Chapter 61

374 39 0
                                    

Akbar berada di taman belakang istana dengan cangkul di samping kirinya. Seribu pot berukuran sedang berwarna putih sudah berjejer rapi. Siap ditanami benih mawar. Akbar aku berikan kaos khusus yang sengaja kuminta salah satu penjahit istana untuk membuatnya.

Kaos berwarna biru muda dengan punggung berbordir. Betuliskan 'Jangan Mendekat! Sedang Menjalani Hukuman dari Ratu.'

Aku terkikik geli melihatnya. Seorang Raja di istananya sendiri rela berjemur berpanas-panasan dengan tangan kotor berkutat dengan tanah dan pupuk. Tanpa bantuan siapapun. Demi mendapatkan maafku kembali. Ini bagian yang aku suka. Aku kembali mendapatkan kuasaku sebagai Ratu. Ratu di istana, dan Ratu di hati Akbar.

Matahari perlahan mulai meninggi, dan aku melihat Akbar mengelap peluh di keningnya. Sedikit kasihan sebenarnya. Tapi jika tidak ditegaskan, nanti-nanti dia akan kembali mengerjai aku. Tidak akan aku biarkan!

Di bawah pohon yang rindang dengan ditemani segelas jus apel segar dan brownies coklat, aku menikmati pemandangan di depanku. Di mana Akbar tengah sibuk menanam satu persatu benih mawar ke dalam pot.

Aku berdeham lalu sedetik kemudian meneriaki Akbar sembari mengangkat segelas jus. "Akbar, hari ini cuaca sedang panas, ya! Minum jus terasa sangat segar." Lalu tertawa terbahak setelahnya.

Akbar dari jauh hanya memandangku sepintas sambil menyeringai. Entah apa yang ada di dalam kepala lelaki itu sekarang. Awas saja jika merencanakan hal yang tidak-tidak!

****

Hari sudah mulai sore. Aku hanya memberi waktu Akbar untuk istirahat saat jam salat untuk beribadah dan juga makan. Setelah itu lanjut mengerjakan tugasnya kembali. Dapat kulihat hampir sehari ini ada enam ratus pot yang sudah berhasil penuh. Wah! Kukira cupu, ternyata suhu!

Nanti malam Akbar pasti sudah selesai dengan seribu mawarnya.

"Akbar, apa sebaiknya aku menirukan tak-tik Roro Jonggrang untuk menggagalkan membangun seribu candi?" Aku menyilangkan tangan di atas dada sambil tersenyum licik ke arahnya.

Akbar hanya menatapku sekilas lalu tersenyum tipis. "Kau Hanum. Bukan Roro Jonggrang." Lalu setelah itu kembali berkutat dengan pot dan tanah.

Dia benar. Aku Hanum. Bukan orang lain.

Jadi baiklah. Dari pada aku menirukan legenda dongeng itu lalu berubah menjadi pot yang keseribu, lebih baik aku tinggalkan saja Akbar dan bergegas ke dalam istana untuk luluran dan berendam dengan air mawar.

Waktunya me time!

Kalian menunggu momen ini kembali bukan? Aku kembali berkuasa.

****

Jam sudah menunjukkan tepat pukul dua belas malam. Aku kembali ke halaman belakang istana. Dan pemandangan pertama yang kulihat adalah Akbar sedang meneguk air dari gelas kaca dengan gerakan tenang.

"Apa sudah selesai? Genap seribu?"

"Seribu seratus dua puluh."

"Apa?"

Akbar menunjuk menggunakan dagunya. Ke arah pot terakhir yang diberi label nomor. Urutan ke seribu seratus dua puluh.

"Lama sekali kau kesini. Jadi aku menambahkan lebih banyak mawar."

"Hm. Selama aku tidak mengawasimu, kau tidak berbuat curang, 'kan?"

"Apa kau pikir suamimu ini seperti itu?"

Aku hanya bergumam menjawab pertanyaannya.

"Baiklah. Hukuman hari ini selesai. Persiapan dirimu untuk hukuman besok." Lalu meninggalkan Akbar yang sempat tersenyum tipis padaku.

Setyaningrum (Be The Queen in My Palace)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang