Makan malam telah usai sejak tiga puluh menit yang lalu. Kini, cowok berambut ikal dengan kulit kuning langsat itu tengah duduk bersama Pak Galih di ruang tamu. Tidak mungkin juga dia menolak ajakan sang pemilik rumah untuk sekedar bersantai sejenak.Not bad lah, begitu pikir Yovan, kala mendapapati suasana menonton televisi ditemani camilan dan kopi hitam yang merupakan hal baru baginya. Jika biasanya setelah makan malam dia pasti beranjak ke kamarnya—karena memang terbiasa makan malam sendiri dan berakhir di depan laptop atau pun ponsel. Di sini, di rumah Zaenab, semua itu tidak lagi berlaku. Sebab sedari tadi, Pak Galih cukup mampu mencairkan suasana, membuat Yovan yang awalnya sedikit canggung dan risih, perlahan mulai terlihat santai.
"Jadi rencanamu gimana, Nak Yovan?"
"Saya mau ngekos deket kampus, Pak. Kebetulan kata si Om Pras suruh ke Pak Galih biar ada rekomendasi gitu yang deket sama aman di mana," ujar Yovan.
Pak Galih mengangguk sembari menyeruput kopi hitamnya. Setelah itu terlihat berpikir sejenak akan rencana cowok di sampingnya itu.
"Di sini ini kampung yang paling deket sama kampus, tinggal naek Kopaja sekali doang juga sampe, tapi kalo sekarang sih jarang ada yang kosong. Soalnya, kan, udah masuk kuliah nih, biasanya penuh. Kalo mau ya nunggu sampe semester depan." Yovan nampak berpikir, tentu saja dia memikirkan di mana dia harus tinggal sekarang. Sebab rasanya tak mungkin juga dia kembali ke rumah Om Pras.
Ck, gue harus tinggal dimana anjir!? Apa coba telepon Mami aja, ya ....
Seolah sadar kegundahan cowok muda di depannya, Pak Galih kembali menyeruput kopinya, lalu kembali bersuara.
"Wis, wis, ra usah pusing, kebetulan saya ada kamar kosong satu, yah lumayan meskipun kecil. Kalo kamu mau, kamu tinggal di sini aja dulu buat sementara sampai semester depan."
Yovan lantas menatap Pak Galih sambil mengerjapkan mata beberapa kali. Apa dia tidak salah dengar? Tinggal di rumah ini? Dengan cewek menyebalkan yang sukses membuatnya nyasar di hari pertama kuliahnya?
"Sama sekali nggak ada kos ya, Pak?" tanya Yovan mencoba meyakinkan kembali, barangkali Pak Galih memiliki referensi kosan, meski Yovan tau kalau Pak Galih itu bukanlah Trivago.
Awalnya, Yovan pikir Pak Galih itu pemilik kontrakan dua belas pintu. Nyatanya, Pak Galih hanya pemilik gudang beras yang isinya hanya butiran beras bukan butiran debu.
"Ya nanti coba Bapak tanyain ke orang-orang. Tapi malam ini Nak Yovan di sini saja dulu. Emang mau tidur di mana? Di pos ronda sama Bang Kiting, noh? Betah toh tinggal di sini?"
"Emm ...." Yovan tampak berpikir keras hanya untuk menjawab persoalan mudah dari Pak Galih.
Pasalnya bukan soal betah atau tidak, melainkan waras atau tidak jika dia terus-terusan tinggal di tempat ini dengan tingkah cewek yang sekarang ada di depan mata. Duduk manis dengan satu kaki diangkat ke meja tanpa permisi sambil menyabet rengginang dari dalam kaleng Khong Guan.
KAMU SEDANG MEMBACA
𝐆𝑎𝑟𝑎-𝐆𝑎𝑟𝑎 𝒁𝚊𝚎𝚗𝚊𝐛 (TAMAT)
Novela JuvenilPERINGATAN : MEMBACA CERITA INI BISA MENYEBABKAN KETAWA BENGEK, BAPER MENDADAK, KESAL INGIN MENGHUJAT DAN MALES BEBENAH. #1 - anakkampus *** Gara-gara Zaenab, Yovan jadi menyadari, bahwa bahagia itu bukan dicari, tapi diciptakan. Ini adalah cerita s...