46. Kemarahan Miko

588 39 3
                                    

SELAMAT MEMBACA💘

•••

Markas Vektor malam ini sepi. Hanya ada kelima inti Vektor yang bertugas menjaga Vektor. Setelah patroli tadi, mereka langsung menuju sofa di tengah-tengah markas untuk membahas soal penyelidikan yang masih berlangsung hingga sekarang.

"Karena skill stalking gue enggak main-main, gue dapetin info terbaru," celetuk Tama menepuk dadanya bangga.

"Rektor cuma diketuai oleh tiga orang. Yang pertama Fendi, kedua Dega, dan terakhir Gatra sebagai ketua pengganti Dega. Ketua yang tewas itu namanya Dega kan?" ujar Tama pada keempat inti Vektor lainnya.

"Gue belum tau pasti kenapa Fendi keluar dari Vektor dan bangun Rektor dari nol," ujar Tama lagi membuatnya mendapat tatapan meminta penjelasan.

"Dulu Fendi itu wakilnya bang Derwin." Tama menjawab kebingungan sahabat-sahabatnya.

"Lo tau sejauh itu dari mana, Tam?" tanya Akmal kepo.

Tama memutar ponselnya dan tersenyum miring. "Otak gue cerdas. Ilmu stalking gue setara sama cewek," katanya sombong.

"Gegayaan banget lo," cibir Akmal.

"Jangan iri gitu napa sih, Mal?" Tama mencibir.

"Terus info apa lagi yang lo dapet?" tanya Miko pada Tama.

"Sejauh ini baru itu yang gue dapetin. Info selanjutnya gue kasih tau nanti setelah ada perkembangan."

Lakra berdehem, mengundang atensi dari Miko, Tama, Akmal, dan Endro. Cowok itu mengirim pesan ke grup inti Vektor.

"Lo curiga Fendi bangun Rektor untuk balas dendam ke Vektor?" tanya Miko menoleh ke arah Lakra. Dibalas anggukkan oleh cowok itu.

"Gue juga curiga dia ada dendam pribadi sama bang Derwin," tambah Tama.

"Ini dokumen penting Vektor lo dapet dari mana dah, Kra?" tanya Endro bingung sendiri.

"Lakra waktu itu udah sempet kasih tau gue soal ini. Dia emang tau banyak tentang Vektor," jawab Miko melirik sekilas ke arah Lakra.

Akmal yang sedari tadi membaca dokumen penting Vektor secara berulang-ulang pun semakin pening. "Ini dokumen berdirinya Vektor sampai masa kepemimpinan bang Duta ya?"

"Iyalah, kita kan belum turun tahta," sahut Tama cepat.

"Lo kira kerajaan ada turun tahta-nya?" Akmal menendang kaki Tama pelan, membuat si korban siap membalas.

"Kalo mau ribut jangan di sini," peringat Miko yang malas sekali melihat dua orang itu selalu saling memancing keributan.

"Apa kita tanya aja ke bang Derwin buat lebih jelas lagi soal masalah dia sama Fendi? Gue rasa ada yang nggak beres sama Fendi Fendi ini," ujar Tama mengusulkan.

"Nggak perlu. Kita urus ini tanpa campur tangan ketua-ketua terdahulu," ujar Lakra dingin.

Miko mengerutkan keningnya. "Bukannya kita lebih mudah nemuin jawaban atas semua masalah ini kalo kita cari tau sama ketua terdahulu?" tanyanya.

"Percaya sama gue atau hentikan penyelidikan kita." Lakra menjawab penuh dengan penekanan. Ia tidak mau penyelidikannya dengan sang papa terhambat karena ketua-ketua Vektor terdahulu ikut campur.

"Bokap dan anak buahnya udah bergerak. Lo berempat tunggu aja info selanjutnya dari gue," ujar Lakra membuat mereka semua terkejut.

Miko berdiri. Menatap penuh amarah pada Lakra, wakilnya. "Maksud lo apa libatin bokap lo dan anak buahnya buat nyelidikin kecelakaan Davin Dania dan kematian ketua Rektor?" tanyanya marah.

"Kra, itu tugas inti Vektor. Lo nggak bertanggung jawab kalo begini," kata Tama sama marahnya dengan Miko.

"Selama ini lo yang paling bisa gue andelin, Kra. Lo nggak pernah kecewain gue atau yang lainnya. Tapi kenapa tugas rahasia Vektor bisa sampe ke telinga bokap lo dan anak buahnya?" Miko melempar jaket jeans-nya ke meja dan menarik kaus yang Lakra pakai.

"Lo berempat cukup diam dan tunggu info selanjutnya. Jangan libatin ketua Vektor terdahulu," ujar Lakra mengulangi sembari menepis tangan Miko yang mencengkeram kausnya.

