Yovan sudah berdiri tepat di lobi sebuah apartemen elit di daerah Jakarta Selatan.
Papah muda itu kemudian mengeluarkan ponselnya guna menghubungi Clara, sebab ia enggak paham pasti letak unit wanita itu.
Yuppp, setelah berpikir selama seharian dan jelasnya berkonsultasi dengan Ghofur, akhirnya Yovan bersedia datang untuk menemui undangan keluarga Clara. Kata Ghofur, kesempatan itu gak datang dua kali, mau darimana sumbernya kalau sudah ada pembicaraan seputar bisnis, urusan pribadi lebih baik ditepiskan dahulu.
'Lo harus profesional, Van. Bedain mana kesempatan buat gedein usaha, mana soal perasaan.'
Kata-kata Ghofur itu yang membuat Yovan sekarang ada di apartemen Clara.
Yovan berniat menemui, hanya karena ingin benar-benar melebarkan sayap dan mungkin bisa saja bekerja sama dengan perusahaan milik ayah Clara itu.
Yovan jelas tau sepak terjang pabrik garmen milik keluarga Wongso dan jika memang tawaran itu menghadirkan sebuah kesepakatan yang sama-sama menguntungkan, gak mungkin kan Yovan lewatkan. Apalagi biasanya sekelas papanya Clara itu jarang bisa ditemui secara pribadi seperti ini.
Bukannya ini sudah termasuk privilage bagi Yovan? Atau istilahnya lewat jalur dalam karena keluarga Wongso mengenal keluarganya.
"Ra, aku ada di lobi. Kamu bisa temuin aku?"
"Oh, oke. Sebentar ya, Van."
"Iya."
Panggilan pun berakhir. Yovan berjalan ke area ruang tunggu di mana di sana sudah ada sofa yang cukup besar dengan fasilitas yang benar-benar mewah.
Yovan duduk menunggu Clara hingga lima menit berlalu, sampai sosok perempuan berkerudung cokelat muda itu menghampiri Yovan.
"Hai, sorry ya agak lama. Ayo, langsung aja, kamu udah ditungguin sama Papi Mami aku."
Yovan mengangguk dan mengikuti Clara ke arah lift.
"Aku seneng kamu akhirnya mau dateng."
"Enggak masalah, Ra. Enggak sopan kalau aku nolak undangan orang tua kamu."
Jelas Clara sedari tadi tersenyum lebar, apalagi bisa membawa Yovan bertemu dengan keluarganya. Berbeda dengan Yovan yang jelas-jelas enggak nolak karena ada unsur bisnisnya.
Pintu lift yang terbuka di depan mata itu ternyata langsung menuju ke unit milik Clara, bisa dibilang lift yang sedari tadi membawa mereka itu adalah lift pribadi, tipikal hunian mewah.
"Miii, Yovan udah dateng."
"Ajak masuk, Sayang."
Clara mulai mengajak Yovan untuk masuk ke dalam ruangan yang ada di sisi kanan setelah lorong berisi almari untuk meletakkan alas kaki dan lift.
Benar saja, ruangan apartemen milik Clara benar-benar luas dan elegan. Warna yang natural pada interiornya serta perpaduan dengan lantai marmer menciptakan kesan super mewah dan tampaknya memang cocok untuk keluarga Wongso yang kekayaannya gak perlu diragukan.
KAMU SEDANG MEMBACA
𝐆𝑎𝑟𝑎-𝐆𝑎𝑟𝑎 𝒁𝚊𝚎𝚗𝚊𝐛 (TAMAT)
Novela JuvenilPERINGATAN : MEMBACA CERITA INI BISA MENYEBABKAN KETAWA BENGEK, BAPER MENDADAK, KESAL INGIN MENGHUJAT DAN MALES BEBENAH. #1 - anakkampus *** Gara-gara Zaenab, Yovan jadi menyadari, bahwa bahagia itu bukan dicari, tapi diciptakan. Ini adalah cerita s...