Aku bahagia.
Iya, dua kata itu yang sekarang tengah aku rasakan. Bukan hanya aku saja sebenarnya, melainkan semua orang yang ada di dalam istana ini.Mereka merasakan bahagia yang luar biasa saat pangeran mereka lahir ke dunia ini.
Usai melahirkan kemarin, Akbar memberi tahu semua keluargaku dan keluarganya agar hadir kemari untuk memberikan doanya kepada bayi kecil kami.
Setelah melewati serangkaian kegiatan untuk merias istana sedemikan cantik, keluarga besar kami datang.
Aku menggendong bayiku dengan hati-hati sembari menyambut mereka. Akbar di sampingku, terlihat berseri-seri memperkenalkan putranya kepada seluruh anggota keluarga.
"Utututu akhirnya punya ponakan dari Kak Hanum," kata Hanna-adik pertamaku- sambil membelai pipi pangeran dengan sayang.
Hanni, Salsa dan Zaskia bergantian memelukku. Keempat adikku itu dengan heboh menggodaku setelah sebelumnya memberikan ucapan selamat.
"Gimana? Enak, 'kan nikah? Disuruh nikah dari dulu aja nunda-nunda terus," ucap Hanni sambil mentoel pipiku.
Ah! Hanna dan Hanni. Kedua kembara itu sama saja. Sedari kecil suka sekali menggodaku.
"Enak dong, Kak. Suami tampan, hidup mapan, pengertian, romantis ga usah ditanyakan. Dan sekarang punya pangeran. Duuh nikmat mana lagi yang Kakak dustakan?" kata Zaskia hiperbola.
Salsa juga sama halnya. Ia berulang kali menanyaiku bagaimana bisa ada pangeran di tengah-tengah kami. Hah! Pertanyaan semacam apa itu Salsa!
Aku putri pertama dari orang tuaku. Disusul Hanna dan Hanni setelah usiaku dua tahun. Si kembar itu kini juga telah bersuami dan memiliki dua orang anak berusia empat tahun.
Sedangkan Salsa, lahir tiga tahun setelah si kembar di lahirkan. Pun ia telah menikah dan memiliki seorang putra yang sangat tampan. Zaskia, adik bungsuku itu bahkan juga sudah mendahuluiku dalam perihal pernikahan. Saat ini bahkan tengah hamil anak kedua.
Aku pernah menceritakannya bukan pada awal kisah ini, bagaimana keempat adikku itu begitu antusias saat mendengar kabar pernikahanku dengan Akbar. Mereka dengan gesit membeli tiket bulan madu untukku.
Mengabaikan semua godaan dari keempat adikku, aku menyambut Ayah dan Bunda dengan senang. Lama sekali tidak bertemu dengan mereka. Jika tidak salah, terakhir bertemu saat pernikahanku dengan Akbar.
Aku mendengar kabar, bahwa Bunda sering sakit sekarang. Penyakit jantung koronernya itu membuat Bunda tidak diperkenankan melakukan perjalanan jauh. Juga, bunda memiliki asam urat dan diabetes.
Memeluk Bunda setelah menyerahkan pangeran pada Zaskia untuk digendong, aku menangis dalam pelukan Bunda.
Rindu dan bahagia tentunya. Setelah sekian lama aku baru bisa melihat Bunda kembali sekarang.
"Selamat putri Bunda, sekarang sudah menjadi ibu," kata Bunda dengan lembut sembari mengusap kepalaku dengan sayang dalam pelukannya.
Aku tak dapat membalas perkataannya. Hanya pelukan yang bisa aku berikan sebagai tanda aku mengangguki ucapannya itu.
Menguraikan pelukan bunda dan mengusap air mataku, aku meminta Bunda untuk duduk. Karena tidak baik terlalu lama berdiri untuk kesehatan Bunda saat ini.
Keluarga dari Akbar juga akhirnya datang. Mereka memelukku bergantian dan mengucapkan selamat. Ibu mertuaku begitu bahagia saat menggendong pangeran.
Kami mengobrol sejenak saat setelahnya Akbar meminta kami untuk keluar ke halaman istana, karna acara pengumuman nama pangeran akan segera digelar.
Sengaja memang, acaranya dilakukan di halaman. Karna lebih asri dan sejuk, juga luas. Ratusan kolega dan kerabat yang hadir tentunya tidak akan muat jika berada dalam ruang tamu istana saja.
Acara demi acara seperti pembukaan dan ucapan selamat datang telah dilakukan. Latar dari tempat utama yang telah dirias dengan dekorasi dan ornamen, juga balon berwarna biru putih itu terlihat apik, menambah kesan meriah acara hari ini.
Meja dan kursi yang telah diberi kain berwarna biru dan muda juga terlihat rapi. Meja bundar itu, dengan empat kursi mengelilingi.
