Delapan bulan yang lalu. Saat usia kandungan Ratu hampir menginjak tujuh bulan.
Gemerlap malam menjadi suasana yang paling disukai oleh Zidan. Seorang pria gagah dengan segudang harta juga popularitas itu nyatanya ikut terseret pada arus dunia fana.
Menghabiskan waktu dengan berfoya-foya, clubing, bermain wanita, juga melakukan hal merugikan lainnya. Ia hanya ingin bersenang-senang. Melakukan semua hal yang menurutnya bisa ia dapatkan dengan mudah. Zidan memegang prinsip bahwa hidup hanya sekali, jadi harus dihabiskan dengan bersenang-senang. Padahal, nyatanya itu hanya akan merusak dirinya sendiri.
Pria dengan senyum memesona bagai bius racun itu menyetir mobilnya dengan kecepatan di atas rata-rata. Malam ini ia akan kembali menemui gadis lain untuk ditiduri. Terbilang lebih dari sebulan ia tak lagi melakukan itu karena tuntutan pekerjaan kantor yang membuatnya mau tak mau menepis sejenak hasrat nafsunya.
Zidan sudah tidak bisa menahannya lagi. Walau masih ada beberapa tugas yang belum ia selesaikan. Namun ia memilih untuk memuaskan nafsunya sejenak.
Semakin melajukan mobilnya, Zidan dibuat berdecak sebal karena panggilan telepon yang terus berdering dari ponsel pintarnya.
Ia melirik nama yang tertera. Akbar Kahfi.
Ingin menggeser panel merah, namun Zidan urungkan. Bisa panjang masalahnya jika pimpinan perusahaan sendiri yang langsung menelepon lalu di-riject.
Zidan lalu menggeser panel hijau dan menempelkan benda pipih multifungsi itu pada telinga kirinya.
Jangan katakan kau sedang di luar! Ke Istana dan selesaikan pekerjaan Minggu lalu yang sampai sekarang belum kau selesaikan! Lima menit kau tidak datang, aku akan menggeser posisimu dan menggantikannya dengan David.
Klik
Lalu sambungan terputus begitu saja. Zidan membanting stirnya frustasi. Lagi-lagi ia mau tak mau harus menyelesaikan pekerjaannya. Padahal hasratnya sudah menggebu-gebu sedari mula.
Zidan tidak mau posisinya sebagai asisten direktur itu digantikan. Ia memiliki banyak uang untuk berfoya-foya juga melalui posisi tingginya itu. Zidan tak mau kehilangan sumber uangnya.
Zidan lalu menelepon seseorang setelah berusaha payah meredam emosi sekaligus hasratnya.
'Aku tidak bisa datang malam ini, Bela. Jangan berani tidur bersama lelaki lain sebelum aku menidurimu!'
Setelah mengatakan kalimat itu, Zidan menutup teleponnya lalu bergegas menuju kediaman Akbar. Sepupunya.
****
Begitu sampai di depan pintu masuk Istana wanita, Zidan dicegat oleh penjaga perempuan dan mengatakan bahwa pria tidak boleh masuk ke dalam istana itu sebelum mendapat izin dari Sang Raja.
Zidan semakin kesal dibuatnya. Ia bahkan sempat mengumpati Akbar yang mau repot-repot membagi dua wilayah istananya.
Ketika ingin mendial nomor telepon Akbar, Akbar sendiri sudah berjalan menuju pintu lalu memberikan izin pada Zidan untuk masuk.
"Dasar konyol. Kau seakan mengulang siklus hidup zaman kerajaan kuno!"
Akbar hanya tertawa mendengar itu. Ia kemudian meminta pelayan membawakan minuman dan makanan kecil untuk dihidangkan.
Akbar dan Zidan duduk di ruang tamu. Sofa-sofa panjang dengan busa empuk dan hiasan penuh perak berlian pada sandaran sofa.
"Aku bisa menyelesaikan pekerjaan itu besok! Kau selalu saja mengacaukan rencanaku," omel Zidan, ia melirik Akbar dengan sinis.
KAMU SEDANG MEMBACA
Setyaningrum (Be The Queen in My Palace)
FantasyCOMPLETED ✅ Romance-Mysteri-Fantasy [Silahkan follow terlebih dulu] Seorang gadis dewasa yang tangguh dan pemberani seperti Hanum sebenarnya paling enggan menikah. Apa enaknya? Ribet! Hanum ingin menjadi wanita yang mandiri dan bebas. Ia ingin berke...