Sebanyak lima belas pelayan sibuk dengan tugasnya masing-masing di dapur. Ada yang mencuci sayur, memotong daging, menghaluskan bumbu, memasak sup, menggiling adonan. Dan pekerjaan-pekerjaan lain.
Tugas mereka sudah dibagi dengan baik. Jadi tidak ada yang akan berdebat mengenai pembagian tugas. Aku sendiri yang melakukan itu. Karena aku ingin, semua yang tinggal di dalam istana ini akur dan saling menyayangi.
"Amrita, apakah sup kerangnya sudah siap?" tanyaku pada Amrita yang saat ini tengah mengaduk sup dalam bejana besar.
"Sebentar lagi matang Ratu. Dan pelayan akan membawanya ke meja makan," jawabnya sopan.
Aku tersenyum puas lalu melanjutkan memotong kubis. Meskipun para Chef dan Koki sudah cukup banyak untuk melakukan semua ini, dan mereka juga melarangku agar aku istirahat saja. Aku keukeuh tetap ikut memasak.
Cukup lelah jika hanya baring-baring saja di kasur. Bukannya ibu hamil juga harus banyak bergerak sebagai bentuk olahraga?
"Syifa, aku akan mengambil paprika dari dalam lemari es. Tolong selesaikan ini, ya!" titahku pada salah satu koki.
"Baik, Ratu."
Aku berjalan menuju lemari es. Bukan, ini tidak tepat jika disebut lemari es, tapi ruangan es. Ya, tentu saja, karna semua bahan makanan yang musti didinginkan, akan di masukkan ke dalam ruangan berukuran sepuluh kali lima belas meter ini.
Di dalam ruangan ini sudah tertata lemari-lemari besar juga box kaca. Daging, ikan, sayur, buah, dan makanan kaleng maupun jenis minuman sudah di simpan pada tempatnya. Dan diberi label pula agar memudahkan ketika ingin mengambil sesuatu.
Aku mengambil dua buah paprika hijau dari rak paling kiri. Lalu segera keluar dari ruangan yang dingin ini. Aku takut bayiku juga ikut merasakan dingin dan takut pula tak sengaja terjebak di dalamnya.
Sebelum kembali ke dapur utama untuk melanjutkan memasak, aku sengaja pergi ke suatu ruangan paling sudut. Terletak di samping ruang penyimpanan beras dan juga gandum. Ruangan dengan pintu yang terlihat jarang sekali disentuh.
Penasaran, aku membuka pintu tersebut, tidak di kunci.
Masuk ke dalam ruangan, gelap. Aku mencoba mencari saklar lampu.
Setelah menemukan saklar lampu lalu membuat ruangan menjadi terang. Tidak terang sebenarnya, lebih tepatnya temaram. Meski hanya temaram karena lampu yang berwarna warm dengan bohlam kecil, aku bisa melihat benda apa saja dalam ruangan ini.
Aku melihat ruangan ini lebih cocok disebut gudang. Pantas saja tidak ada yang memasukinya.
Hanya terisi kursi-kursi kayu dan berbagai perabotan yang rusak. Juga banyak jaring laba-laba menempel di sana sini. Dengan debu yang cukup tebal di setiap sisi.
Memperhatikan setiap sisi dinding, aku mengerutkan kening saat melihat patung singa yang terletak di bagian sudut ruangan. Cukup jauh dari pintu yang aku masuki tadi.
Patung singa yang sedang duduk itu kusam oleh debu yang menempel, namun ada bentuk mahkota di atas kepalanya. Bukan itu sebenarnya yang membuatku penasaran, tapi sebuah permata di mahkota itu. Bukan permata murni, hanya imitasi.
Dirundung rasa penasaran, aku menekan permata itu ke dalam, terlihat seperti tombol. Betapa terkejutnya aku ketika menekan permata berwarna biru itu, dinding di sebelahnya perlahan terbelah lalu sebuah lorong terlihat di dalamnya.
Sebuah ruangan rahasia.
Aku ingin masuk, tapi juga takut. Bagaimana jika ketika aku masuk dan pintu langsung tertutup, kemudian aku tak berhasil keluar? Tapi aku juga sangat penasaran, kenapa ada ruangan rahasia di gudang ini. Dan mengapa pula aku baru mengetahuinya sekarang.
Dengan perlahan aku melangkahkan kakiku masuk. Dan benar saja, pintu otomatis tertutup.
Aku sedikit panik, namun ketika aku melihat patung singa yang sama dengan yang ada di luar, dan juga mahkota serta pertama biru yang sama. Aku menekannya, dan pintu terbuka.
Lega, aku menghela napas. Aku bisa tenang untuk menjamah ruangan ini lebih jauh lagi.
Menelusuri lorong yang cukup panjang, dengan penerangan minim, aku berjalan cukup berhati-hati. Takut bila kakiku tak sengaja menyandung sesuatu.
