"Zaeee, kita sampe kapan sih di sini?" tanya Lisa yang sedari tadi duduk berdiri sepanjang waktu.
Namun, Zaenab yang sedari tadi justru duduk di kursi plastik depan sebuah kantor bertuliskan Ruang Senat Universitas itu, hanya mengedihkan bahu. Jendela di ruangan itu tetutup dengan kelambu yang tidak tembus pandang dan pintu yang juga terkunci rapat. Dari luar hanya terdengar sedikit suara perdebatan, tetapi tidak akan jelas apa yang dibahas. Semua itu pertanda bahwa di dalamnya sedang terjadi rapat serius.
"Zae, balik dulu aja yok. Ke kantin kek gitu, gue laper asliii."
"Bentar lagiiii, Liiis. Sabar aja dikit dooong, gue juga males banget bolak-balik. Lo tau kan ini lantai paling atas. Kalo ada lift sih enak, ini mah naik tangga. Gilaaa gue bisa bengek kalo harus naik turun."
"Lagian ya, Tantan mau nitip apaan sih? Nggak bisa apa nemuin lo aja."
Kembali, Zaenab hanya menggeleng tanpa tahu jawabannya. Perihal bagaimana ia bisa sedemikian rupa pada Tantan, jawabannya sederhana. Tantan sudah baik padanya, apapun cowok itu lakukan untuk cewek berpipi bulat itu. Tidak salah bukan, jika sesekali Zaenab yang datang bukan Tantan yang harus menemui?
Di tempat yang sama. Di dalam ruang senat, Tantan, sebagai ketua senat jelas berada di dalamnya. Cowok itu tadinya meminta Zaenab untuk menemui karena ingin memberi sesuatu. Ia pikir rapat akan segera selesai seperti yang sudah-sudah, tetapi nyatanya sudah beberapa jam berlalu cowok yang duduk di sebuah kursi kulit di ujung meja oval ini masih setia di tempat duduknya.
Ruangan luas berwarna putih dengan beberapa bendera organisasi di pojok depan menjadi saksi, ada kegelisahan yang terpatri di wajah Tantan. Pikirannya terpecah belah oleh fokusnya dengan rapat internal yang terjadi serta Zaenab yang jelas masih ada di depan ruangan.
"Oke, jadi gini ... karena bentar lagi emang udah mau diadakan pemilu raya. Ya dalam waktu dua bulan paling pendek satu bulan semua harus siap. Pengumuman apapun juga harus segera disampaikan. Terus juga nanti pantau kegiatan BEMU apa sudah selesai semua atau berapa persen yang belum terlaksana. Pastikan juga nanti ketika pemira enggak ada kesalahan dan semua bisa lancar tanpa masalah."
Sebuah tangan menunjuk ke atas. Pemuda yang berada di barisan kiri bangku ketiga ingin berpendapat.
"Permisi, gue masuk ya ... ini kita emang bisa lakuin tapi ... ada tapinya nih, kalian tau dua partai paling mayoritas ini udah sejak lama jadi musuh bebuyutan. Sekarang aja udah ada black campaign, Tan."
"Black campaign berupa apa?"
"Di fakultas gue, di ekonomi, ada di madingnya lah ... satu sampai dua udah pada pasang poster calon kandidat. Padahal kita belum umumin kalau udah boleh sebar begituan. Mereka tuh mau doktrin maba sama junior-juniornya, jadinya para maba ini nanti bakal nggak objektif lagi liat partainya."
"Sama di gue juga, di pertanian malah buanyak banget yang udah koar-koar, anjir," timpal gadis berkacamata yang duduk di bangku pertama sebelah kiri Tantan.
KAMU SEDANG MEMBACA
𝐆𝑎𝑟𝑎-𝐆𝑎𝑟𝑎 𝒁𝚊𝚎𝚗𝚊𝐛 (TAMAT)
Teen FictionPERINGATAN : MEMBACA CERITA INI BISA MENYEBABKAN KETAWA BENGEK, BAPER MENDADAK, KESAL INGIN MENGHUJAT DAN MALES BEBENAH. #1 - anakkampus *** Gara-gara Zaenab, Yovan jadi menyadari, bahwa bahagia itu bukan dicari, tapi diciptakan. Ini adalah cerita s...