Hampir seminggu ini Nisa dengan sangat telaten mengurus Cakra, mulai dari menyuapinya, membantu mengganti bajunya, membantu semua hal yang diperintahkan Cakra meskipun ucapan-ucapan kasar masih terlontar dari mulut Cakra, walaupun begitu Nisa tetap sabar dalam mengurus Cakra, baginya ini sudah menjadi kewajiban nya sebagai seorang istri untuk membantu suami ketika dalam masa kesulitan.
"Pelan-pelan!"
Nisa membantu Cakra untuk menuruni tangga satu persatu, katanya Cakra bosan selalu berada di kamar, ia butuh udara segar maka dari itu Nisa membantu menuntunnya untuk menuju taman depan rumah.
"Duduklah kak.."
Cakra berhasil mendudukan dirinya, ia melirik kesana kemari memperhatikan halaman depan rumahnya yang begitu bersih, bunga-bunga yang begitu bermekaran dan segar.
Pintar sekali dia merawat rumah ini.
"Aku ambilin makanan dulu ya kak."
Cakra melirik Nisa sekilas, ia tak ada niat untuk membalas ucapan Nisa. Pikirannya saat ini tertuju pada Eli, apa yang dilakukan Eli, apa Eli mencarinya atau tidak, Cakra sedikit merasa bersalah karena tak memberi kabar pada Eli hampir seminggu ini.
"Mau aku suapin atau makan sendiri kak?"tawar Nisa.
Cakra mendesah, menepis pikirannya yang tertuju pada Eli. Sekilas ia melirik makanan yang dibawa oleh Nisa.
"Apa ini? Kenapa kuahnya bewarna kuning sekali?"
Nisa mengulas senyumnya sebelum menjawab Cakra."Iya kak, aku masak ikan kuah kuning, kuningnya itu dari kunyit yang di halusin."
Cakra mengangguk, jujur ia belum pernah melihat makanan ini, Mama nya tak pernah memasak seperti itu, jadi wajar jika Cakra sedikit bingung tadi.
"Ayo buka mulut kakak.."
Cakra menikmati sesuap demi sesuap nasi yang Nisa berikan, ia mengunyah nya perlahan.
Ini lezat, pintar sekali Nisa memasak.
"Bagaimana? Enak?"
Cakra menggeleng tapi tetap saja mengunyah makanan yang berada di mulut nya, bahkan makanan di piring nya sudah hampir habis.
Astaga, bilang aja kalau enak kak. Aku tau kok kalau kakak makan lahap begini berati masakan ku pas di lidah kakak.
"Ngapain lihatin gue terus?!"
Nisa menggelengkan kepalanya, ia kembali menyendokan nasi ke mulut Cakra. Terlihat sangat tulus sekali ia dalam merawat Cakra.
Tak jauh dari sana, seseorang sedang memperhatikan mereka dari balik gerbang siapa lagi kalau bukan Siska, mama Cakra. Ia memotret kebersamaan Nisa dan Cakra dan mengirimkan nya kepada sang suami.
Apa Cakra sudah jatuh cinta sama Nisa? Ahhh kenapa aku penasaran sekali! Semoga saja pernikahan mereka berakhir bahagia.
Siska membenarkan penampilannya, kemudian ia membuka gerbang Cakra dan mulai menghampiri mereka.
"Ekhem! Yang sakit kaki, tapi yang gak mau gerak tangan! Aneh."
Nisa dan Cakra sama-sama terkejut dengan kedatangan Siska begitu saja. Nisa meletakkan piringnya yang sudah kosong kemudian mencium balik tangan ibu mertuanya.
"Mama sama siapa? Kok gak kabarin Nisa kalau mau kesini?"
"Mama diantar supir, mama telpon kamu gak diangkat, eh ternyata lagi ngurus bayi gede ini."ejek Siska.
Cakra menatap kesal pada mamanya. "Emang salah kalau istri mengurus suaminya?!"
Nisa menyela pembicaraan mereka, ia tak mau terjadi pertengkaran antara suami dan ibu mertuanya ini.
"Ayo ma masuk dulu, cobain masakan Nisa."ajak Nisa
Siska mengangguk, selain untuk menjenguk anaknya ia juga memiliki kabar baik untuk Nisa. Ia menggandeng tangan Nisa untuk mengajak Nisa masuk tapi Nisa menolak hingga membuatnya mengerutkan keningnya.
"Maaf ma, Nisa bantu kak Cakra dulu."
"Bantu apa? Biarkan dia jalan sendiri."
"Kaki kak Cakra masih sakit ma, Nisa harus membantunya.."
Diam-diam Cakra mengulas senyum penuh kemenangan nya pada sang mama, Siska yang melihat itu langsung membalas nya dengan menaikturunkan alisnya, ia tau apa yang harus dilakukannya.
"Cakra, bukannya kemarin dokter bilang kalau perban di kaki kamu sudah bisa di lepas setelah dua hari? Ini sudah hampir seminggu loh..em mama gak yakin kalau kaki kamu masih sakit."
Senyum di bibir Cakra perlahan luntur begitu saja setelah mendengar ucapan dari sang mama, ia akui sekarang ia kalah telak. Ia tak mampu membalas ucapan dari sang mama.
Sialan mama!
Nisa sontak langsung menatap Cakra, ia melirik kaki Cakra sekilas setelah itu menatap Cakra kembali.
Apa benar kaki kak Cakra sudah baikkan? Tapi kenapa masih minta aku untuk bantu dia berjalan?
"Mi-mikir apa lo!? Bantu gue!!"
Nisa menganggukkan kepalanya, ia tetap membantu Cakra berjalan menuju ruang keluarga dan mendudukkan diri Cakra di sofa, Siska mengikuti mereka dari belakang sesekali diam-diam ia terkekeh sendiri.
"Boleh aku bantu buka perbannya?"tawar Nisa.
"Gak! Gue bisa sendiri!"
Cakra menyelonjorkan kakinya di atas sofa. Ia melirik Nisa yang sedari tadi terdiam memperhatikan gerakan nya.
"Bantu gue bego, jangan cuma lihat-lihat doang!"
"Kalau mau dibantu tuh bilangnya yang bagus!"sahut Siska dari meja makan. Tentu saja ia mendengar karena Cakra berbicara sedikit keras pada Nisa.
Ck! Bisa gak sih mama diam aja?! kalau bukan orang tua gue uda gue usir dari sini!
KAMU SEDANG MEMBACA
D E O R A
RomansaTIDAK PLAGIAT DAN JANGAN PLAGIAT!! Deora, berasal dari bahasa Irlandia yang berati Air Mata. Sebuah perjodohan yang menguras begitu banyak Air Mata bagi Khanisa Aquilla. Apakah pernikahan karena perjodohan ini akan berhasil?? - Khanisa Aquilla (Nisa...