SELAMAT MEMBACA💘
•••
Setelah beberapa jam bermain golf, kedua pria dan putra-putri mereka memilih untuk berteduh untuk beristirahat sebentar.
"Kapan-kapan bisa luangin waktu untuk makan malam bersama?" Gani bertanya pada Pram.
"Itu urusan gampang. Kapan pun saya akan luangin waktu. Lagipula sekarang anak-anak kita sudah pacaran," jawab Pram mengacak pelan puncak kepala Dania.
Gani menganggukkan kepalanya dan menoleh pada Miko. Sejak tadi putra sulungnya itu lebih banyak diam dan menampilkan wajah datarnya. Bahkan jarang mengobrol dengan Dania.
"Kalian tidak sedang ada masalah, kan?" tanya Gani pada Miko dan Dania.
Miko menoleh ke arah Dania dan mengulum senyum tipisnya. Ia meraih tangan Dania untuk digenggam, kemudian menjawab, "Miko sama Dania baik-baik aja."
Memang seminggu ke belakang, Miko jarang bertemu dengan Dania. Keduanya sibuk dengan urusan masing-masing. Miko juga jarang datang ke markas dan lebih banyak menghabiskan waktu di rumah. Mereka hanya komunikasi lewat telepon, atau jika sedang bertemu di sekolah.
"Serius?" Gani belum puas dengan jawaban putranya.
"Biasalah anak muda. Wajar kalo ada berantem-berantemnya," kekeh Pram.
"Anak kita berantemnya dewasa ya?" Gani ikut terkekeh. "Lagi berantem tapi tetep masih mau ketemuan. Seolah-olah lagi baik-baik aja."
"Pa, Miko sama Dania nggak berantem," sahut Miko.
Gani menepuk bahu putranya kemudian mengode Pram untuk kembali bermain golf dan memberi ruang kedua remaja itu untuk mengobrol berdua.
Dania menoleh ke arah Miko dan mengulum senyum terbaiknya. Tangan kanannya bergerak untuk menyugar rambut Miko ke belakang.
"Mukanya kaya lagi cape banget. Lo nggak pa-pa kan?" Raut khawatir Dania terlihat jelas saat cewek itu mengusap lembut pipi Miko menggunakan ibu jarinya.
"Enggak, abis main golf kan tadi jadi lumayan lah."
"Tapi dari tadi diem terus. Kalo kenapa-kenapa bilang ya?"
Miko mengangguk dan menggeser tubuhnya mendekat ke Dania. Ia membiarkan kepala Dania menyender di bahunya.
"Gimana Dewa masih ganggu lo lagi?" tanya Miko, karena semalam Dania curhat tiba-tiba Dewa menelponnya berulang kali.
"Udah enggak sih, tapi gantian Rafi yang nge-chat. Jadi pengin ganti nomor lagi," jawab Dania menghela napas panjangnya.
Miko terkekeh pelan, lalu merangkul Dania. Ia menatap penuh sayang pada pacarnya itu. Kali ini ia sudah bisa mengontrol emosi jika Dewa atau Rafi mencoba untuk mendekati Dania. Karena ia yakin, jika Dania masih menyayanginya Dania tidak akan berpaling. Kalaupun Dania berpaling artinya ia gagal membuat Dania cinta padanya.
"Kalo mereka udah macem-macem baru lapor ke gue. Kalo masih bisa lo handle sendiri ya nggak usah," ujar Miko mendapat balasan anggukkan dari Dania.
"Nanti ke markas nggak?" Dania menegakkan tubuh dan merapikan rambutnya yang terurai bebas.
"Iya, hari ini jadwal gue jaga markas. Gue juga nggak mau dicap ketua lepas tanggung jawab kalo nggak kontrol markas langsung."
"Tapi jangan nginep ya? Harus pulang, lo kayanya lagi nggak sehat," ujar Dania menatap serius sepasang manik mata Miko.
"Iya bawel banget." Miko mencubit gemas kedua pipi Dania membuat pacarnya itu mengadu sakit.
KAMU SEDANG MEMBACA
VEKTOR (END)
Teen FictionKisah ini bukan hanya sebatas percintaan, persahabatan, kekeluargaan, tetapi juga ada teka-teki yang harus kalian tuntaskan bersama Miko dan Vektor! "Itu artinya udah nggak bisa lihat cantiknya gue lagi ya?" ••• WARNING! : Simpan yang baik, dan bua...