Senja di ufuk barat mulai meredup, langit yang sedikit demi sedikit menggelap mulai menyapa. Makan malam di rumah Zaenab seakan sudah menjadi kegiatan harian Yovan yang justru tidak lagi merasa canggung. Tampaknya, hal itu disebabkan oleh kondisi hati yang sedikit membaik akibat janji tersiratnya dengan Zaenab dua minggu yang lalu.
"Nak Yovan, minta tolong dong, bawain ini ke meja makan," ucap Bunda Aya yang tengah menyerahkan beberapa susun piring.
"Iya, Bu. Bentar," timpal Yovan yang mukai melangkah ke arah perempuan paruh baya itu.
Sikap sopannya pada pemilik rumah selalu dijunjung tinggi. Perlakuan Bunda Aya dan Pak Galih justru membuat Yovan seperti berada di rumah sendiri, meskipun di rumahnya tidak serayuk ini.
"Heh, panggil Bunda. Mulai sekarang Nak Yovan harus banget manggil Bunda Aya, ya. Pokoknya kayak Zaenab kalo manggil."
"Eh, Bun—da?"
Perempuan paruh baya itu mengangguk mantap dan sepertinya tidak membutuhkan jawaban penolakan. Rasa canggung kembali mendera, tetapi lucunya Yovan tidak juga menolak dan bertanya lebih jauh.
"Nak, coba panggilin Zae dong, tuh anak betah banget dah di kamar. Coba dipanggil makan malem."
"Iya, Bu eh Bun ... da."
Senyum Bunda Aya pun megantarkan Yovan ke lantai dua rumah ini. Terdapat satu kamar dengan pintu penuh kayu cokelat dimana banyak sekali stiker, mulai dari stiker tim sepakbola Ibukota yaitu Persija Jakarta, stiker band-band pop/rock yang melegenda, sampai stiker random yang entah Zaenab dapat darimana. Yovan pun berniat mengetuk, tetapi belum sampai tangannya menyentuh papan kayu itu, tiba-tiba saja pintu kamar terbuka.
"Loh, Mas Ganteng! Ngapain ke sini?"
"Eh itu, anu ... disuruh Bunda makan malem."
Entahlah, sejak kapan Yovan menjadi gagap bila berhadapan dengan Zaenab. Nyatanya hatinya kembali merasakan detak yang berbeda dari biasanya.
"Tunggu-tunggu? Apa tadi? Bunda? Lo manggil nyokap gue Bunda? Hahaha, serius?"
"Itu karena gue—"
"Oh, gue tau, gue tau ... lagi pendekatan biar jadi mantu yang baik ya, aaaaa so sweet banget sih! Jadi gemoooy kan!!!" Lagi, Zaenab pasang muka menggoda dengan menaik-turunkan kedua alisnya, seolah apa pun yang dilakukan Yovan adalah hiburan baginya.
Sumpah, tawa Zaenab kembali pada mode menyebalkan bagi telinga Yovan. Tatapan berubah datar, terlihat jelas dari mata cokelat milik cowok itu. Ingin rasanya mengumpat, tetapi ia masih ingat dengan janjinya pada cewek di depannya ini.
"Berisik! Nyesel gue manggil!" seru Yovan yang membalikkan badannya dan melangkahkan kakinya cepat ke lantai bawah.
Ada rasa malu dan kesal bercampur jadi satu, tetapi seulas senyum tipis juga turut hadir saat ini di bibir Yovan. Tingkah dan tawa Zaenab itu justru membuat cowok itu senang. Entahlah, pokoknya Yovan senang mendengar Zaenab tertawa.
KAMU SEDANG MEMBACA
𝐆𝑎𝑟𝑎-𝐆𝑎𝑟𝑎 𝒁𝚊𝚎𝚗𝚊𝐛 (TAMAT)
Roman pour AdolescentsPERINGATAN : MEMBACA CERITA INI BISA MENYEBABKAN KETAWA BENGEK, BAPER MENDADAK, KESAL INGIN MENGHUJAT DAN MALES BEBENAH. #1 - anakkampus *** Gara-gara Zaenab, Yovan jadi menyadari, bahwa bahagia itu bukan dicari, tapi diciptakan. Ini adalah cerita s...