Setelah melewati lorong yang setiap sisinya terdapat banyak sekali lukisan. Seperti lukisan pemandangan dan pepohonan serta istana. Tidak ada yang menarik.
Aku melihat dua buah pintu berjejer. Dilema, pintu mana yang harus aku buka? Sebelah kanan atau kiri?
Setelah menimbang-nimbang, aku lalu memilih membuka pintu di sebelah kanan dinding.
Terdapat unakan tangga untuk menuju ruangan di bawahnya. Aku lalu menuruni tangga itu dengan sangat hati-hati.
Lima belas unakan tangga, aku sampai pada sebuah ruangan.
Ruangan ini lebih terang, tapi minimalis. Ada dua lemari besar berisi tumpukan buku-buku. Juga karpet merah di depannya. Sepertinya ini ruangan khusus untuk membaca. Dinding-dindingnya khas tumpukan batu bata. Ini memang cukup nyaman untuk bersantai dan menghabiskan hari.
Aku mengamati setiap benda yang ada di sini. Yang membuatku tertarik adalah, sebuah lukisan dengan ukuran cukup besar yang digantung di dinding yang menghadap dengan lemari besar.
Lukisan itu, aku seperti pernah melihatnya. Tidak asing.
Iya, lukisan seorang lelaki tua menggunakan jubah kerajaan dan mahkota besar bertengger di kepalanya. Di samping lelaki tua itu, seorang perempuan tua pula dengan rambut di sanggul rapi dan mahkota yang juga bertengger di kepalanya.
Wanita tua itu duduk di singgasana dengan sandaran tinggi, sedangkan lelaki tua di sebelahnya berdiri dengan merangkul wanita yang duduk. Lukisan ini sama dengan potret sketsa yang terdapat dalam buku usang milik Akbar.
Namun dalam lukisan ini terlihat begitu jelas. Berwarna pula. Jika dalam buku Akbar hanya seperti sketsa, ini terlihat seperti nyata. Jubah berwarna biru pekat dengan baju kerajaan warna senada. Wanita yang duduk itu menggunakan gaun berwarna maroon. Mahkota bertahta itu terlihat begitu mewah.
Kenapa lukisan itu ada di sini? Jika benar ini adalah lukisan salah satu keluarga Akbar, harusnya diletakkan di ruang keluarga, atau ruangan utama di bagian tengah. Kenapa justru ada di ruang tersembunyi ini?
Aku mengabaikan lukisan itu, lalu menjelajahi lemari buku. Tertarik dengan salah satu buku bersampul hijau tua, aku membukanya. Namun segera menutupnya kembali ketika aku melihat hanya ada tulisan Yunani kuno di dalamnya.
Ah! Harusnya aku belajar membaca tulisan Yunani sejak dulu. Aku tidak akan dirundung rasa penasaran seperti ini.
Ketika ingin melihat-lihat buku lain, ekor mataku menatap miniatur patung angsa yang diletakkan di atas meja besar. Aku mendekati meja itu dan menyentuh miniatur patung angsa tersebut.
Berwarna putih sedikit keabu abuan, seperti terbuat dari perak murni. Patung angsa ini berjumlah dua. Seperti angsa jantan dan betina yang saling pandang, lalu leher serta kepala mereka berdekatan, berbentuk love jika disatukan.
Aku mencoba mengangkat miniatur tersebut, namun berat. Seperti sudah merekat pada dasar meja. Ketika mencoba mengangkatnya kembali, aku tak sengaja menggesernya ke depan.
Terhenyak kaget ketika aku mendapati lemari di sebelahnya tergeser ke samping kiri. Sebuah ruangan rahasia lagi?
Tapi ada yang membuatku semakin terkejut, ketika melihat apa isi ruangan ini.
Seakan melongo tak percaya, aku mencubit lenganku kuat.
Aku tidak bermimpi.
Tanpa sengaja, aku menemukan ruangan dengan penuh emas dan batu mulia. Benar-benar penuh dengan permata dan batangan emas murni. Peti-peti yang dibiarkan terbuka dengan perhiasan seperti kalung, gelang, cincin, serta anting. Penuh, hingga berserakan di sekitar peti.
Ini... sesuai dengan sketsa yang kulihat pada buku usang Akbar.
****
Uhuy nemu harta karun.
KAMU SEDANG MEMBACA
Setyaningrum (Be The Queen in My Palace)
FantasyCOMPLETED ✅ Romance-Mysteri-Fantasy [Silahkan follow terlebih dulu] Seorang gadis dewasa yang tangguh dan pemberani seperti Hanum sebenarnya paling enggan menikah. Apa enaknya? Ribet! Hanum ingin menjadi wanita yang mandiri dan bebas. Ia ingin berke...