Setiap orang memiliki mimpi yang berbeda-beda. Ada yang bermimpi ingin menjadi seorang dokter, dosen, atau mungkin memiliki rumah mewah di mana mana. Ada yang bermimpi bisa kuliah di universitas ternama, jalan-jalan keliling Eropa, dan mimpi besar lainnya. Bermimpi itu hak setiap orang, siapapun berhak untuk merajut sebuah impian.
Berbicara tentang mimpi, aku dulunya memiliki impian untuk memiliki sebuah rumah yang sangat besar, begitu mewah dan aku yang berkuasa di atas segalanya. Dengan seizin Allah, mimpi itu terwujud dari jalur yang sama sekali tidak pernah aku sangka sebelumnya.
Siapa mengira bahwa aku akan menikah karena perjodohan dengan kemudian dibawa ke sebuah istana megah lalu menjadi layaknya seorang Ratu sungguhan. Takdir sedang sangat baik padaku hingga perlahan mimpi-mimpiku menjadi nyata.
Aku menyukai tanaman, baik itu bunga dengan puluhan warna berbeda, sampai pohon-pohon hijau nan rindang. Tumbuhan adalah sumber dari oksigen, ketika berada di tengah-tengah mereka ketika siang, aku merasa begitu lega sekaligus bahagia.
Akbar sekarang membawaku ke sebuah taman yang cukup terkenal di Singapura. Botanic Garden Singapura. Begitu orang menyebutnya. Setahun lalu aku pernah membaca artikelnya ketika mengerjakan tugas di perpustakaan kampus, cukup kagum dan terbesit ingin mengunjungi taman itu ramai-ramai bersama keluargaku. Dan kini menjadi nyata, bersama keluarga kecilku tentunya.
Botanic Garden Singapura merupakan taman natural atau asli yang ada di tengah jantung kota Singapura. Taman raksasa ini sebenarnya lebih tepat jika dikatakan sebagai hutan mengingat luas wilayah cakupannya.
Terdapat hutan hujan tropis mini, taman jahe, taman anggrek, dan banyak pepohonan tinggi di dalam taman ini. Pohon tertinggi yang ada di taman ini mencapai ukuran 40 meter.
Kehadiran taman ini sangat mengimbangi kemajuan pembangunan di Singapura. Di tengah tingginya gedung-gedung pencakar langit yang menopang roda bisnis dan ekonomi Singapura, Botanic Garden memberi napas segar bagi kota mini namun termaju di Asia Tenggara ini. Taman ini juga menghidupkan nama lain Singapura yang dikenal sebagai ‘The City in the Garden’.
Terbentang seluas 64 hektar, Gardens memiliki lintasan pejalan kaki yang indah sepanjang beberapa kilometer dan mewakili 150 tahun sejarah. Gratis biaya masuk, dan Gardens buka dari jam 5 pagi sampai tengah malam, menjadikannya sebagai tempat yang ideal untuk berjalan-jalan di pagi hari, bermain Frisbee di malam hari, atau menggali warisan alam yang kaya dari Singapura.
The Gardens didirikan pada tahun 1859 dan merupakan tempat perkembangan pertanian utama Singapura seperti eksperimen dengan pohon-pohon karet, yang menjadi tanaman utama di wilayah ini. The Heritage Museum (Museum Warisan) di Gardens adalah tempat yang bagus untuk mulai belajar tentang sejarah situs. Terdapat juga 47 Heritage Trees (Pohon Warisan) di Gardens, dan semuanya dapat diakses melalui jalan khusus bagi pejalan kaki. Pohon-pohon ini merupakan beberapa tumbuhan khas Singapura, serta spesies langka.
Botanic Gardens juga menawarkan dunia menakjubkan yang bisa dijelajahi pengunjung. Melangkah ke hutan tropis primer yang sejuk dengan lebih dari lima puluh persen dari spesies tanaman langka di Singapura. Atau kunjungi Ginger Garden (Kebun Jahe), Fragrant Garden (Taman Wangi), Bonsai Garden (Taman Bonsai) atau Healing Garden (Taman Penyembuhan) untuk memahami bagaimana tanaman dibudidayakan dan digunakan untuk terapi, makanan dan estetika.
Ada juga beberapa danau di Gardens, rumah bagi satwa liar seperti ikan dan kura-kura. Mungkin yang paling terkenal adalah Swan Lake (Danau Angsa), yang diberi nama sepasang angsa putih.
Ada juga beberapa pertunjukan musik langsung untuk dinikmati secara gratis dari lagu band besar hingga musik klasik yang diadakan di Symphony Lake (Danau Simfoni). Danau ini memiliki sebuah panggung yang dibangun di antara bunga lili, dan lereng hijau yang luas, di sana setiap orang dipersilakan membawa selimut piknik, anggur, keju dan rombongan besar untuk mendengarkan musik di bawah bintang-bintang.
Sore hari adalah waktu yang sangat pas digunakan untuk berkeliling taman, dengan cahaya jingga yang begitu apik menyorot setiap dedaunan di taman ini membuatnya terlihat semakin cantik.
