Sore hari yang masih memancarkan sinar matahari kuat, serta suhu panas khas kota Jakarta yang membuat gerah turut menemani perjalanan Yovan. Cowok itu akhirnya keluar dari rumah tante dan omnya karena merasa tak nyaman. Dua minggu tinggal di rumah yang menurutnya tidak seberapa elit itu, sudah cukup membuatnya jengah."Gue salah apa, sih? Gue salah ngomong, ya? Atau kelakuan gue nggak ada akhlak? Perasaan fine-fine aja," gerutu Yovan, masih merasa tak terima, dan bergelut dengan segala opini dalam pikirannya sendiri.
Jujur, sikap om dan tantenya memang terasa aneh, bahkan sejak dia berdiri di depan pintu rumah kala tiba pertama kali. Sambutan yang berawal hangat mendadak canggung membuat Yovan jadi bertanya-tanya. Dan lagi pernyataan sang sepupu waktu itu yang baru mengetahui bahwa maminya alias tantenya Lia adalah seorang pemilik butik, apa selama ini dia tak tahu?
Pertanyaan-pertanyaan yang tak terjawab itu membuat Yovan melamun di sepanjang perjalanan. Genap dua minggu tinggal di rumah itu, membuat setiap kejanggalan yang dia alami justru menjadi beban pikiran. Sikap yang diperlihatkan sang tante ataupun omnya tidak seperti kebanyakan pada umumnya. Dia bertahan di rumah itu pun hanya karena harus menjalani MPK yang memiliki jadwal padat dan tidak bisa menyempatkan mencari indekos. Hingga pada akhirnya keadaanlah yang memaksanya keluar dari rumah omnya, meski awalnya dia sendiri juga sudah merencanakannya.
Apa jangan-jangan hubungan Om sama Tante tuh nggak baik-baik aja, ya, sama Mami? Batin Yovan mulai berspekulasi.
Cowok itu menghela napas kasar, sekarang bukan waktunya memikirkan hal-hal bodoh seperti itu. Ada yang lebih penting dari segalanya, yaitu alamat yang diberi Om Pras sekarang. Yovan menggaruk kepalanya dan mengerutkan dahi saat sebuah tulisan yang menunjukkan nama daerah yang tentunya masih asing untuknya. Kenapa pula dia mengiyakan untuk berangkat sendiri gara-gara Om Pras mendadak ada keperluan dan tidak bisa mengantar, kalau ujung-ujungnya malah kesana kemari mencari alamat seperti lagunya Ayu Ting-Ting.
"Ini gue harus ke mana? Ah elah ...," gerutu Yovan melirik ke kanan dan kirinya, berharap ada seseorang yang bisa untuk dijadikan objek bertanya.
Sampai akhirnya, sepasang mata cokelatnya menangkap sosok pria yang tengah bersandar di sebuah pos ronda sambil menyesap sebatang rokok. Yovan melangkahkan kaki menuju ke arah pria itu.
"Permisi, maaf mengganggu. Boleh saya bertanya?"
Pria bertubuh cungkring dengan rambut keriting itu langsung menatap Yovan dari atas sampai bawah lamat-lamat. Bahkan tatapan itu juga membuat sang pemilik tubuh juga meneliti dirinya sendiri, barangkali memang ada yang salah.
"Ngapa, Jang?"
"Jang? Nama saya bukan Jangkrik, tapi Yovan."
"Lah, hahahaha, polos amat ya ini anak kayak kertas nasi. Jang itu Bujang maksud gue." Yovan yang akhirnya tertawa canggung.
KAMU SEDANG MEMBACA
𝐆𝑎𝑟𝑎-𝐆𝑎𝑟𝑎 𝒁𝚊𝚎𝚗𝚊𝐛 (TAMAT)
Teen FictionPERINGATAN : MEMBACA CERITA INI BISA MENYEBABKAN KETAWA BENGEK, BAPER MENDADAK, KESAL INGIN MENGHUJAT DAN MALES BEBENAH. #1 - anakkampus *** Gara-gara Zaenab, Yovan jadi menyadari, bahwa bahagia itu bukan dicari, tapi diciptakan. Ini adalah cerita s...