Miko tertawa sumbang dan mengusap rambutnya ke belakang. Ia menggeleng tidak percaya.

"Ketua Vektor terdahulu nggak boleh tau tapi orang luar boleh? Lawak lo, Kra!" ujar Miko meninggikan volume suaranya.

Endro membawa Miko menjauh dan merangkulnya. "Lakra yang paling ngerti urusan beginian, Ko, mending sekarang kita ikut apa kata dia," ujarnya.

"Lo mau ngerendahin gue sebagai ketua Vektor di hadapan ketua-ketua terdahulu dan seluruh anggota Vektor?" tanya Miko semakin marah. Tangannya terus menunjuk ke arah Lakra yang anteng duduk di samping Akmal.

"Kalo lo mau ambil posisi gue sebagai ketua Vektor ambil!"

Mereka terkejut Miko mengatakan itu pada Lakra. Benar-benar di luar dugaan Miko dengan penuh emosi bisa mengatakan itu.

Tama berdiri menghampiri Miko. "Udah, Ko, lo jangan lampiasin emosi lo ke Lakra. Inget dia sahabat lo," peringatnya pelan.

"Dia mau jatuhin gue, terus gue cuma diem aja?" Miko tersenyum miring. "Sekalian aja rebut semuanya dari gue. Rebut!"

Tama melayangkan satu bogeman mentah ke rahang Miko hingga ketuanya itu tersungkur. "UDAH!" sentaknya.

"Lo balik aja," suruh Tama pada Miko. "Pikiran lo lagi nggak sehat. Percuma kalo kita obrolin masalah ini sekarang. Nggak bakal ada titik terang," katanya.

Endro membantu Miko untuk berdiri. Ini kali pertama Miko marah pada Lakra, sebelumnya tidak pernah seperti ini. Pertanyaan-pertanyaan tidak masuk akal mulai melintas di benaknya.

"Bener kata Tama, lo balik aja mending. Tadi sore aja lo abis kalut banget. Pasti nih masih nggak ke kontrol emosi lo," ujar Endro pada Miko.

"Pawang lo udah balik, Ko. Nggak bakal ada yang redamin emosi lo kalo lo masih tetep di sini. Mending balik dulu, kontrol emosi lo. Kalo udah mendingan kita obrolin lagi masalah penyelidikan ini," ujar Akmal ikut berargumen.

"Lo semua mau gue keluar dari Vektor?"

Tama kembali memberi bogeman pada rahang Miko. Malam ini Miko sukses memancing emosinya. Cowok di hadapannya ini seperti bukan Miko yang ia kenal.

"Lo kenapa sih, Ko?" tanya Tama kesal. "Kalo ngomong jangan ngawur!"

Miko tertawa sinis dan berjalan cepat menuju sofa tadi. Menyambar kunci motor dan jaketnya, kemudian berlalu pergi tanpa meninggalkan sepatah kata apa pun.

"Hari ini bener-bener nggak jelas dia," ujar Akmal tidak mengerti lagi dengan sikap Miko yang berubah hari ini.

"Dia tiba-tiba emosi sendiri," tambah Endro.

"Bingung kan lo, Ndro?" tanya Akmal. Endro mengangguk. "Sama gue juga. Bingung banget malah!"

"Tadi habis ngobrol berdua sama Dania dia. Sampe Dania nangis-nangis nggak tau ngobrolin apaan," ujar Endro tadi tidak sengaja mendengar suara tangisan Dania di samping WOP.

"Masalah cewek kalo di bawa sampe ke urusan penting begini emang agak ngeselin, Cok!" ujar Akmal jadi kesal sendiri.

"Miko lagi banyak pikiran. Diemin dulu," ujar Tama. "Jangan lo masukin hati, Kra, kata-kata dia."

Lakra hanya diam. Kemarahan Miko padanya tidak terlalu penting. Yang terpenting sekarang penyelidikannya bersama sang papa harus berjalan lancar dan segera menemukan dalang di balik semua permasalahan ini.

"Gue bakal off dari Vektor buat beberapa waktu ke depan. Gue bakal balik lagi ke Vektor bawa bukti-bukti akurat biar lo semua tau apa yang sebenarnya terjadi," ujar Lakra panjang tetapi masih dengan aksen dinginnya.

"Harus off dari Vektor?" tanya Tama tidak ingin Lakra mengambil langkah itu karena ucapan Miko tadi.

Lakra mengangguk.

"Lo yakin, Kra?"

"Yakin," jawab Lakra. "Gue bakal usut tuntas kasus ini dan temuin siapa pengkhianat di Vektor."

To Be Continue

VEKTOR (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang