Yovan masih terjebak di tol sudah hampir enam jam dan sekarang pukul empat pagi, jalan tol satu ruas itu baru mulai mengurai. Jelas Yovan sudah uring-uringan bahkan tidak mampu sejenak memejamkan mata, ia terlihat pasrah dengan semua keadaan yang ada.
"Pak, berapa jam lagi ke Jakarta?" tanya Yovan yang tampak lelah. Lelah berpikir, lelah fisik dan tentunya lelah mental.
"Kalau dari sini kira-kira dua sampai tiga jam lagi, lah, Mas."
Kembali Yovan menatap arlojinya. Itu tandanya ia akan sampai di Jakarta kurang lebih pukul tujuh pagi. Masih ada waktu sebelum akad itu terlaksana, ia tetap berharap semua masih bisa diubah.
Sejenak, hening melingkupi Yovan, dikarenakan ingatannya tentang segala hal tentang Zaenab muncul dalam kepalanya. Semua yang sudah mereka lakukan, kedekatan yang terjadi, canda tawa serta kekonyolan Zaenab bahkan perasaan yang telah terucap jelas tidak akan terlupakan begitu saja.
Kadang kala Yovan masih menyalahkan dirinya sendiri atas ketidak peduliannya pada Zaenab setelah sakit hati itu mendominasi sanubarinya. Ia menyesal memblokir seluruh kontak dan sama sekali tidak mengetahui segala hal di Jakarta.
Andai ia tahu lebih awal, andai ia tahu Zaenab hamil, jelas bukan Tantan yang akan menikahi cewek bersuara cempreng itu. Walau, jujur, Yovan belum siap sepenuhnya, tetapi bukan berarti Tantan yang harus menggantikannya untuk menjadi ayah dari jabang bayi dalam perut Zaenab.
Zae ... gue minta maaf.
Yovan mengembuskan napas berkali-kali untuk tidak jatuh terlalu dalam pada rasa sedih dan penyesalan. Walau lara hati itu terus bergulir membentuk sebuah perasaan kalut, tetapi Yovan lebih terpikirkan untuk menyiapkan kalimat apa yang akan diucapkannya pada orang tua Zaenab.
Pak Galih udah baik banget sama gue, Bunda juga ... Gue harus ngomong apa sama mereka?
Batinnya terus menerus bertanya-tanya, buat Yovan tenggelam dalam lamunannya. Sebab, ada hal yang lebih penting sekarang.
Membayangkan dirinya bakal berhadapan langsung dengan kedua orang tua Zaenab, membuatnya kembali gugup. Tak perlu dijelaskan lagi, toh sejak awal Yovan memang bukanlah cowok pemberani untuk menghadapi segala sesuatunya, walau di sisi lain ia sangat yakin untuk bertanggung jawab.
Biarpun mobilnya mulai berjalan lancar, sekarang justru pikirannya yang stuck dan bingung bagaimana caranya berbicara.
"Mas Yovan kalau mau tidur, tidur aja dulu, Mas. Masih agak jauh ini."
"Hah? Eh, enggak kenapa-kenapa, Pak. Kalau bisa ya agak dicepetin dikit aja biar cepet sampe."
"Maaf ya, Mas. Maaf banget nih kalau Pak Karyo nanya, itu Mas ke Jakarta buru-buru banget? Soalnya anu, Ibu pesen ndak boleh terlalu ngebut, apalagi Mas tadi tau sendiri kan ada kecelakaan beruntun gitu. Ya Pak Karyo cuman mau jaga keselamatan Mas Yovan aja gitu."
KAMU SEDANG MEMBACA
𝐆𝑎𝑟𝑎-𝐆𝑎𝑟𝑎 𝒁𝚊𝚎𝚗𝚊𝐛 (TAMAT)
Ficção AdolescentePERINGATAN : MEMBACA CERITA INI BISA MENYEBABKAN KETAWA BENGEK, BAPER MENDADAK, KESAL INGIN MENGHUJAT DAN MALES BEBENAH. #1 - anakkampus *** Gara-gara Zaenab, Yovan jadi menyadari, bahwa bahagia itu bukan dicari, tapi diciptakan. Ini adalah cerita s...