Para pelayan hilir mudik membawakan makanan. Acara hari ini aku sengaja meminta para chef dan koki untuk memasak masakan khas Indonesia dan beberapa masakan manca negara. Berbagai masakan khas Turki, Selandia baru, Amerika, Mesir, Australia, Singapura, Malaysia, juga India. Ah! Aku jadi kembali menggilai India setelah Akbar memberiku hadiah tempo lalu.
Kado dari semua tamu terlihat menggunung. Mereka membawakan banyak hadiah untuk pangeran kecil kami. Bahkan, aku melihat ada yang membawakan mobil Ferrari yang diberi pita di atasnya. Astaga Nak! Umurmu belum genap seminggu saja sudah diberikan mobil semahal itu oleh teman ayahmu.
Berbagai kartu dan papan ucapan selamat atas kelahiran pangeran juga dijejer dengan rapi. Semuanya terlihat meriah dan bahagia dengan acara ini.
Pangeran menggeliat dalam gendonganku, ia kemudian terbangun dari tidurnya. Mata bundarnya itu terbuka, bersinar. Para tamu dan keluarga ikut tersenyum dan tertawa lebar bahagia melihat pangeran membuka matanya dan menyambut mereka.
"Telah lahir, putra pertama kami, pangeran muda kami, yang akan meneruskan perjalanan ayahnya. Kebanggaan istana ini, yang semoga kelak menjadi kebanggan seluruh dunia," ucap Akbar dengan lantang sambil memandang sayang putranya.
"Buah hatiku dengan istriku," lanjutnya, kini beralih melihatku dengan tersenyum.
Aku membalas senyumannya itu. Buah hati? Hatiku berdesir rasanya jika dua kata itu terucap dari bibir ranum Akbar. Sekelebat ingatan tentang bagaimana awal kehadiran pangeran membuatku tertawa geli."Putra kami, akan dikenal nantinya dengan nama Pangeran Musthafa. Akmal Musthafa," sambungnya lagi, kemudian semua tamu bertepuk tangan sambil tersenyum bahagia.
"Selamat datang Pangeran Musthafa!"
"Selamat datang!"
Akbar mendekapku, setelah usai mengecup keningku singkat, ia beralih menggendong Musthafa dengan hati-hati.
"Semoga menjadi pangeran yang tangguh kesayangan Ayah," ucapnya lirih tepat di telinga Musthafa.
Sungguh, aku bersyukur. Teramat bersyukur melihat suami dan putraku itu kini tengah sama-sama memandang dengan sayang. Sama sekali tidak terpikir sebenarnya, aku bisa memiliki keluarga kecil saat ini.
Jika waktu itu aku keukeuh menolak perjodohan itu, mungkin saat ini aku masih sibuk menjalani serangkaian tugas kuliah dan entah kapan pemandangan di depanku ini akan kulihat.
"Hanum," panggil Akbar lembut setelah acara inti selesai digelar dan para tamu sibuk menikmati hidangan.
"Iya?"
"Aku memiliki hadiah untukmu," katanya dengan antusias. Akbar lalu menyerahkan Musthafa padaku dan pamit pergi ke dalam istana sebentar.
Beberapa menit kemudian, ia datang dengan membawa sebuah kotak perak.
"Apa ini?" tanyaku penasaran.
"Aku akan membukanya untukmu," jawab Akbar lalu membuka kotak persegi itu di hadapanku.
Aku terkesima. Sebuah miniatur sepasang angsa putih yang saling berhadapan. Lehernya itu membentuk lengkungan simbol cinta. Seluruh badan angsa berwarna putih itu tertutup oleh berlian murni. Dengan kemudian di bawahnya, tatakannya, yang terbuat dari emas dua puluh empat karat.
Pada tatakan angsa itu, tertulis tulisan 'For my wife. Hanum Wijaya Setyaningrum.'
Dengan deretan batu Ruby berwarna merah."Ini sangat cantik," ucapku dengan mata berbinar.
"Kau menyukainya?" tanya Akbar sambil memandangku dengan tersenyum.
Aku mengangguk mantap beberapa kali, kemudian menyentuh miniatur angsa itu. Aku jadi ingat miniatur angsa pada ruangan rahasia itu sekarang.
"Ini penuh dengan batu mulia. Kau pasti menghabiskan banyak uang untuk membeli ini," lirihku, lalu melihatnya. Akbar mengulum senyum dan menggeleng.
"Tidak banyak. Hanya empat miliar saja."
****
Hadiah orang kaya memang beda😭
KAMU SEDANG MEMBACA
Setyaningrum (Be The Queen in My Palace)
FantasyCOMPLETED ✅ Romance-Mysteri-Fantasy [Silahkan follow terlebih dulu] Seorang gadis dewasa yang tangguh dan pemberani seperti Hanum sebenarnya paling enggan menikah. Apa enaknya? Ribet! Hanum ingin menjadi wanita yang mandiri dan bebas. Ia ingin berke...