"Astagfirullah Mah!" Suara bariton muncul dari balik pintu, pria paruh baya dengan setelan baju polo kuning serta celana bahan warna dinas kepolisian seketika menyapa netra Yovan.
"Ini kenapa, Mel!? Kenapa Mamah pingsan!?" Tanya pria paruh baya itu yang tak lain adalah Kakeknya Yovan.
"Nanti Mel jelasin, mending bawa Mamah ke dalem dulu!" Jawab Melinda yang berdiri dan memberikan instruksi pada supir serta tukang kebun yang kebetulan tengah menyapu halaman untuk membopong Ibunya masuk.
Seketika Yovan membatu dan bingung harus apa. Dikarenakan emosi yang sudah lama ditahan, kata-katanya justru membuat Neneknya langsung pingsan.
***
Lima belas menit berlalu ...
"Sebenernya ada apa sih, Van?" Tanya sang Kakek yang saat ini tengah terduduk di ruang tamu.
Sedang yang ditanya duduk di sofa seberang berdampingan dengan Mbak Aisa. Disisi lain, Sang Ibu Melinda tengah sibuk seolah mencari sesuatu di ruangan lain dan tidak berada di sana.
"Kamu ndak bercanda, kan, Le?" Tanya Neneknya Yovan yang beruntung sudah terbangun meski masih lemas dan duduk menyandar bersanding dengan suaminya.
Yovan menghela nafasnya, mencoba menahan kembali emosinya. Takut kalau-kalau Neneknya kembali pingsan dibuatnya.
"Kenapa tanya aku? Tanya Mamih lah, Oma!"
Tak berapa lama, Melinda pun datang membawa beberapa amplop cokelat yang entah apa isinya lalu duduk di sofa single yang berada di antara sofa Kakek, Nenek dan Yovan, Aisa. Tiba-tiba ruangan bernuansa eropa klasik dengan warna krim dan emas tua senada dengan warna sofanya itu menjadi hening tat kala Melinda membanting amplop cokelat yang di bawa ke meja kayu berpernis cokelat mengkilap yang terletak di tengah-tengah mereka.
"Mel ... Apa bener?" Tanya Sang Nenek.
"Bener apanya sih, Mah!?" Melinda justru balik bertanya.
"Ck, kamu tuh ya kalo di tanya ya jawab, Mel!" Sentak Sang Ayah.
"Ya mau jawab apa!? Orang ditanya cuman benar-bener benar-bener, enggak jelas!" Balas Mel membentak Sang Ayah.
"MEL—"
"Benerkan Mamih rebut laki orang!?"
"HAH!?" Kini giliran Sang Kakek yang tersentak dan melotot mendengarnya.
Brak!
"KAMU KOK JADI BEGITU SIH!?" Murka Sang Kakek pada anaknya, Melinda.
"Ck, Yovan!!! Kenapa malah nuduh Mamih yang enggak-enggak sih!?" Melinda justru mengabaikan kemurkaan Ayahnya dan justru membentak Yovan.
"Pah ... Istigfar ..." Neneknya mencoba menghentikan kemarahan sang suami.
Meski ia tahu bila Melinda sama sekali tak takut pada Ayahnya meskipun sedang marah. Sebab sifat keras Melinda memang turunan dari Ayahnya sendiri. Bagai membenturkan batu dengan batu, sama-sama keras dan takkan pernah berakhir. Untuk itu ia membujuk salah satunya agar mau mengalah.
KAMU SEDANG MEMBACA
𝐆𝑎𝑟𝑎-𝐆𝑎𝑟𝑎 𝒁𝚊𝚎𝚗𝚊𝐛 (TAMAT)
Roman pour AdolescentsPERINGATAN : MEMBACA CERITA INI BISA MENYEBABKAN KETAWA BENGEK, BAPER MENDADAK, KESAL INGIN MENGHUJAT DAN MALES BEBENAH. #1 - anakkampus *** Gara-gara Zaenab, Yovan jadi menyadari, bahwa bahagia itu bukan dicari, tapi diciptakan. Ini adalah cerita s...