15. Kejadian Langka

69.5K 6.6K 82
                                    

"Ini enak banget, sayang!" Siska mulai mencoba masakan Nisa dengan lahap.

"Benarkah ma? Kalau gitu Nisa bungkusin buat papa ya.."

Nisa merasa senang sekali ketika masakannya mendapat pujian dari Siska.
Ia mulai memasukkan udang asam manis itu kedalam paper bowl.

"Oh ya nak, apa Cakra sering makan di rumah?

Nisa mengangguk."Iya ma, kemarin kak Cakra juga minta disiapin bekal.."

Siska langsung mengulas senyumannya, menurutnya ini adalah kejadian langka ketika Cakra mau membawa bekal ke kampus. "Mama seneng dengernya, itu berarti masakan mu pas di lidah Cakra!"

"Benarkah ma?" Nisa mengulas senyumannya, hatinya berdebar saat mendengar ucapan ibu mertuanya itu.

Apa itu benar? Oh astaga, kenapa aku jadi deg-degan gini?

"Sepertinya sebentar lagi Cakra pulang, mama harus balik dulu"

"Yahh... cepet banget ma." Nisa menampakkan raut kesedihannya, kalau boleh memilih, Nisa lebih baik ikut tinggal bersama Siska.

"Mama akan sering-sering berkunjung ke sini sayang.. tenang aja."

"Mama gak bohong?"

"Enggak dong.. hehehe"

"Yaudah, ini ma titip buat papa ya?" Nisa memberikan paper bowl yang berisi udang asam manis itu kepada Siska kemudian ia mengantarkan Siska ke depan rumah.

"Mama pulang dulu. Ingat! Jangan pernah telat makan, karena untuk menghadapi seorang Cakra harus membutuhkan tenaga yang extra!"

Nisa mengangguk dan membalas pelukan dari Siska, setelah itu ia membiarkan Siska memasuki mobilnya meskipun sedikit perasaan tak rela.

Tak lama setelah kepergian Siska, Nisa melihat sebuah mobil hitam yang ia yakini milik Cakra sedang menuju ke arah rumahnya. Ia dengan segera masuk ke dalam rumah dan langsung mencari kegiatan dengan mencuci piring bekas dirinya dan Siska.

Clek!

Benar dugaan Nisa jika Cakra sudah pulang.

"Nisa, mama tadi ke sini?"tanya Cakra

"I-iya kak!"

"Ngapain?"

"Em..itu..ahh ya mama mau cobain udang asam manis buatan ku." Nisa memperlambat kegiatannya mencuci piringnya, sekalipun ia menjawab pertanyaan Cakra tanpa menoleh kearahnya.

"Biasakan kalau diajak bicara itu di lihat lawan bicaranya, Nisa!"

Nisa menghembuskan nafasnya, kemudian membalikkan badannya menghadap Cakra.
"Ma-af kak, aku tadi cuci piring.."

"Jadi istri itu yang sopan! Ambilin gue nasi, cepet!"

Istri? Aku gak salah denger, kan? Dia bilang aku istrinya?

Diam-diam Nisa mengulas senyum, ia begitu senang ketika Cakra menyebutnya istri.

"Mana nasinya?! Gue laper Nisa!"teriak Cakra

"Ah i-iya kak!"

Kenapa aku jadi gak konsentrasi gini? Eh tapi? Bukannya kak Cakra gak suka kalau piringnya aku sentuh? Astaga kejadian langka sekali ini...


D E O R A  Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang