Chapter 55 (Be the Queen in My Palace!)

551 46 53
                                    

Note : Chapter ini tiga kali lebih panjang dari chapter-chapter sebelumnya! Harap siapkan hati!

****

Beberapa jam lagi pernikahan itu akan berlangsung. Semua persiapan telah paripurna. Para anggota istana, juga ratusan tamu undangan sudah memadati seisi istana.

Semua dekorasi dengan banyak permata dan kerlip lampu menambah semarak acara hari ini. Makanan-makanan dari berbagai negara sudah tersedia, meja dan kursi tamu, karpet merah yang digelar. Semuanya tinggal menuju acara inti.

Akbar bersiap dengan baju ala kerajaannya. Berwarna biru tosca tua. Kali ini pria tampan yang akan menikah lagi itu tidak mengenakan mahkota. Membiarkan rambutnya yang hitam pekat nan kemilau tampak oleh puluhan pasang mata.

Di lain tempat, Ajeng sendiri sudah mengenakan busana yang serasi. Terusan berwarna senada dengan kalung berwarna biru yang menggantung di lehernya, menjadi daya tarik tersendiri. Mereka akan memulai prosesi lamaran sebelum akhirnya nanti berganti gaun pernikahan berwarna ungu.

Para MUA yang telah selesai mendandani Ajeng kini undur diri karena sang empu ingin di tinggal sendirian.

Ajeng duduk di depan meja rias, dengan cermin besar yang menampilkan pantulan dirinya. Rambut palsu yang melekat itu kini dibentuk sanggul, lalu di beri mahkota permata putih di atasnya. Tidak ada yang tau bahwa kepalanya itu kini tidak ditumbuhi rambut.

Tersenyum. Gadis itu menatap lamat-lamat pantulan dirinya di cermin.

"Sebentar lagi."

Ia lalu berkhayal banyak hal. Hal yang hanya Ajeng sendiri yang mengetahuinya. Dengan menghela napas singkat, Ajeng kemudian berdiri dengan percaya diri lalu berbalik badan. Beberapa pelayan masuk dan akan mengantarkan gadis itu menuju ruang tengah istana di mana acara lamaran akan berlangsung.

****

Di sudut kamar, Hanum tepekur sendirian. Semua benang kusut yang bertumpuk dalam kepala terasa sulit untuk diuraikan. Hanum takut. Takut kehilangan sesuatu yang baru ia sadari beberapa waktu lalu.

Hanum menutup telinganya kuat-kuat kala terngiang-ngiang suara Ajeng dan Akbar sedang bersama. Ketika kedekatan keduanya meremuk-redamkan perasaan seorang Hanum. Ingin sekali Hanum berteriak sekarang. Ingin sekali ia membumihanguskan semua acara yang sedang ada di depan matanya. Ingin Hanum menebas semuanya. Tapi ia tak berdaya.

Memeluk lututnya lemas, Hanum kembali meneteskan air mata. Air mata yang entah kapan akan mengering.

Pakaian ibu beranak satu itu kusut. Masih mengenakan piama tidur, dengan rambut yang terurai berantakan. Kantung matanya tebal, juga tatapan yang menyiratkan luka mendalam.

Bangun Hanum! Kenapa harus terlihat SEMENYEDIHKAN ini?

Hanum berperang dengan perasaannya sendiri. Satu sisi ingin ia tetap terduduk lemas di lantai yang dingin hingga entah bila waktunya ia akan berdiri. Satu sisi lagi ingin ia berani seperti sebelum-sebelumnya, ingin ia dengan tegas melawan semua hal yang membuatnya terluka.

Hanum dilema. Perasaan itu melemahkan logikanya. Melemahkan akal sehatnya, membuatnya berulang kali bertempur dengan rasa yang ia benci.

Dibalik kesedihan Hanum, ada orang lain selain Akbar dan Ajeng yang tetap tersenyum bahagia atas pernikahan ini. Zidan. Iya, pria itu tidak henti-hentinya tersenyum penuh arti.

Membayangkan Hanum akan sendiri dan segera akan direbutnya. Penantian yang sudah Zidan tunggu sejak lama.

Melirik jam di pergelangan tangan kirinya, Zidan berdecak. "Kenapa lama sekali acara ini belum dimulai?"

Setyaningrum (Be The Queen in My Palace)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang