85, Umi cemburu.

432 88 8
                                    

“Loh ada papanya Dewa, wes suwe, Le?” tanya Pak Galih yang baru saja sampai rumah setelah mungkin dari pasar

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


“Loh ada papanya Dewa, wes suwe, Le?” tanya Pak Galih yang baru saja sampai rumah setelah mungkin dari pasar.

Meskipun hari Minggu, Pak Galih tidak serta menutup tokonya. Hanya hari-hari besar yang biasanya toko beras itu tutup, itu pun tidak lama-lama, hanya beberapa hari saja. Yahhh, namanya juga jualan di pasar.

Pria yang usianya semakin bertambah dan dilihat dari tenaganya saja sudah agak menurun, masih memiliki semangat untuk berdagang.

Namun, ya tetap saja mungkin Pak Galih enggak sekuat dulu. Yovan juga mungkin enggak akan nyangka kalau Pak Galih sempat melerai sesi baku hantam antara ayah kandungnya, Pras, dan teman satu kerjanya belasan tahun lalu di depan toko miliknya.

Kalau sekarang ada yang brantem lagi, mungkin Pak Galih sudah menyuruh para karayawan untuk memisahkan.

“Belum, Pak, baru aja.”

Pak Galih mengangguk dan selalu tersenyum lebar kala melihat cucunya.

Cucu laki-laki pertama di dinasti keluarganya. Dewa pun juga begitu dekat dengan kakeknya sebab sifat lemah lembut dan sabar Pak Galih hampir mirip-mirip seperti Papinya. Makanya kadang kala Dewa nempel banget sama Pak Galih.

“Yawes, Bapak mau ke dalem, mau mandi.”

“Enggeh, Pak.”

Yovan kembali fokus pada Dewa yang walaupun sudah dipegangi ponsel tetap saja bertanya banyak hal yang ia rasa tidak tahu.

Bahkan, Yovan sempat kewalahan kala Dewa bertanya terus menerus padahal sudah dijawab.

Namun, semua itu tidak masalah jika nasi-nasi dalam piring yang Yovan pegang berkurang dan sekarang hampir habis.

“Ini apaa?”

“Itu cacing, yang ini ular.”

“Uyaall?”

“Iya, Sayang.”

Dewa mengangguk dan kembali fokus pada ponselnya.

“Ini sudah mamamnya?”

Dewa menatap ke arah piring yang sudah sedikit isinya itu kemudian menggeleng ke arah Yovan.

“Udah, nyang. Pelut Dewa udah kenyang.”

Yovan tersenyum dan menaruh piring itu di atas meja, sementara selanjutnya ia menemani sang anak yang tengah menonton youtube hewan-hewan itu.

Di antara keasikan anak dan bapak yang saling bertanya dan menjawab, Zaenab muncul dari dalam dengan keadaan segar sehabis mandi.

Ia lantas duduk di seberang sofa yang membuat Yovan sadar dan menegakkan duduknya.

“Enggak sibuk?” tanya Zaenab.

“Sibuk? Enggak. Sibuk apa? Toko tutup kalau Minggu.”

“Ya kali aja ….” Zaenab menghentikan ucapannya, ragu.

𝐆𝑎𝑟𝑎-𝐆𝑎𝑟𝑎 𝒁𝚊𝚎𝚗𝚊𝐛 (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang