Chapter 84

292 29 20
                                    

Mata indah yang tertutup itu perlahan kembali terbuka. Mengerjap sesaat, mengumpulkan memori-memori yang terlewati beberapa waktu lalu, pria yang pernah mendirikan istana megah di kediamannya itu lalu terkesiap.

Hanum.

Nama itu yang pertama kali terlintas di kepalanya.

Akbar kemudian bergegas berdiri dan berlari ke arah laut.

Lima detik setelahnya, ia mendadak berhenti.

Tunggu dulu,

Lelaki itu terdiam. Ia melihat kedua kakinya, luka dan bekas baretan-baretan itu sudah pulih seperti sedia kala. Mengamati kedua tangannya, sama sehatnya seperti sesaat sebelum kejadian mengerikan itu.

Akbar meraba rusuk kirinya, sudah tidak terasa sakit.

Mencoba menggerakkan seluruh bagian tubuhnya yang sebelumnya terasa remuk dan perih bersamaan, pria itu kaget sekaligus berseru tertahan.

Tiga detik setelahnya, ia tersenyum.

Keajaiban itu benar nyata adanya.

Akbar dengan segera tak ingin menyia-nyiakan kesempatan itu, kesempatan hidup untuk membenahi segala kerumitan yang terjadi.

Ia mencari pedangnya yang sempat ia lempar begitu saja. Akbar harus menyebrangi laut di depannya untuk mencari Hanum dan yang lain.

Walaupun harapan itu kecil, tapi Akbar harus tetap mencobanya.

Akbar kemudian masuk ke dalam hutan, mencari bambu yang akan ia rubah menjadi sebuah rakit. Saat masih bersama rombongan, ia sempat melewati rumpun-rumpun bambu.

Lelaki itu dengan sigap mencari bambu tersebut dan merakitnya.

Setengah jam kemudian, dengan tubuh yang kembali bugar dan gesit, ia telah menyelesaikan rakit sederhana beserta dayung di atasnya.

Akbar mempercepat langkah, sudah lewat beberapa jam usai ia dan Hanum berpisah kala itu.

Harapan mereka hidup sangat kecil.

Lelaki dengan baju yang kotor dan robek di banyak bagian itu kemudian mendayung rakitan bambunya di atas laut lepas.

Matanya awas menatap seluruh sisi laut yang terbentang luas itu.

"Di mana kalian?"

Akbar terus mendayung, sesekali ia bahkan menyelam, mencari di kedalaman.

Nihil.

Tidak ada apa-apa di sana. Bahkan jejak ketiganya pun raib.

Lelaki itu tidak menyerah, ia terus memperlaju dayungannya, mencari keluarganya yang barangkali masih hidup.

Dua jam di atas laut lepas, Akbar tidak menemukan apa-apa. Ia sudah sangat jauh dari daratan.

Untung saja cuaca membaik, tidak memberontak seperti malam tadi. Jika hujan dan badai kembali datang, Akbar sendiri tidak yakin dirinya bisa selamat. Sedangkan hanya rakitan bambu berukuran satu kali dua meter itu yang dimilikinya.

Akbar terus mendayung. Kali ini lebih banyak berhenti untuk menyelam.

Masih nihil.

Matahari mulai condong ke ufuk barat. Cahayanya tak seterang beberapa waktu lalu.

Akbar mulai gelisah. Akan sulit mencari jika keadaan gelap di tengah lautan seperti itu.

Ia juga belum menemukan pulau di sebrang lautan ini.

Entah masih berapa jauh lagi.

Lelaki itu mengusap wajah yang basah oleh air setelah usai menyelam.

"Kalian di mana sebenarnya?" Akbar bertanya lirih, yang hanya dibalas oleh desau angin.

Akbar kembali mendayung, kali ini berusaha lebih cepat. Hari semakin sore, setidaknya jika ia belum berhasil menemukan Hanum dan yang lainnya, ia bisa menemukan pulau itu sebelum hari benar-benar gelap.

Ia terus berusaha.

Dua puluh lima menit kemudian, Akbar berhenti mendayung.

Lelaki itu menajamkan pengelihatannya, masih ratusan mil dari tempatnya berdiri sekarang, tapi pucuk-pucuk pepohonan itu samar-samar terlihat. Kecil sekali.

Akbar tersenyum sumringah. Tidak salah lagi, itu pasti pulau itu.

Kembali mendayung, Akbar terus menanamkan keyakinan dalam hatinya, bahwa keluarganya masih ada.

"Tolonglah, Tuhan. Setidaknya jika benar mereka telah tiada, izinkan aku melihat langsung di mana jasadnya."

Akbar terus berdoa.

Wajah Ibu, anak dan istrinya itu kembali terbayang di kepalanya saat ini.

Wahai, Akbar sangat mengkhawatirkan mereka.

Matahari semakin condong ke ufuk barat. Cahaya jingga membuat kilau keemasan di lautan.

Akbar mendayung lebih cepat rakitnya.

Pucuk-pucuk pepohonan itu semakin terlihat besar, tanda bahwa ia semakin dekat dengan pulau tujuannya.

Setelah hampir lima jam bersusah payah, Akbar akhirnya dapat tersenyum lebar.

Ia sampai di pulau itu.

Lima belas meter menuju pulau tersebut, Akbar terpaku.

Ia dapat melihat jelas tubuh yang terdampar di pulau tersebut.

"Hanum!"

****

To be continued ....

Setyaningrum (Be The Queen in My Palace)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang