Chapter 29

666 64 19
                                    

Sofia mengatakan bahwa aku akan segera melahirkan sekarang. Padahal, usia kandunganku belum genap sembilan bulan. Namun, karna ketuban yang telah pecah, mau tidak mau harus segera diambil tindakan.

Ara sempat menanyaiku apakah ingin operasi caesar atau melahirkan secara normal. Akbar juga terlihat cemas melihatku. Namun aku memilih melahirkan secara normal, karena aku ingin merasakan menjadi seorang ibu yang benar-benar melewati serangkaian proses persalinan itu.

Dan disinilah aku sekarang, di dalam kamar yang sudah dipenuhi oleh bidan, perawat, dan juga dokter kandungan. Peralatan medis dari ruang pasien sudah dipindahkan ke kamarku. Karena aku ingin kamar ini yang menjadi saksi bayiku nantinya dilahirkan.

Cukup bersyukur mengingat aku tinggal dalam istana yang telah menyiapkan segala hal. Termasuk keperluan medis. Jadi aku tak perlu khawatir dan tetap menikmati proses ini dengan tenang nantinya.

Aku telah mengganti gaunku dengan dress tipis selutut berlengan pendek berwarna cream. Ara memberiku instruksi untuk berjalan jalan di dalam kamar agar bukaan menjadi lebih cepat. Ketika Sofia memeriksaku tadi, ternyata sudah bukaan dua. Dan aku harus menunggu beberapa jam lagi hingga bukaan sepuluh, dan siap melahirkan bayiku.

Tak pernah menyangka bahwa akan seperti ini nantinya. Masih sedikit takut mengingat kejadian beberapa saat lalu. Perampok itu, belati, pistol. Aku bahkan tak tau apa yang akan terjadi bila Akbar sampai terluka, atau anggota istana ada yang sampai merenggang nyawa karena tak sengaja terkena senjata tajam pada perampok itu.

Tapi syukurlah, semuanya sekarang sudah baik-baik saja. Para pengkhinat itu sudah ditangani sekarang, dan semua kekacauan juga sudah dibereskan. Lengan Akbar sudah diobati dan kini ia tengah menemaniku.

Kontraksi itu sesekali datang, kini semakin lebih sering dan membuatku mau tak mau harus menahan sakitnya.

Bukan hanya bagian perutku yang sakit, namun sekujur tubuh rasanya juga ikut merasakan nyeri. Tak bisa dijabarkan dengan pasti rasa sakit akibat kontraksi ini. Aku bahkan tidak mengira rasanya akan seperti ini.

Menumpukan badan sepenuhnya di tubuh Akbar, aku menggerakkan tubuhku perlahan ke kanan dan kiri. Dengan kedua tangan bergantung pada leher Akbar.

Akbar mengusap punggungku perlahan, sambil sesekali mengecup keningku dan memberiku kata-kata penyemangat. Aku dapat melihat raut khawatir di wajahnya sekarang.

"Apa rasanya benar-benar sakit?" tanya Akbar saat kontraksi itu baru saja mereda.

"Hu'um. Sangat." jawabku sembari menelusupkan kepala dalam dada bidangnya.

"Aku tau kau kuat Hanum, dan kau bisa," bisik Akbar.

Detik terus berjalan, malam semakin panjang. Sebentar lagi azan shubuh, aku meminta Akbar untuk melaksanakan salat terlebih dulu.
Namun Akbar memilih salat di kamarku saja karena tak ingin terlalu lama meninggalkanku jika harus keluar ke mushola istana.

Di luar gerimis, cuaca menjadi lebih sejuk. Tapi rasanya keringat dari dahiku tak berhenti menetes sejak kontraksi itu semakin menjadi. Bahkan AC kamar sudah disetel dengan suhu terbawah.

Aku melampiaskan rasa sakit ini dengan benda apa saja di sekitarku yang bisa aku cengkeram erat. Bantal, selimut, sprei, juga yang pastinya adalah Akbar. Aku bahkan tadi sempat menjambak rambutnya untuk menyalurkan rasa sakit yang sedang kurasakan.

Akbar hanya diam dan menggenggam tanganku erat sembari mengelap peluh di dahiku. Ia sesekali mengelus perut bundarku yang sebentar lagi akan mengempes.

Pukul tujuh pagi.

Aku merasakan sakit itu semakin menggila. Sambil menggenggam tangan Akbar erat, aku juga menggigit bibir bawahku. Bahkan karna terlalu kuat menggigitnya, aku bisa merasakan asin karna darah di bibir.

Setyaningrum (Be The Queen in My Palace)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang