Semesta terus melaju, seminggu pun telah berlalu.
Pagi itu, tepat di depan sebuah rumah bertingkat dua, Yovan berdiri diam dan belum berniat masuk sama sekali. Wajahnya masih tersemat bekas luka lebam yang cukup jelas. Namun, agaknya kali ini tubuhnya sudah bisa untuk sekedar berdiri dan melangkahkan kakinya buat menyelesaikan hal yang tertunda karena ulahnya minggu lalu.
Tidak ada ocehan yang menyapa telinga cowok yang berdiam sedari lima menit lalu. Biasanya, pasti ada suara Bunda Aya yang sibuk teriak-teriak dari lantai bawah buat membangunkan Zaenab. Yovan bahkan sampai hafal betul bagaimana suasana pada tiap paginya di rumah Zaenab.
"Zaeee, astagfirullah bocah ngapa tidurnya kayak kebo daaah! Tidur ape mati luuuu? Ayoo, bangoooon!!!" teriak Bunda Aya dari tangga paling bawah sembari membawa baskom yang berisi adonan bakwan.
"Zaenabb. Ya Gustiiii, bangun nggak lo! Gue hitung ya ... satu, dua ...."
Sementara Yovan yang cuma menyaksikan semua itu selalu tersenyum sampai tertawa kecil kala mendapati momen yang mustahil terjadi di dalam rumahnya sendiri.
"Bunda, biar Yovan aja yang bangunin. Kalo diketuk pintunya mungkin Zae denger dan mau bangun," ujar Yovan, menawarkan diri seperti biasa.
"Ck, tuh bocah emang dah, kalah sama bujang bangunnya pagi terus. Ya udah sono deh bangunin Zae. Suruh mandi habis itu sarapan."
Sekali lagi Yovan tersenyum, semua yang merupakan kebiasaannya dulu semasa tinggal di rumah bertingkat dua itu mendadak seolah menjadi satu kenangan yang entah ... apakah bisa terulang atau tidak.
Yovan menarik napas, meremat kesepuluh jemarinya dan menunduk. Yovan kangen akan semua itu, tetapi bahkan pagi ini tidak ada suara yang membuat Yovan sempat tertarik ke beberapa bulan sebelum ia tinggal di indekosnya. Padahal Yovan yakin ia sudah datang sangat pagi di mana biasanya suara Bunda Aya tidak akan pernah absen untuk membangunkan anak gadisnya.
Disisi lain, andai orang-orang menyadari bahwa cowok yang berdiri dengan memakai hoodie dan masker itu adalah Yovan, mungkin tetangga yang sedari tadi berlalu lalang akan menegurnya. Mengingat kejadian keributan satu minggu lalu sangat heboh dan semua itu gara-gara Yovan, sangat mungkin kalau bujang itu tidak akan diterima di kampung tersebut.
Namun, saat ini semua tersamarkan dengan cukup baik, sehingga tidak ada satu pun yang berhasil mengenalinya. Walau Yovan sadar ada beberapa pandangan yang sudah mencurigai walau tidak ada yang benar-benar menegurnya.
"Yovan?"
Deg.
Yovan yang tadinya menunduk guna sambil terus membangun keberaniannya langsung menegang. Perlahan tapi pasti pandangannya mengikuti arah suara yang memanggilnya. Tepat di depan mata, pada pintu rumah yang sedari tadi ia perhatikan, kini terbuka.
KAMU SEDANG MEMBACA
𝐆𝑎𝑟𝑎-𝐆𝑎𝑟𝑎 𝒁𝚊𝚎𝚗𝚊𝐛 (TAMAT)
Ficção AdolescentePERINGATAN : MEMBACA CERITA INI BISA MENYEBABKAN KETAWA BENGEK, BAPER MENDADAK, KESAL INGIN MENGHUJAT DAN MALES BEBENAH. #1 - anakkampus *** Gara-gara Zaenab, Yovan jadi menyadari, bahwa bahagia itu bukan dicari, tapi diciptakan. Ini adalah cerita s...