"Apa maksudmu Akbar?" Aku sekarang sama cemasnya dengan mereka semua. Tidak ada petir halilintar, tiba-tiba saja aku dan Musthafa harus keluar dari istana.
"Kau ingat tentang orang tua kandungku yang tewas di atas samudera oleh saudara ibuku sendiri?"
Aku mengangguk cepat. "Lalu?"
"Nak," lirih Ibu. Ia memintaku untuk duduk.
Ibu menoleh kepada Ayah dan Akbar, mengisyaratkan agar ia sendiri yang menceritakan semuanya kepadaku.
"Helena dan Kahfi adalah teman baik kami. Sahabat terbaik yang pernah Ayah dan Ibu miliki. Ketika Akbar lahir, beberapa bulan kemudian Ibu juga melahirkan seorang Putra. Namanya Gio."
Ibu diam sejenak kemudian kembali melanjutkan.
"Akbar dan Gio juga berteman baik. Meskipun berbeda negara, kami sering berkunjung, begitu pula Helena dan keluarganya. Kami seperti satu keluarga yang tidak terpisahkan."
"Entah kebetulan atau memang sebuah garis takdir yang Tuhan gariskan, ketika usia Akbar dan Gio sepuluh tahun, aku dan Helena sama-sama mengandung."
"Dan ketika lahir, bayi yang kami lahiran sama-sama perempuan."
"Helena memberi nama putrinya Ajeng. Inisial A yang sama dengan Akbar. Sedangkan aku memberi nama putriku Giovanny."
"Gio dan Giovanny?" lirihku. Aku belum pernah mendengar nama itu, atau mendapati sebuah foto atau hal apapun yang berkaitan dengan kedua nama itu.
Seakan tau keresahanku, Akbar menjawabnya.
"Semua tentang mereka ada dalam buku usang yang pernah kau buka waktu itu, Hanum."
"Buku usang?"
Ah iya, buku usang milik Akbar yang berisi gambar-gambar sketsa itu!
"Iya. Buku itu Ayah sendiri yang membuatnya. Lukisan mereka, peti harta karun, hingga peta itu. Namun sebagian robek karna kecerobohanku. Beberapa halaman depannya terdapat banyak catatan dan lukisan tentang Gio dan Giovanny. Cerita perjalanan masa kecil kami."
Aku diam mendengarkan, tak dapat berkata-kata hal apapun lagi saat ini.
"Teruskan, Ibu."
Ibu mengangguk. "Waktu itu, usia Ajeng dan Giovanny baru menginjak dua tahun. Ketika keluarga Kahfi berkunjung ke Indonesia ...."
"Vienna, kemarin sore aku dan Kahfi memanen bunga tulip. Lihatlah! Aku membawakannya untukmu." Helena dengan gembira memberikan seikat tulip biru kepada Vienna yang diterima dengan gembira.
"Tulip yang sangat cantik. Terima kasih, Helena." Helena mengangguk sembari tersenyum. Keduanya lalu larut dalam perbincangan.
Sementara Gio dan Ajeng bermain kereta api mainan mereka dengan seru, Akbar dan Giovanny justru sibuk bermain tas ibu mereka.
"Kau menyukai tas ibuku, Giovanny?" Balita berumur dua tahun itu mengangguk-angguk senang.
Akbar ikut senang melihatnya. "Ketika besar nanti, aku janji akan memberikanmu tas yang lebih bagus dari milik ibuku. Dan kau akan lebih bahagia dari ini." Giovanny bertepuk tangan senang lalu berdiri dan berlari ke arah ibunya.
"Ibu." Suara kecil nan menggemaskan itu membuat percakapan Helana dan Vienna terhenti.
"Iya, Sayang?"
"Tas!" Giovanny menunjuk-nunjuk tas yang tadi ia mainkan.
"Tas ibu?" Giovanny mengangguk senang.
KAMU SEDANG MEMBACA
Setyaningrum (Be The Queen in My Palace)
FantasyCOMPLETED ✅ Romance-Mysteri-Fantasy [Silahkan follow terlebih dulu] Seorang gadis dewasa yang tangguh dan pemberani seperti Hanum sebenarnya paling enggan menikah. Apa enaknya? Ribet! Hanum ingin menjadi wanita yang mandiri dan bebas. Ia ingin berke...