Chapter 57

399 43 4
                                    

"Waktu itu, kau sedang sangat kelelahan menjaga Musthafa, ditambah dengan pikiran akan bunda yang belum kau ketahui kabarnya. Aku memanfaatkan kesempatan itu."

"Lalu?"

Malam sehari sebelum Akbar kembali ke istana usai bertengkar, ia diam-diam masuk ke istana. Di jam satu dini hari. Tanpa sepengetahuan Hanum sama sekali.

Sebelum itu, enam jam sebelumnya Akbar telah mengirim sebuah pesan melalui email kepada seluruh anggota istana. Pesan rahasia yang hanya bisa dibaca sekali. Di dalam pesan itu, Akbar meminta mereka berkumpul di aula istana pria saat tengah malam. Dengan tenang, tanpa pengetahuan dari Ratu.

Jadilah malam itu semuanya kompak datang ke istana pria dan berkumpul di aula. Hanum sedang sangat lelah. Musthafa hari itu sedang rewel. Tidak berhenti menangis dan membuat Hanum cukup lelah. Bukan hanya fisiknya, namun juga hati dan pikirannya. Memikirkan Bunda yang entah bagaimana kabarnya membuat Hanum begitu kalut.

Salah satu pelayan sengaja mengunci kamar Hanum dari luar. Berjaga-jaga. Barang kali Hanum bangun lalu keluar dari kamar dan mendapati tidak ada seorang pun yang berdiam diri di istana wanita. Dengan kemudian mencari ke istana pria dan menguping semuanya. Akbar tidak ingin itu terjadi. Bahkan, setelah semuanya berada di aula istana pria, pria itu memerintahkan untuk mengunci gerbang dan semua akses menuju aula.

Hanumnya pintar, bisa menemukan jalan dari segala arah. Maka Akbar mewanti-wanti semua hal.

"Tunggu sebentar, kau memerintahkan semuanya untuk hadir di aula malam itu? Tapi Alsava bersamaku di kamar. Ikut menjaga Musthafa. Dan pintu kamar sengaja dikunci dari luar. Bagaimana dengan Alsava?" Aku yakin betul Alsava tidak ada keluar kamar waktu itu. Beberapa kali Musthafa terbangun dan menangis. Ia membantuku membuatkan susu.

Akbar tertawa kecil. Ia jadi sering tertawa sekarang. Merasa bebannya sudah hilang.

"Alsava bukan pelayan lama. Aku belum banyak menguji kesetiaannya padaku. Ia juga pelayan dekatmu. Sengaja aku tidak memberi tahunya. Aku tidak ingin dia merasa iba lalu menceritakan yang sebenarnya padamu."

"Jadi Alsava sama tidak tahunya dengan aku?"

"Tepat sekali."

"Pantas saja hanya Alsava yang berperilaku normal." Aku melirik Akbar sinis. Matang sekali rencananya.

"Haha. Tentu saja. Pelayan yang lain sudah aku beri perintah untuk bersikap beda padamu. Semakin menyudutkanmu."

Aku hanya bergumam. Dalam hati diam-diam mengumpati Akbar. Sembari memikirkan hukuman apa yang cocok ia dapatkan nanti.

"Kau ingin aku berhenti bercerita atau menyudahinya sampai sini?"

Aku mendelik. Menatapnya tajam.

"Kau ingin aku membunuhmu?"

"Haha. Damai."

"Lanjutkan!"

Di aula istana pria yang luas itu. Semuanya sudah berkumpul. Duduk di meja bundar panjang. Akbar memimpin rapat dengan serius. Semuanya mendengarkan dengan seksama tanpa ikut menyela. Apa yang mereka lakukan seakan sedang rapat proyek besar-besaran.

"Bersikaplah seolah-olah Aku dan Ajeng benar-benar sepasang kekasih dan kalian menyukainya. Sudutkan Hanum. Perlakuan ia seperti orang asing di istana." Suara tegas dan penuh wibawa itu seperti menghipnotis semua orang. Mereka mengangguk patuh, menanamkan dalam hati dan pikiran bahwa esok adalah dimulainya pekerjaan baru mereka; pura-pura jahat kepada Ratu.

"Apapun yang terjadi, jangan pernah memberi jalan masuk untuk Hanum mengetahui semua ini. Semua keadaan harus berjalan sesuai rencana. Bersikaplah senormal mungkin tanpa menimbulkan kecurigaan. Mengerti?"

Setyaningrum (Be The Queen in My Palace)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang