Suasana dalam rumah yang hampir 17 tahun ditempati itu sekarang jelas sudah berbeda. Biasanya, ada saja kehangatan yang terjadi dan tidak pernah sesenyap ini. Hal itu dirasakan oleh Alesa yang menatap sikap dingin suaminya.
Apalagi, ketidak hadiran sang anak, Lia, yang kini lebih memilih tinggal sendiri setelah pengakuan Pras waktu itu. Jujur, Alesa merasa sedih karena semakin lama rumah itu kehilangan hal yang membuatnya bahagia.
Semua itu gara-gara Yovan. Andai anak itu tidak datang, semua pasti masihlah normal. Alesa memaksa melesungkan senyum sembari membawa secangkir kopi untuk diberikan pada suaminya yang tengah duduk di sofa sembari menatap ponsel pintarnya.
"Pras, aku buatin kopi buat kamu. Gimana restoran? Lancar?" tanya Alesa basa-basi.
Hanya ada anggukan tanpa balasan berarti dari Pras. Sudah beberapa bulan sejak kepergian Yovan dari rumah itu, sikap pria itu berubah drastis. Tidak ada lagi sapaan perhatian, tidak ada lagi sikap yang lembut bahkan basa-basi yang selalu mereka lakukan setiap akan tidur, semua sudah berbeda.
Kala mengingat semua itu, Alesa kembali meradang. Kebahagiaan dan merasa memiliki keluarga utuh yang selama ini ia impikan tidak boleh berantakan seperti ini. Alesa duduk di sebelah Pras tanpa perlu meminta izin atau bertanya apakah sang suami terganggu atau tidak.
"Aku seneng banget hari ini. Kamu mau tau enggak kenapa?"
Prasetyo masih terdiam dan fokus pada ponsel pintarnya.
"Pras ih!"
"Hemm?"
"Hari ini aku seneng banget. Mulai sekarang udah nggak akan ada yang bakal gangguin keluarga kita lagi."
Mendengar hal itu, Pras seketika menghentikan tatapannya pada layar ponsel. Nada tanpa beban dari Alesa cukup mencurigakan, apalagi pernyataan yang menyangkut kehidupan mereka sekarang. Bukan tanpa alasan, pertengkaran kini selalu terjadi hanya karena mendebatkan soal anak kandungnya semata.
"Maksudnya apa?"
Alesa melesungkan senyum. Akhirnya Prasetyo memperhatikan ucapannya kali ini dan tidak lagi diam. Ia menatap sang suami yang mungkin penasaran dengan pernyataannya.
"Iya. Kita nggak akan diganggu sama anak kamu atau mantan istri kamu itu, kamu seneng kan? Aku aja seneng banget."
"Apa maksud kamu, Sa?"
Alesa menghela napas sejenak. "Ya Yovan udah nggak balal ganggu kita lagi. Dia sendiri yang bilang di depanku kok. So, mulai sekarang hidupku dan kamu bakal tenang."
Deg.
Pras yang sama sekali tak menyela dengan jelas mendengar semua pernyataan sang istri pun jadi murka. Kesepuluh jemarinya sudah mengepal menahan amarah. Sejauh ini ia sudah berusaha mengerti apa yang Alesa mau. Namun, entah, Pras bahkan tak mengerti bagaimana sang istri yang tetap tak mampu menerima kehadiran anak kandungnya itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
𝐆𝑎𝑟𝑎-𝐆𝑎𝑟𝑎 𝒁𝚊𝚎𝚗𝚊𝐛 (TAMAT)
Teen FictionPERINGATAN : MEMBACA CERITA INI BISA MENYEBABKAN KETAWA BENGEK, BAPER MENDADAK, KESAL INGIN MENGHUJAT DAN MALES BEBENAH. #1 - anakkampus *** Gara-gara Zaenab, Yovan jadi menyadari, bahwa bahagia itu bukan dicari, tapi diciptakan. Ini adalah cerita s...