36. Mencoba Berdamai

69K 6.1K 428
                                    

Astaga, kenapa mimpiku sangat indah malam ini... Rasanya sampai aku gak mau terbangun dari mimpi itu.

Nisa memperhatikan kedua telapak tangannya, ia mengingat dalam mimpi itu Cakra sedang menggenggam tangannya kemudian mengecupnya.

Ia bangkit melangkah menuju kamar mandi untuk membersihkan dirinya karena ia harus bergegas menyiapkan segala keperluan Cakra. Tak butuh waktu lama akhirnya Nisa sudah tampak lebih segar.

Ketika ia keluar dari kamar, pandangan nya terarah kan pada sosok pria yang tertidur di sofa, ia menghampiri nya, mensejajarkan dirinya dengan Cakra.

Kenapa kak Cakra tidur disini? Apa badannya gak pegal nanti?

"Kak..."

Diguncang nya lengan Cakra dengan pelan, tapi Cakra tetap tak bergeming dari tidurnya."Kak...bangun, kakak pindah tidur di kamar saja ya, nanti badan kakak sakit semua loh..."

"Kak..."

Cakra mulai membuka perlahan kelopak matanya, ia langsung mendudukkan dirinya disofa itu sembari mengucek matanya.

"Jam berapa ini?"

Nisa melangkah mundur menciptakan jarak antara dirinya dengan Cakra, ia takut jika Cakra akan marah karena Nisa telah membangunkannya.

"Jam e-enam pagi kak... Maaf aku udah lan-cang bangunin kakak.."

Cakra mengembuskan nafasnya dengan kasar, ia sudah memutuskan untuk memulai perdamaian dengan Nisa, ia akan mencoba berteman dengan Nisa untuk memastikan perasaannya pada Nisa. Tangan Cakra mengulur kearah Nisa tapi Nisa dengan segera mengundurkan langkahnya.

"Kemarilah..."

Nisa diam, ia tak bergeming dari berdirinya, jujur saat ini perasaannya sangat deg-degan, takut jika Cakra benar-benar akan marah padanya.

"Kemarilah, duduk sini..." Cakra menepuk sofa yang masih kosong disampingnya, ia ingin Nisa duduk di sampingnya.

"Kemarilah... Gue ini suami lo Nisa bukan hantu, kenapa lo selalu ketakutan kalau berada di dekat gue hem? Kemarilah... Gue gak akan nyakitin lo.."

Nisa meremas jemarinya, ia bimbang harus menuruti perintah Cakra atau tidak.

Apa kak Cakra akan memukul ku lagi?

Lagi-lagi Cakra menghembuskan nafasnya dengan kasar, ia merasa bersalah karena dirinyalah penyebab Nisa setakut ini berdekatan dengan nya.

"Kemarilah Nisa... Jangan buat gue berubah pikiran!"

Nisa menganggukkan kepalanya, perlahan ia melangkahkan kakinya menghampiri Cakra dan duduk disamping Cakra. Melihat itu Cakra mengulas senyumnya pada Nisa, ia menepuk pelan puncak kepala Nisa.

Tubuh Nisa bergetar, hatinya porak-poranda ketika Cakra membawa Nisa ke dalam pelukannya, ia merasa panas di kedua pipinya, matanya berkaca-kaca seolah merasa terharu, jika diperbolehkan maka Nisa akan berteriak sekencang-kencangnya meluapkan rasa bahagia nya.

Cakra membawa Nisa ke dalam pelukannya tanpa mengucap sepatah katapun, tangan nya sibuk menepuk-nepuk punggung Nisa.

Kenapa gue merasa begitu tenang ketika memeluknya? Apa yang lo lakuin Nisa sampai buat gue seperti ini?

"Jangan takut lagi sama gue, gue akan coba berdamai sama lo, meskipun pernikahan ini adalah sebuah kesalahan, gue akan coba untuk menerima kehadiran lo disini, sebagai teman gue...."

Diuraikan pelukan itu, Cakra mengulurkan tangannya di kedua pipi Nisa, ia memperhatikan wajah cantik Istrinya yang baru ia sadari. Sekali lagi! Cakra mengulas senyumnya tepat dihadapan Nisa.

"Mulai sekarang lo bebas mau lakuin apa aja di rumah ini, lo mau makan, lo mau masak apapun, lo mau ke lantai dua, gue bebasin lo, tapi lo harus ingat gue tetap gak suka kalau lo ngebantah gue, lo tetap harus nurut sama gue dan gue gak mau mentolelir kesalahan apapun."

Cakra melihat mata Nisa yang berkaca-kaca, kemudian ia mengusap sedikit air mata yang berada di sudut kelopak mata Nisa yang hampir saja jatuh di pipinya.

"Dan sekarang gue minta lo pindahin semua barang lo ke kamar gue, mulai malam ini juga kita akan tidur sekamar.."

Se-sekamar? Tidur sekamar? Ada apa dengan kak Cakra? Kenapa tiba-tiba jadi seperti ini? Haruskah aku merasa senang atau haruskah aku lebih waspada terhadap nya?

"Apa yang lo pikirin?"

Nisa dengan cepat menggelengkan kepalanya, ia tetap membiarkan tangan Cakra yang berada dipipinya.

"Ke-kenapa tiba-tiba?"tanya Nisa dengan hati-hati agar tidak menyinggung perasaan Cakra.

Diusapnya pipi itu dengan lembut."Karena gue akan mencoba berdamai sama lo Nisa seperti yang gue katakan tadi.."

Cakra mengecup kening Nisa, is kemudian bangkit dari duduknya. "Cepat beresin barang lo, gue nunggu lo di kamar. Oh ya.. hari ini gak usah masak biar gue pesenin online aja."

Cakra langsung meninggalkan Nisa, terlalu lama berdekatan dengan Nisa membuat detak jantungnya semakin kencang. Ia tak ingin Nisa akan mendengar suara detak jantung nya nanti.

Setelah Cakra berlalu dari hadapannya, Nisa langsung mendongak, menghalangi buliran air mata yang akan jatuh. Ia memegangi dadanya merasakan detak jantung yang begitu kencang.

Apa doa-doa ku mulai terjawab sekarang? Gak masalah kalau sekarang kak Cakra anggap aku sebagai teman, kedepannya nanti semoga dia akan menerima ku sebagai istrinya secara keseluruhan.

Nisa tak bisa lagi menyembunyikan rasa bahagianya, dengan segera ia memasuki kamarnya lagi, menyiapkan barang apa saja yang akan ia pindahkan ke kamar Cakra.

Ia beralih menatap peralatan kuliahnya dari mama Siska. "Bagaimana dengan ini? Gak mungkin kalau aku bawa ke kamar kak Cakra, bisa ketahuan nanti."

Nisa mencari-cari tempat untuk menyembunyikan peralatan kuliah nya, ia menyembunyikan peralatan itu dibawah kolong kasur paling ujung agar tidak terlihat oleh Cakra.

Ah... Selesai!

D E O R A  Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang