"Gue bilang pergi ya pergi!"
Jari telunjuk Darti terus menggantung di udara. Tatapan tajam tertuju pada sosok di depannya menandakan kalau Darto jelas tidak mau tahu apapun. Tentu sulit bagi keluarganya menerima semua kekecauan yang terjadi dan fakta yang sebenarnya. Apalagi dirinya yang berusaha untuk tidak meluapkan lagi emosi yang jelas belum hilang.
Banyak dampak yang terjadi baik bagi Zaenab yang kembali kehilangan kontrol akan kewarasannya, semua itu juga berdampak pada Bunda Aya yang tentu syok akan semuanya. Beruntung wanita paruh baya itu masih tetap terjaga walau setelah kejadian tadi dirinya tenggelam dalam kebisuan. Sedang Pak Galih pun hanya bisa berada di sampingnya menenangkan istrinya, meskipun hatinya adalah yang paling terluka.
"Tolong kasih saya kesempatan untuk bicara, Mas. Saya benar-benar minta maaf. Saya minta maaf karena anak saya sudah mengacaukan semua ini. Saya minta maaf karena Yovan sudah keterlaluan. Mas, tolong kasih saya waktu sedikit aja untuk bicara sama keluarga, Mas."
"Enggak!!! Buat apa? Mending lo berdua pergi dari sini!!!" Darto mengayunkan kedua tangannya, mengusir Melinda dan Prasetyo yang sedari tadi berdiri di depan pintu rumah orang tuanya.
Namun, wanita yang sudah bertekad sejak tahu kondisi Yovan tadi, jelas tidak akan mundur. Sudah sejak sepuluh menit lalu Melinda memohon untuk kesekian kalinya agar ia bisa meluruskan semua masalah yang terjadi. Meski terpaksa, ia tetap pergi bersama Prasetyo, sebab ia tidak tahu dimana rumah Zaenab. Iya, hanya berdua, sebagai ... sepasang orang tua Yovan.
Sementara Yovan, cowok yang tadinya penuh dengan tekad membara itu justru tiba-tiba ambruk tidak sadarkan diri. Melinda yang panik pun hendak segera membawa sang anak ke rumah sakit atau klinik terdekat. Namun, semua itu dicegah oleh Aisa yang mengambil alih untuk menangani Yovan, sementara Melinda mengurus tuntas urusannya dengan keluarga Zaenab.
"Udah Mel, kamu urusin ke keluarga Zae. Mumpung masih ada di sini. Yovan aku aja yang urus sama Pak Karyo. Biar semua jelas, Mel."
"Tapi—"
"Udah kamu tenang. Yang penting sekarang gimana Zaenabnya. Kamu harus ketemu sama dia. Minta anter dia aja buat ke rumah Zaenab. Dia pasti tau," ujar Aisa yang menunjuk Prasetyo dengan dagunya.
"Oke ... Tapi abis dari rumah sakit kamu nyusul, ya. Yovan biar sama Pak Karyo dulu. Aku nggak mau sama dia lama-lama." Nampak raut cemas pada wajah cantik Mel yang sedari tadi sudah berderai air mata.
Sementara Aisa mengangguk guna meyakinkan Melinda, meski Melinda sendiri masih tampak ragu. Namun, akhirnya ia mengambil keputusan cepat itu. Sampailah hingga saat ini, dengan menepiskan sejenak kekhawatirkan yang ada serta rasa tidak nyamannya, ia dan Prasetyo pun sudah berada ke rumah Pak Galih untuk menyelesaikam perkara yang sudah ditimbulkan sang anak mereka.
"Nak, udah. Biarin ibunya Yovan masuk dulu. Gak enak sama tetangga, Nak."
Suara bariton dibarengi sebuah tepukan halus di pundak Darto seketika membuat pria itu menurunkan ketegangan di raut wajahnya. Sejenak menatap mata sang Ayah, menghembuskan napas kasar lalu kemudian ia mundur dan masuk ke dalam rumah.
KAMU SEDANG MEMBACA
𝐆𝑎𝑟𝑎-𝐆𝑎𝑟𝑎 𝒁𝚊𝚎𝚗𝚊𝐛 (TAMAT)
Fiksi RemajaPERINGATAN : MEMBACA CERITA INI BISA MENYEBABKAN KETAWA BENGEK, BAPER MENDADAK, KESAL INGIN MENGHUJAT DAN MALES BEBENAH. #1 - anakkampus *** Gara-gara Zaenab, Yovan jadi menyadari, bahwa bahagia itu bukan dicari, tapi diciptakan. Ini adalah cerita s...