Aku mengelilingi taman bersama Akbar dengan sesekali berhenti agar aku tidak kelelahan. Duduk dipendopo sembari melihat kupu-kupu berterbangan kesana kemari, hilir mudik orang yang juga datang, menghirup harum bunga dan udara yang begitu segar. Ini adalah suasana yang sangat pas untuk bersantai dan menghilangkan lelah.
Aku masih kepikiran dengan mobil yang mengikuti kami tadi. Tapi aku mencoba berprasangka baik, mungkin saja memang orang tersebut ingin ke taman ini juga dan kebetulan melewati jalan yang sama. Aku tidak boleh langsung berprasangka buruk. Ketika hamil, pemikiran-pemikiran yang baik akan berpengaruh juga terhadap perkembangan bayi, jadi aku akan menjauhi prasangka-prasangka buruk itu.
"Aku ingin berjalan ke sana," pintaku lalu mengajak Akbar segera berdiri dari duduknya.
Akbar tersenyum lembut, kemudian mengangguk dan menurutiku. Ia sentiasa di sampingku, tidak akan jauh meski hanya satu meter. Katanya nanti jika ia jauh, ada nyamuk yang menggigitku dan Akbar tidak bisa memukulnya. Astaga!
Sepanjang tempat pejalan kaki, terdapat tanaman hias yang sengaja dibentuk seperti pintu masuk bundar, berjejer rapi, berwarna hijau. Jejeran pintu-pintu ini seolah olah membawaku ke dunia dongeng yang sering aku baca dalam buku sewaktu masih usia dini.
"Hanum, kau tau, aku sudah memberinya nama," ucap Akbar sambil masih berjalan di sampingku.
"Oh ya? Siapa?" tanyaku penasaran.
"Akan aku beri tahu jika malaikat kecil ini sudah lahir dan melihat ayahnya yang tampan ini," ujarnya lalu mengelus perut bundarku dengan sayang.
Aku tertawa dan mencubit hidung Akbar pelan. Kami tertawa bersama dan melanjutkan perjalanan. Mengelilingi taman dengan berbagai macam jenis bunga maupun tumbuhan-tumbuhan lain, melihat sepasang angsa di danau, semilir angin sore yang menyegarkan. Aku rasanya tak ingin pulang dan tetap di sini hingga esok hari.
"Ayo Hanum. Kita harus pulang, hari sudah hampir malam," ucap Akbar saat kami sudah berada di dekat pintu keluar gerbang.
Aku menghentikan langkahku, membuat Akbar mau tak mau juga ikut berhenti.
"Ada apa?" tanyanya heran.
"Aku ingin di sini lebih lama," ungkapku sendu.
"Besok kita akan ke sini lagi, Sayang. Sekarang waktunya kau dan bayi kita istirahat," jelas Akbar dengan lembut.
"Hmm," gumamku sembari mengedarkan pandangan keliling taman sebelum pergi.
Aku menghela napas panjang, padahal aku sangat menikmati berada di tempat ini. Rasanya berat jika secepat ini pulang dan meninggalkan keindahan alam yang membuatku sangat bahagia.
"Apa kau sangat menyukai tempat ini?" tanya Akbar sebelum aku melangkahkan kaki menuju pintu keluar taman.
Aku mengangguk mantap. Tentu saja aku sangat menyukainya.
"Kalau begitu, aku akan merenovasi kebun belakang Istana dan menjadikannya persis seperti tempat ini. Bedanya, hanya kita dan orang-orang Istana saja yang bisa menjamahnya," ucap Akbar sungguh-sungguh.
Mataku terbelalak mendengar penuturannya.
"S-s-sungguh?" tanyaku tidak percaya.
"Iya, Sayang. Untukmu dan calon anak kita," jawab Akbar sambil tersenyum penuh arti.
Aku tersenyum haru lalu refleks memeluknya. Mataku berkaca-kaca.
"Terimakasih banyak, Akbar. Aku sangat bahagia," ungkapku jujur.
"Kembali kasih, istriku."
Kami lalu keluar dari taman dan menuju halaman parkir. Mendekati mobil, aku kembali melihat mobil putih yang tadi kukira mengikuti kami. Ada seorang lelaki mengenakan jas dan celana berwarna putih pula, keluar dari mobil itu lalu mendekati Akbar.
"Akbar, siapa dia?" tanyaku takut. Pasalnya, pria itu berwajah begitu serius dengan mata setajam elang, lalu menatap Akbar dengan beringas seakan Akbar adalah mangsanya.
"Tenanglah, Hanum." Akbar menggenggam jemariku.
"Kau!" bentak pria bersetelan serba putih itu, lalu menodongkan pistol ke arah Akbar, dan,
Duuarr
"AKBAR!!"
****
Ini siapa lagi ini yang ngerusak momen
KAMU SEDANG MEMBACA
Setyaningrum (Be The Queen in My Palace)
FantasyCOMPLETED ✅ Romance-Mysteri-Fantasy [Silahkan follow terlebih dulu] Seorang gadis dewasa yang tangguh dan pemberani seperti Hanum sebenarnya paling enggan menikah. Apa enaknya? Ribet! Hanum ingin menjadi wanita yang mandiri dan bebas. Ia ingin berke...