"Gimana?" bisik Ghofur pada Yovan yang tengah melihat-lihat bagian rumah yang ada di pinggir jalan besar, tepat beberapa meter dair gang rumah Ghofur.
Kalau dari harga memang terbilang sedikit miring, jika pertahunnya hanya 35 juta. Apalagi rumah ini bangunan baru, meskipun belum 100% selesai, hanya bagian dapur yang perlu renovasi lagi, tetapi tempatnya strategis.
Rumah ini juga tidak terlalu besar dan tidak kecil. Ruang tamunya lumayan luas, kamarnya ada tiga.
Bangunannya enggak begitu rumit, dari depan berbentuk L. Di pintu masuk langsung disuguhkan oleh ruang tamu, lalu masuk ke kiri ada kamar utama, dan di sebelah kanan terdapat dua kamar lagi, tengahnya itu ruang keluarga.
Setelah ruang tengah, ada kamar mandi dan dapur yang pintunya ada depan dan belakang. Pintu depan langsung lurus ke garasi mobil, sementara pintu belakang menuju ke halaman belakang dan tempat jemuran. Cukup untuk ukuran ditinggali sama seorang.
"Ambil yang ini aja, Bang. Kayaknya pas, nggak perlu masuk-masuk."
"Deal, ya. Gue omongin sama yang punya, biar dapet keringanan biaya. Kali aja bisa diskon sejuta dua juta buat tahun ini, kan?" Bisik Ghofur lagi.
Yovan hanya mengangguk dan tidak meragukan lagi tentang tawar menawar yang dilakukan Ghofur. Biasanya memang bisa mendapatkan harga yang sesuai dan tidak saling merugikan.
Yovan kembali menatap bangunan stau lantai berwarna putih itu. Ada secercah senyum di bibirnya.
Walau cuman baru mengontrak, setidaknya Yovan cukup berbangga. Semua yang dikeluarkannya selama empat tahun ini untuk membeli ini itu, semua dari hasil jerih payahnya sendiri.
Walau harus menahan diri untuk membeli barang-barang pribadi, tampaknya tidak ada masalah bagi Yovan.
Bahkan karena sudah terjun sendiri mencari lembaran uang, Yovan jadi mengerti, susahnya bekerja hanya untuk sesuap nasi.
Hal itu juga membawa sisi positif untuk Yovan yang sejauh ini sangat menghargai uang dan tidak lagi menghambur-hamburkan untuk barang-barang tidak berguna atau menyepelekan semua dengan materi.
Jauh seperti masa remajanya dulu yang apa-apa tinggal meminta ke Mamihnya yang langsung memberikannya. Terlebih pada Dewa, Yovan malah mengajarkan hal yang lebih sederhana.
Meski Yovan menuruti semua kemauan Dewa, tetapi juga ia memberi tahu Dewa bahwa ada waktu-waktu tertentu di mana semua permintaannya tidak bisa Yovan turuti seketika.
Walau awal-awal cukup sulit karena usia Dewa yang masih balita, ditambah rasa kepo Dewa yang masih super tinggi.
Yovan hanya mau mengajarkan kepada Dewa, bahwa materi tidak mampu membeli segalanya walau segalanya memang masih membutuhkan materi. Kebahagiaan, kasih sayang dan kehadiran orang tua lebih dari segalanya untuk membentuk mental seorang anak.
KAMU SEDANG MEMBACA
𝐆𝑎𝑟𝑎-𝐆𝑎𝑟𝑎 𝒁𝚊𝚎𝚗𝚊𝐛 (TAMAT)
Teen FictionPERINGATAN : MEMBACA CERITA INI BISA MENYEBABKAN KETAWA BENGEK, BAPER MENDADAK, KESAL INGIN MENGHUJAT DAN MALES BEBENAH. #1 - anakkampus *** Gara-gara Zaenab, Yovan jadi menyadari, bahwa bahagia itu bukan dicari, tapi diciptakan. Ini adalah cerita s...