Chapter 4

1.5K 169 0
                                    

Seperti yang aku katakan sebelumnya, Akbar itu "Buaya Cap Kadal." Lihat saja hari ini, baru tiga Minggu menikah, ia sudah gatal membawa perempuan lain datang ke rumah.

Aku terlonjak kaget dan refleks menjatuhkan gelas berisi jus alpukad saat jelas di depanku Akbar melakukan kiss dengan perempuan lain.

Namanya Akbar, tapi sama sekali tidak sesuai jika tersemat di dirinya.

Cemburu? Tidak sama sekali. Aku justru jijik melihatnya.

Sekali dua kali aku biarkan dia seenaknya keluar masuk membawa perempuan jalang ke rumah. Tapi lama-lama aku jengah. Merusak pemandangan saja! Mood-ku selalu berantakan jika ada tamu tak diundang yang datang ke rumah.

Ini rumahku, istanaku. Tak peduli jika Akbar yang membelinya. Aku tetap Ratu di rumah ini. Gerah saat ada perempuan dengan rok mini dan baju kurang bahan datang seenaknya memasuki pelataran istana seakan ia pemilik tempat ini. Apakah ia sama sekali tak memiliki malu? Menggoda suami orang lain dan datang ke kediamannya sesuka hati. Bahkan dengan pakaian yang mencolok.

Tentu saja, penghuni istana menggunakan atribut khas kerajaan, sedangkan para perempuan itu menggunakan baju zaman modern yang kataku kurang bahan itu.

Maka, untuk memberi tahu etika dan sopan santun terhadap pemilik istana ini, besoknya aku memiliki rencana baru terhadap perempuan-perempuan itu yang juga akan membuatku merasa lebih baik.

Seperti biasa, Akbar selalu membawa perempuan dengan tipe berbeda-beda setiap hari, dan hari ini dia juga melakukan hal yang sama.

Namun, kali ini aku menyambutnya dengan ramah, bahkan memeluk perempuan yang bergelayut manja di lengan Akbar. Sampai membuat kedua alis laki-laki yang berstatuskan suami itu sedikit terangkat. Heran dengan sikapku.

"Oh temannya Mas Akbar, ya? Yuk duduk! Sambil ngeteh, ya." Kemudian aku ke dapur untuk membuatkannya teh setelah memastikan ia duduk di sofa ruang tamu.

Dari kejauhan, aku dapat melihat kekagumannya terhadap interior istana ini, lalu bersikap seakan ia yang nantinya akan memiliki istana ini. Cih! tidak akan aku biarkan.

For your information, satu Minggu lalu aku telah meminta nama pemilik istana ini berganti dengan namaku. Dan, dengan mudah Akbar menyetujui itu. Bahkan ia menawariku mobil Ferarri keluaran terbaru beserta aset properti lain miliknya. Namun aku menolak, aku hanya ingin istana dan kawasan ini saja. Aku hanya ingin menjadi satu-satunya Ratu dengan hak kepemilikan resmi atas namaku.

Jadi, wajar bukan jika aku tak suka ada perempuan lain yang mencoba merebut istana ini dariku?

Di dapur, aku sengaja mencampurkan obat pencuci perut ke dalam teh tersebut. Lalu kemudian mengunci semua kamar mandi dan toilet yang ada di istana ini.

Aku membawa nampan berisi teh hangat dan biskuit itu ke ruang tamu. Akbar tidak ada, sekilas aku melihatnya tengah mengangkat telepon di dekat tangga.

Sambil menyuguhkan teh itu, aku tersenyum ramah dan mempersilan perempuan itu meminumnya.

Perempuan yang aku tau bernama Sheila itu tidak curiga sama sekali. Mungkin ia pikir aku dipaksa dan diancam Akbar jika tidak bersikap baik ke semua temannya.

Sheila meminum teh itu, sedangkan aku bersorak yes di dalam hati. Lihat saja lima menit ke depan apa yang akan terjadi.
Ini akan menjadi drama seru terbaru nantinya!

Akbar kembali setelah selesai dengan teleponnya. Ia melirikku sekilas lalu dengan sengaja merangkul Sheila sembari masih sesekali melirikku.

Hei hei! Apa dia pikir aku akan sakit hati dengan apa yang ia lakukan?

Raut wajah Sheila berubah, seperti menahan sesuatu, lalu memegang perutnya.
"Toilet, toilet di mana?" Perempuan itu berlari ke arah dapur kemudian aku mengikutinya.

Mencoba memutar knop pintu, namun terkunci. Sheila bertanya pada salah satu pelayan, lalu pelayan itu membawanya ke kamar mandi lain dilantai dua. Tapi sama saja, semua kamar mandi itu sudah aku kunci, dan hanya aku yang memegang kuncinya. Sudah aku bilang bukan, kalau aku Ratu di rumah ini. Bukan, di istana ini tepatnya.

Setelah lebih dari sepuluh menit tak juga mendapatkan tempat untuk membuang hajatnya, benda cair itu keluar begitu saja dan jatuh berceceran di lantai.
Aku sontak tertawa dari kejauhan, sekaligus jijik tentunya. Haha rasakan!

Sungguh pemandangan yang menyedihkan sekaligus memalukan bagi seorang perempuan yang berniat menjalang di rumah lelaki yang beristri, tapi berakhir ngompol besar. Hahaha!

Akbar berdecak kesal, sepertinya ia tau kalau aku sengaja melakukan itu.

"Why?" tanyaku saat Akbar menyilangkan kedua lengannya di dada.

"Sudah puas?"

Aku tak menjawab pertanyaannya, dan berlalu pergi meninggalkan istana untuk pergi jalan-jalan mengelilingi kota. Setelah meminta salah satu pengawal menyiapkan kereta kuda, aku naik dan bergegas pergi. Tidak lupa membawa baju ganti dan meminta sopir yang mengendarai mobil BMW putih milikku untuk mengikuti dari belakang.

Ya, aku meniru gaya kebiasaan Akbar yang selalu datang dan pergi khasnya Raja-Ratu kerajaan. Ternyata menyenangkan, bisa menikmati semilir angin dari dalam kereta kuda yang bergerak tak begitu cepat.
Bahagia sekali aku hari ini hanya dengan berhasil mengerjai tamu tak diundang.

Namun, sepertinya Akbar seakan menantangku, atau mungkin menguji?
Setiap beberapa hari sekali ia tak pernah absen untuk kembali membawa perempuan jalang. Iya, beberapa hari. Karna pekerjaannya akhir-akhir ini sedang banyak, jadi tak punya waktu tiap hari untuk membawa mainannya ke rumah.

"Apa dia pikir aku juga akan berhenti begitu saja?" tanyaku pada diri sendiri sambil menggigit buah apel yang kubawa dari dapur istana.

Lihat saja nanti kedepannya, Akbar akan melihat bagaimana Hanum mengusir para tamu tak sopan itu dari istananya!

****

Makanya jangan jalang di rumah orang! Hahah

Setyaningrum (Be The Queen in My Palace)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang