22. Mengurus Cakra 1

75.9K 6.7K 356
                                    

Pagi harinya, Cakra sudah diperbolehkan untuk pulang. Kedua orang tua Cakra mengantarnya sedangkan Haris sudah pulang terlebih dahulu karena akan ada kuis di mata kuliahnya hari ini.

Pukul 08.00 wib

Ting..tong..Ting...tong..

Nisa yang sedang melakukan aktivitas membersihkan rumah, langsung meletakkan sapunya di dekat dapur ketika mendengar suara bel yang berbunyi. Ia segera membukakan pintu untuk tamu yang datang.

Clek!

"Mama, Papa.."sapa Nisa.

Pandangan Nisa beralih menatap Cakra, ia mengernyitkan keningnya melihat perban yang berada di dahi dan pergelangan kaki Cakra.

"Ekhem! Apa lo lihat-lihat?!"ketus Cakra.

Siska dan Jeffry menggelengkan kepalanya secara bersamaan, mereka sempat mengira selama hampir satu bulan bersama ternyata Cakra masih saja ketus dengan Nisa.

"Nisa tolong antar Cakra ke kamarnya ya?"titah Siska

Nisa mengangguk, ia tak berani bertanya lebih jauh karena Cakra saat ini sedang menatapnya dengan tajam.

"Papa sama mama langsung pulang, soalnya papa ada rapat penting jam sepuluh nanti. Tolong urus anak Papa yang keras kepala ini ya."

Nisa lagi-lagi mengangguk, ia perlahan menuntun Cakra menaiki tangga satu persatu.

"Pelan-pelan Nisa, kaki gue sakit ini!"

"Lo bisa pelan-pelan gak sih, ha?!!"

"Lo seneng kan lihat gue kesakitan kayak gini?"

"Lo bisa urus gue dengan benar gak sih?!"

Cakra terus mengoceh meskipun tak ada tanggapan sama sekali dari Nisa, hingga akhirnya Nisa membantu merebahkan Cakra di kasurnya. Ia perlahan mengangkat kaki Cakra dan meletakkannya di kasur.

"Aduh! Pelan-pelan dong!"

Nisa menghela nafasnya, ia jengah karena sedari tadi Cakra terus saja berbicara padahal Nisa sudah melakukan tugasnya dengan baik.

"Aku bikin bubur dulu ya kak.."

Cakra tak menanggapi ucapan Nisa, ia memejamkan matanya menahan rasa nyeri di dahi dan pergelangan kakinya.

Nisa langsung keluar dari kamar Cakra menuju dapur, ia dengan telaten membuatkan bubur ayam untuk Cakra.

Di sela menunggu bubur buatannya jadi, ia berlari mengambil ponsel di kamar dan kembali lagi ke dapur. Nisa langsung menghubungi Siska untuk bertanya mengenai apa yang telah terjadi pada Cakra.

"Halo ma, maaf mengganggu."

"Iya Nisa, kenapa sayang?"

"Kalau boleh tau, kak Cakra kenapa ya ma?"

"Huh..Cakra kecelakaan sayang saat melakukan balap liar dengan temannya."

Nisa membulatkan matanya dengan sempurna."A-apa? Balapan?"

Dari seberang sana Siska mendesah frustasi."Iya, mama udah capek ngasih tau Cakra untuk berhenti dari hal seperti itu. Tapi kamu tenang aja, Papa udah jual motor Cakra."

Nisa mengangguk."Baiklah ma, terima kasih ya ma. Nisa tutup dulu telponnya."

"Iya sayang."

Tut!

Hah astaga ada-ada aja yang dilakukannya...

Nisa mematikan kompor dan menuangkan bubur ayam yang telah jadi di mangkuk yang sudah ia siapkan beserta segelas air mineral dan obat, ia menaruhnya di nampan.

Ia berjalan dengan hati-hati menuju kamar Cakra, ia memasuki kamar itu tanpa mengetuk karena memang pintunya tidak Nisa tutup tadi.

Ia meletakkan nampan itu di nakas kemudian ia berusaha membangunkan Cakra dengan menepuk pelan lengannya.

"Kak.."

Cakra tak bergeming dari tidurnya.

"Kak... buburnya udah siap, makan dulu ya?"

Cakra perlahan membuka kelopak matanya, menyesuaikan cahaya yang menusuk matanya.

"Bantu gue bangun.."titah Cakra

Nisa dengan sigap membantu Cakra ia menumpuk bantal agar lebih tinggi.

"Ini kak buburnya.."

Cakra diam menatap semangkuk bubur yang diberikan oleh Nisa."Lo gak buta, kan? Gue ini sakit loh, harusnya lo suapin gue Nisaaaa!"geram Cakra

"Kan, yang sakit kakinya kak, bukan tangannya."

"Lo bantah gue, hem?"

Nisa menggelengkan kepalanya, kemudian ia menyuapkan bubur itu ke mulut Cakra dengan telaten.

Bisa-bisanya dia berani bantah gue. Tapi bener juga sih gue juga bisa makan sendiri, ah bodoh lah.


D E O R A  Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang