur yang cukup banyak di sekeliling.
KAMU SEDANG MEMBACA
Melati's love story [TAMAT]
General FictionMelati si cantik, sangat cantik. Si baik, sangat sangat baik, mungkin terlalu baik, namun miskin dan juga menderita, disandingkan dengan si tampan emosional, bergelimang harta, dan penuh kesenangan hidup. Melati sama sekali tidak tahu menahu diriny...