Di waktu yang sama, pada sudut yang berbeda.
Pagi yang cukup cerah di hari yang sakral bagi Zaenab untuk merubah seluruh masa depannya yang terus terpaku dalam pikiran. Di dalam kamar yang sejenak dikhususkan sebagai ruang rias, Zaenab sudah di sana sejak pukul tujuh tadi. Riasan yang sudah tersemat membuatnya terlihat berbeda.
Jika memang ini pernikahan yang diharapkan, maka senyum yang akan ditorehkan Zaenab membuatnya benar-benar terlihat cantik seperti bidadari, bahkan mungkin bidadari kalah cantik darinya. Namun sayang, tatapan sendunya lurus ke arah cermin tanpa perlawanan apa pun pada apa yang dilakukan perias di wajahnya.
"Kenapa deh, Neng? Kok kayaknya galau amat yang mau nikah ini. Seneng dong harusnya."
Zaenab menatap perias itu dari arah cermin yang ada di depannya dan sejenak melesungkan senyum, walau sangat tipis.
"Nah gitu dong, kan cantiiik. Deg-degan pasti ya? Dah ini udah cakep," ujar perias yang menerapkan pulasan terakhir pada make up di wajah Zaenab.
Banyak hal yang dipikirkan Zaenab, bahkan saat ini di genggaman tangannya sedari tadi masih ada sebuah benda yang sangat sederhana, tetapi memiliki sejuta hal yang sulit dilupakan.
"Udah selesai?"
Suara itu menyapa dengan lembut dari ambang pintu. Yuna, sang kakak ipar sudah berdiri di sana dan mulai melangkah ke dalam. Sementara sang perias sudah berbenah merapikan barang bawaannya.
Sejenak, Yuna menatap Zaenab yang masih terlihat murung beberapa waktu ini. Wanita itu merasa yakin bila ada yang disembunyikan dari adik iparnya itu selain ... kehamilannya. Namun, sulit untuk menelisik lebih jauh kalau Zaenab yang sekarang tidak lagi seperti biasanya.
Zaenab lantas berdiri dan menatap sang kakak ipar. Sementara Yuna juga menatap Zaenab dan memegang kedua lengannya.
"Siap, kan?"
Pertanyaan itu membuat Zaenab menatap sang kakak ipar. Tatapan yang bertahan cukup lama itu akhirnya membuat anggukan kecil yang membuat Yuna melesungkan senyumnya.
"Zae udah beneran siap sama semua ini?"
Ada tatapan yang merujuk pada sebuah pertanyaan, walau Zaenab tidak berbicara sedikit pun sekarang.
"Mbak ngerti, kayaknya masih ada yang ngeganjel di hati kamunya. Tapi Mbak nggak tau kamu mikirin apa, Mbak cuman mastiin kamu bahagia sama keputusan kamu sendiri, sayang."
Zaenab kembali terdiam, belum menanggapi ucapan Yuna. Bisa dibilang, Zaenab sama seperti Yovan, mau tak mau harus berbohong. Sebuah hal yang jelas membuat pikiran cewek berusia 19 tahun itu terbebani.
"Gapapa, Mbak."
Ada helaan napas dari Yuna mendapati sikap Zaenab yang sekarang. Hanya satu dua patah kalimat yang terucap, jelas bukan Zaenab si cerewet dan itu membuat kakak iparnya selalu berpikiran lain atas semua yang terjadi.
KAMU SEDANG MEMBACA
𝐆𝑎𝑟𝑎-𝐆𝑎𝑟𝑎 𝒁𝚊𝚎𝚗𝚊𝐛 (TAMAT)
Genç KurguPERINGATAN : MEMBACA CERITA INI BISA MENYEBABKAN KETAWA BENGEK, BAPER MENDADAK, KESAL INGIN MENGHUJAT DAN MALES BEBENAH. #1 - anakkampus *** Gara-gara Zaenab, Yovan jadi menyadari, bahwa bahagia itu bukan dicari, tapi diciptakan. Ini adalah cerita s...