67. Kembali Berulah sebelum Pergi

66.4K 5.4K 2.7K
                                    

"Kamu gak mual-mual dek? Biasanya kalau hamil muda gini pasti ngalamin mual yang luar biasa loh.."

Semua tetangga disekitar sudah mengetahui berita tentang kehamilan Nisa, ada yang mencela namun juga ada yang turut prihatin dengan keadaan Nisa.

Salah satunya ibu Siti, tetangga yang paling baik pada Nisa, ia menganggap Nisa seperti anaknya sendiri, bahkan ketika tetangga menghina Nisa, bu Siti akan maju lebih depan untuk membungkam mulut kotor mereka.

Ia tau perihal permasalahan Nisa.. Nisa sendirilah yang menceritakannya tanpa mengurangi maupun melebihkan cerita tentang rumah tangganya yang tak berjalan dengan mulus, menjadi janda diusia delapan belas tahun bukanlah hal yang mudah baginya apalagi setelah perceraian itu kini ia harus mengandung anak dari mantan suaminya.

"Engga bu, engga sama sekali malahan.. cuma kadang Nisa tiba-tiba sering ngerasa cemas, khawatir gitu.. tapi Nisa gatau cemasnya itu karena apa..."

"Em... Mungkin kamu inget mantan suami kali?"

Nisa menolehkan kepalanya menghadap bu Siti, ia menggelengkan kepalanya sebagai jawaban jika Nisa tak ingin lagi berurusan dengan Cakra meskipun dibalik senyumannya tersimpan banyak sekali kebohongan.

Mengingat Cakra? Mungkin iya.. hanya saja Nisa terus menguatkan hatinya supaya tak luluh lagi dengan nama Cakra.

Sejujurnya, ketika mengingat Cakra perasaannya jadi tak beraturan, rasa cemas itu tiba-tiba saja datang tanpa seizinnya.

"Kamu yakin dek gakmau ngasih tau mantan suami kamu? Takutnya kalau anak ini lahir, si mantan suami kamu gak percaya kalau ini anaknya.."

Deg!

Jantung Nisa tiba-tiba saja berdegup kencang, kenapa ia tak memikirkan hal itu? Bagaimana jika yang dikatakan bu Siti benar terjadi?

Nisa meremas jemarinya, matanya mengarah pada perut datarnya.

"Ka--kalau pun dia gak mau mengakui anak ini yaudah bu.. anak ini masih punya Nisa sebagai ibunya, ada ayah Johan juga.. Nisa rasa itu udah cukup, anakku ini gaakan kekurangan kasih sayang, tak adanya dia juga takakan berpengaruh pada anak Nisa nanti.."

Bu Siti Mendesah, anak seusia Nisa memang sedikit sulit untuk diberi masukan, baginya Nisa selalu menganggap apa yang dipikirkan nya itu benar, ia selalu bersikeras menutupi kesedihannya, keinginannya.  Meskipun tak ingin rujuk tapi tak ada salahnya jika mantan suami mengetahui kehamilan Nisa.

"Huh... Apapun keputusanmu ibu hargai, tapi jangan egois dek.. kasihan anak kamu nanti, bagaimana kalau dia ingin ketemu sama ayahnya?"

"Em.. biarkan itu jadi urusan Nisa bu, yang terpenting sekarang adalah Nisa harus menjaga janin Nisa.. Nisa ingin anak ini lahir dengan sehat nantinya, anak ini akan jadi penyemangat Nisa bu...."

Bu siti mengangguk, ia mengarahkan tangannya untuk mengusap perut datar Nisa sembari tersenyum lebar. Meskipun bukan anaknya tapi ia sangat suka sekali dengan Nisa saat pertama kali bertemu, dalam penilaiannya ia bisa melihat jika Nisa adalah gadis baik-baik, ia sempat tak percaya ketika Nisa mengatakan bahwa ia adalah seorang Janda.

"Ingin perempuan atau laki-laki?"tanya bu Siti.

"Nisa gak permasalahin jenis kelaminnya bu, yang penting dia lahir dengan selamat dan tumbuh menjadi anak kebanggaan Nisa..."

"Nanti ibu buatin jamu penguat kandungan ya?"

Nisa mengangguk, setelah lama berbincang-bincang akhirnya bu Siti memutuskan untuk kembali kerumahnya.

Kini Nisa tengah membaringkan badannya dikasur, tangannya mengusap-usap lembut perut datarnya.

"Aku janji akan jadi ibu sekaligus ayah untuk kamu nak, sehat-sehat terus disini ya.. aku gak sabar nunggu kelahiranmu sayang..."

D E O R A  Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang