Prolog.

3K 334 25
                                    

Dengan iseng, Zaenab cekikikan sembari mencolek-colek pipi Yovan guna mengurai ketegangan yang ada

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Dengan iseng, Zaenab cekikikan sembari mencolek-colek pipi Yovan guna mengurai ketegangan yang ada.

"Mas Ganteeeng. Kenapa diem aja sih? Lagi nahan berak, ya?" Zaenab mencuil-cuil pipi Yovan, cowok yang sebelah bahunya ia pakai untuk bersandar.

Akan tetapi, yang punya bahu tetap tidak merespon dan terus menatap layar laptop merek Usus, bersamaan dengan jari jemarinya yang menari di atas keyboard laptop. Suasana di dalam kamar itu, sedari beberapa menit yang lalu, hanya diisi oleh suara ketikkan jemari Yovan, meski tak terlalu terdengar sebab bersahutan dengan rintik-rintik hujan dari luar yang beberapa menit lalu turun menyejukkan Kota Jakarta.

Hanya mereka berdua yang ada di sana, duduk bersila menatap ke arah yang sama, yaitu laptop Zaenab yang terletak di atas meja pendek setinggi tiga puluh sentimeter. Pak Galih dan Bunda Aya mungkin sudah terlelap karena waktu pun menunjukkan pukul sepuluh malam lewat.

Merasa diabaikan, Zaenab lantas menarik sebelah pipi Yovan sambil merengek. "Mas Ganteeeng–"

"Ish, apa sih, Zae! Enggak liat gue lagi ngapain!?" geram Yovan sambil mengguncang bahu, memaksa Zaenab untuk duduk sendiri.

"Liat kok, tapi jangan diem aja dooong, Zae kan kesepian," keluh Zaenab.

"Kesepian pala lo lembek! Jangan lebay deh, Zae. Kalo lo gangguin mulu, tugas lo nggak bakal gue kerjain, nih. Waktunya tinggal tiga jam noh!" Ancaman Yovan pun sukses membuat Zaenab menekuk bibirnya ke bawah, cemberut. Bukan bermaksud sedikit membentak, tetapi Yovan sendiri panik dengan deadline tugas yang sangat mepet itu.

"Kamu tega sama aku ya! Inget dulu pas kamu kecil siapa yang nyebokin!? Hah!?"

Yovan lantas menghela napas panjang dan mengeluarkannya lewat mulut ke arah atas, sehingga membuat rambut ikalnya yang panjang menutup keningnya jadi bergoyang. Paling malas ia menanggapi Zaenab dalam mode ngambek yang super duper menyebalkan, karena suka mendramatisir keadaan dan ucapan.

"Ya Mami gue lah yang nyebokin, ya kali elo!" sahut Yovan mencoba terlihat kesal, meski ia menahan tawa.

Zaenab kembali tersenyum, sambil cengengesan. "Yaaa kali ajaaa Mas Ganteng lupa. Kan Zae cuma nanyaaa."

"Pffft, ck, ah! Zaenab please sekali aja jangan ganggu bisa enggak, sih? Katanya harus selesai hari ini?" Yovan sebenarnya kesal, tapi disaat yang sama dia juga ingin tertawa. Zaenab itu aneh, dia bisa lucu dan menyebalkan disaat yang bersamaan.

Yovan kembali mencoba fokus ke laptop, untuk mengerjakan tugas Zaenab. Yovan sendiri tidak mengerti, mengapa ia mau mengerjakan tugas cewek yang rambut hitam kecokelatannya dicepol asal, yang masih setia mengganggu dirinya.

"Masss–'

"Zae diem atau gue cium!?" ancam Yovan lagi, akan tetapi Zaenab langsung mengerutkan kening dan membulatkan lubang hidungnya.

"Zae–pffffttt." Sumpah, wajah Zaenab sangat lucu, membuat perut Yovan semakin tersiksa karena harus menahan tawa dalam kekesalannya.

"Emang Mas Ganteng bisa nyium?" Zaenab bertanya dengan polosnya.

"Jangan nantangin!" Yovan kembali meredakan tawanya dan menimpali dengan kesal.

"Heleh, kalo pun Zae tantangin juga Mas Ganteng nggak bakal–"

Cup!

Ucapan Zaenab berhenti, matanya membulat, mulutnya menganga. Terkejut karena pipinya menerima ciuman secepat kilat dari Yovan. Tangan mungil itu terulur menyentuh pipinya yang dicium. Ia bungkam untuk beberapa detik sambil memandang Yovan kembali fokus pada laptop meski wajahnya mulai memerah malu.

Masih dengan ekspresi cengo, Zaenab pun berbicara. "Mas Ganteng ... kamu ... telah menodai pipiku yang suciiii."

"Pfffttt, Zae! Please lah!" Yovan tak berani menatap Zaenab, ia pasti akan langsung tertawa.

"Aaaa meninggoy." Zaenab langsung pura-pura pingsan sambil memegangi keningnya.

"Pfffttt bwahahahaha! Zae ya ampun, hahaha." Yovan akhirnya tertawa terpingkal-pingkal, karena tingkah Zaenab.

Pada akhirnya, dia tidak mampu untuk fokus mengerjakan tugas Zaenab dan berakhir dengan menemani cewek itu bermain ludo di ponselnya. Meskipun berat untuk Yovan akui, tapi ternyata, hidupnya di Jakarta menjadi lebih bewarna, gara-gara Zaenab.

 Meskipun berat untuk Yovan akui, tapi ternyata, hidupnya di Jakarta menjadi lebih bewarna, gara-gara Zaenab

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
𝐆𝑎𝑟𝑎-𝐆𝑎𝑟𝑎 𝒁𝚊𝚎𝚗𝚊𝐛 (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang