Pada akhirnya, sikap Zaenab yang terbuka, akhirnya kembali membawa Melinda ke kediaman Pak Galih. Dan, sambutan baik keluarga besar Zaenab, seolah menambah kebahagiaannya yang kini bisa bermain bersama sang cucu."Jalan-jalan, yuk, Za."
"Heee, jalan-jalan? Ke manaaa?"
"Ke mall, yuk? Mami mau beliin Dewa mainan sama kamu juga. Mumpung Mami di sini, nanti kalau Mami balik ke Jogja nggak bisa main-main lagi."
Ada keraguan di wajah bular milim Zaenab, bukan karena tidak mau diajak Melinda, tapi Zaenab merasa segan.
"Udah, jangan banyak mikir. Gantiin baju Dewa dulu, gih. Mami tunggu di ruang tamu yaa."
Zaenab hanya mengangguk, sementara Melinda keluar dari kamar Zaenab yang sekarang ada di lantai bawah, tepatnya di kamar yang dulu Yovan tempati. Zaenab bengong sejenak, sebab jujur dia tidak pernah memimpikan hal seperti ini.
Zaenab lalu menatap ke arah Dewa, bocah kecil yang masih sibuk dengan mainannya itu juga sama sekali tidak pernah terlintas dalam pikirannya. Tapi tiba-tiba saja kondisinya sudah seperti sekarang.
Apalagi, saat Zaenab melihat kedekatan mamihnya Yovan dengan ibundanya yang terlihat seperti kawan lama, rasanya ada hal yang menyenangkan di hati.
"Ayo, gantenggg, ganti bajunyaaa. Mau diajak jalan-jalan Glamy tuh. Maau, khannn?"
Mata bulat bocah kecil itu pun langsung menatap ke arah Uminya. Dewa kemudian berdiri dan lantas melompat-lompat antusias.
"Hayoooo. Pake celanaaa, sama bajuuu." Bahkan anak sekecil itu sudah paham untuk berganti baju saat diajak keluar.
Sementara Zaenab jelas sudah sibuk mengambil baju Dewa dari almari yang persis di sampingnya.
Tidak butuh waktu lama, Zaenab dan Dewa pun sudah siap. Mamah muda itu keluar dari kamar dan menuju ke ruang tamu, di mana Bunda Aya dan Mami Melinda sedang berbincang sambil sesekali tertawa. Entah, apa yang dibicarakan, padahal terakhir kali bertemu tidak ada tegur sapa, melainkan air mata yang berbicara.
Tapi sekarang, semua seakan berubah. Walau mungkin ia belum mampu menerima hati Yovan dan niat Yovan yang berkali-kali ingin melamarnya, sikapnya pada ibunda Yovan tidak bisa disamakan. Wanita paruh baya itu berhak atas cucunya, apalagi tidak setiap hari Melinda bisa bertemu.
"Glamyyyy."
Anak kecil memang sosok yang paling jujur dan peka terhadap sikap seseorang.
Buktinya, baru juga beberapa jam Dewa mengenal nenek dari papinya itu, Dewa sudah sering nempel ke Melinda, nyaman.
"Cucu Glamy udah ganteng. Udah siap pergi?"
"Yes, Let's go, Glamy!"
Ada raut terkejut terukir wajah Melinda. Sepanjang berkenalan dan bersama beberapa jam ini, ia tidak pernah mendengar Dewa menggunakan bahasa asing sedikit pun. Tapi tiba-tiba Dewa ngomong bahasa inggris dengan lancar pula. Melinda pikir anak seusia Dewa masih dibahasakan satu bahasa saja, agar bisa lancar berkomunikasi.
KAMU SEDANG MEMBACA
𝐆𝑎𝑟𝑎-𝐆𝑎𝑟𝑎 𝒁𝚊𝚎𝚗𝚊𝐛 (TAMAT)
Ficção AdolescentePERINGATAN : MEMBACA CERITA INI BISA MENYEBABKAN KETAWA BENGEK, BAPER MENDADAK, KESAL INGIN MENGHUJAT DAN MALES BEBENAH. #1 - anakkampus *** Gara-gara Zaenab, Yovan jadi menyadari, bahwa bahagia itu bukan dicari, tapi diciptakan. Ini adalah cerita s...