12. Two Leaders

866 69 10
                                    

SELAMAT MEMBACA💘

•••

"Rambut kamu kayaknya lebih bagus diwarnain item deh." Gatra mengusap pelan rambut panjang dengan sedikit sentuhan blonde milik Dania yang terurai.

"Enggak!" Dania menggeser tubuhnya agar Gatra tidak lagi macam-macam dengan mahkotanya itu.

"Kenapa sih? Marah-marah terus dari tadi, lagi pms ya?" tanya Gatra dengan nada kesal. "Kita kan mau ngerayain kemenangan kamu. Aku waktu itu udah nurutin kemauan kamu biar nggak dateng langsung ke Duta Race. Eh pas sekarang mau ngerayain, kamu-nya begini."

"Gue ngelarang lo dateng juga buat kebaikan lo, Tra. Lo bisa nggak sih mikir kedepannya gimana kalo lo kemarin dateng ke sana?" Dania jengkel sekali melihat wajah Gatra yang cemberut kesal itu.

"Aku kan mau lihat pacar aku, masa nggak boleh?"

Dania menggeleng tidak percaya saat Gatra mengklaim dirinya sebagai pacar. Padahal kenyataannya ia sama sekali tidak memiliki hubungan dengan Gatra. Catat itu.

"Lagian buat apa sih kamu takut sama ketua Vektor yang baru itu?" tanya Gatra merujuk pada Miko.

"Gue nggak takut sama dia, Tra. Di sana juga ada abang gue, lo tau kan abang gue siapa?" Dania mencoba menjelaskan. "Inget, lo itu ketua Rektor. Vektor sama Rektor hubungannya nggak baik."

"Tapi kan, Sayang—"

"Gatra, please stop it. Gue sama lo cuma sebatas deket atas dasar perjanjian doang. Gue cuma butuh sekali waktu itu, sekarang gue udah nggak butuh lo, Tra," ujar Dania jengah dengan sikap Gatra yang mulai berlebihan padanya.

"Udahlah kita lanjut temenan biasa aja, nggak usah sok sepenting itu di hidup gue."

Kekehan miris Gatra terdengar saat Dania mengatakan itu. Mulut Dania memang kalau ngomong nyelekit sekali, tetapi tidak pa-pa ia akan berusaha membuat cewek itu jatuh ke dunianya.

"Nyakitin tau kata-kata kamu," gumam Gatra pelan sembari menyimpan kedua tangannya ke saku hoodie.

"Maaf." Dania menoleh, melihat Gatra mengalihkan pandangannya ke arah lain. "Maaf kalo kata-kata gue kelewatan. Gue nggak mau lo terlalu bawa perasaan sama gue. Gue takut nyakitin lo nantinya."

Gatra diam. Biarkan saja Dania merasa tidak enak hati sudah menyakiti perasaannya. Ia ingin tahu seberapa berjuangnya Dania agar ia maafkan. Main-main kok sama Gatra.

"Tra," panggil Dania, tetapi Gatra tidak merespons, menoleh pun tidak. "Gatra, Tra!"

Masih, Gatra masih diam. Ia malah memakai tudung hoodie-nya dan duduk membelakangi Dania.

"Lo ngambek ya, Tra?" tebak Dania. "Apa banget sih gitu aja ngambek. Cowok kok ambekan." Jengkel sendiri Dania.

Cowok juga punya hati, timpal Gatra dalam hati.

Dania berdecak kesal lalu bangkit. Ia berdiri menghadap ke arah Gatra yang menunduk. Jika bukan karena ia sudah kelewatan pada Gatra, ia tidak akan mau memohon-mohon pada cowok seperti ini.

"Ayolah ngapain ngambek? Katanya lo mau ngerayain kemenangan gue?" Dania jongkok di depan Gatra dan mengulas sedikit senyumnya. Terpaksa.

"Ketua geng kok ambekan sih? Malu kali, Tra, anggota lo ratusan," cibir Dania. Ia menarik lengan kanan Gatra dan memegangnya. "Gue laper cari makan yuk? Lo nggak laper emang?"

Gatra mengalihkan pandangannya dan menyembunyikan senyum gelinya melihat Dania seperti ini. Segalak dan se-annoying dia, Dania tetaplah cewek yang menggemaskan di matanya.

VEKTOR (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang