Chapter 54

414 34 5
                                    

Malam ini aku tidak bisa tidur. Sama seperti siang tadi. Sibuk memikirkan kemungkinan-kemungkinan yang akan terjadi. Besok siang, tepat jam dua, Akbar dan Ajeng akan melangsungkan pernikahan. Di rumahku, di istanaku.

Aku mendesah pelan. Kenapa rasanya sangat sesak?

Bersyukur bahwa Musthafa tidak merengek dan rewel. Bayi mungil itu tidur dengan nyaman di atas ranjang bayinya. Sama sekali tidak terganggu dengan keadaan ini.

Para pelayan masih sibuk berlalu lalang. Aku gelisah lalu memilih turun dan melihat keadaan di bawah.

Ketika keluar dari kamar, aku kembali masuk, memakai hijab instan kemudian kembali keluar. Beberapa pelayan hilir mudik membawa lampion. Dengar-dengar akan diterbangkan besok malam sebagai acara penutup sekaligus simbol untuk mengenang pernikahan mereka.

Baru saja aku menuruni dua anak tangga, aku melihat David mengomando beberapa orang untuk membawa Mannequin ke suatu ruangan. Mannequin itu dipasangi gaun pengantin.

Gaun lebar berwarna purple berlengan panjang. Seluruh bagian gaun itu penuh dengan permata white and purple. Terlihat memesona. Bagian bawahnya begitu lebar dan juga panjang. Warna purple salah satu warna favoritku. Dan kini akan dipakai oleh wanita yang akan berbagi suami denganku.

Dua tahun lalu, aku dan Akbar mengenakan busana pengantin berwarna biru, dengan semua dekorasi berwarna biru pula. Istana ini juga ternyata nuansanya biru.

Mungkin di pernikahan kedua Akbar kini, ia ingin merubah semua hal. Termasuk varian warna dalam hidupnya. Padahal, kemarin jelas aku melihat tirai pada daun pintu juga jendela berwarna biru. Dan sekarang telah diganti dengan warna ungu.

Akbar ingin menghapus semua kenangan tentang pernikahan kami.

Aku menghela napas panjang. Tidak bisa kupungkiri, bahwa gaun itu sangat cantik. Anggun juga manis.

Ketika sibuk memperhatikan gaun itu yang kini telah dibawa ke ruangan, David yang melihat aku melamun di anakan tangga, menghampiriku. David tersenyum lalu menepuk bahuku prihatin.

"Semua akan baik-baik saja, Hanum." Aku membalas senyumnya. Getir.

David melanjutkan pekerjaannya dengan kembali mengomando pelayan yang membawa barang keperluan. Pelaminan sudah siap. Nuansanya ungu. Lampu kristal besar menggantung di tengah-tengah pelamin. Juga semua rangkaian mawar berwarna ungu juga putih lengkap dengan lampu hias yang terletak di sisi kanan kiri singgasana pengantin. Sebelum pernikahan, akan ada lamaran singkat. Aku kembali Dejavu. Dua tahun lalu, lamaran kami juga berjarak dekat dengan pernikahan.

Astaga Akbar. Kenapa kau lakukan hal ini?

Aku ingin berteriak. Membenci semua kesibukan yang terjadi. Kenapa pula wajah semua orang terlihat riang dan bahagia. Apa mereka sama sekali tidak memikirkan perasaanku sekarang?

Mereka semua dengan semangat membawa nampan penuh bunga tulip dan mawar yang baru saja dipetik. Terlihat segar dan cantik. Hilir mudik lagi membawa lampu hias. Hilir mudik lagi membawa bahan masakan yang akan dimasak besok.

Menaiki tangga, memasang lampu. Merapikan tirai-tirai, memperbaiki meja dan kursi. Mereka terlihat lelah namun gurat wajahnya juga terlihat bahagia. Begitu antusias dengan acara ini.

Apa mereka akan benar-benar melupakan aku sebagai Ratu di istana ini? Padahal, dulu aku sangat dekat dengan mereka semua. Aku tidak menganggap mereka pelayan, maupun pekerja. Aku menganggap mereka semua keluargaku.

Dan sekarang posisiku tergantikan.

Ketika aku ingin kembali ke kamar, aku melihat seorang wanita paruh baya membawa kotak kaca dengan pita ungu di atasnya. Di dalam kotak itu terdapat sepatu pengantin berwarna purple. Penuh dengan permata. Itu pasti akan sangat serasi dipakai dengan gaun yang beberapa menit tadi pelayan bawa.

Setyaningrum (Be The Queen in My Palace)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang