"Akbar ..."
"Iya, Sayang?"
"Apakah kita akan selamat?"
"Tentu saja. Aku yang akan memastikannya."
Bruuk
Akbar tersandung batu di depannya. Batu itu licin, hujan baru saja berhenti.
Lutut pria itu berdarah, menambah luka di tubuhnya.
"Apakah ... apakah masih ada kesempatan untuk kita kembali bahagia tanpa ketakutan seperti ini?"
"Pasti, Hanum. Itu pasti."
"KEMBALIKAN HANUMKU!!"
Akbar tersungkur sembari terisak. Gerimis masih turun dari langit gelap. Lelaki itu memukuli tanah yang berlapis bebatuan hingga tangannya sendiri berdarah.
Selintas ingatan tentang Hanum berseliweran di kepalanya. Akbar merasa sangat bersalah. Ia merutuki dirinya sendiri.
"AKU MEMANG LAKI-LAKI TIDAK BERGUNA!"
"LAKI-LAKI LEMAH!"
"BODOH!"
"PECUNDANG!"
Akbar terus merutuki dirinya sendiri. Sebagai seorang anak, Kakak, Suami dan juga Ayah, ia tidak bisa melindungi. Bahkan semuanya harus berakhir setragis ini.
"AKU BENCI DIRIKU SENDIRI!"
"AKBAR BODOH!"
Padahal beberapa waktu lalu ia sendiri yang memastikan dengan penuh percaya dirinya bahwa semua akan kembali baik-baik saja. Ia yang melunturkan keraguan Hanum dengan kata-kata bijaknya, tapi ia pula yang membuat semuanya menjadi seberantakan ini.
"Aku mencintaimu, Akbar. Aku sangat mencintaimu."
"HANUUM!"
Lelaki itu masih menangis terisak-isak di tengah gerimis. Ia meraung. Rasanya sesak dan perih secara bersamaan. Luka dan lebam membiru di tubuhnya tidak ada apa-apanya jika dibanding rasa sakit akibat kehilangan orang terkasih.
"MUSTHAFA!"
"IBU!"
Akbar berteriak hingga suaranya parau.
"Kembalikan keluargaku, Tuhan! Kumohon kembalikan!" Akbar berdoa di tengah tangisnya yang tersedu-sedu.
Sepuluh menit berselang, lelaki itu perlahan mencoba berdiri dengan kedua kakinya yang menapak saja rasanya kini gemetar.
Tubuhnya sudah basah kuyup oleh air hujan bercampur darah.
"Satu saja, Tuhan. Jika tidak semuanya, tolong kembalikan satu saja keluargaku!" Akbar menangkupkan kedua tangannya.
Kenangan Ayah, Ibu, Istri dan putranya menari-nari dalam kepala.
Bercandaan riang mereka, kebersamaan hangat, pelukan penuh kasih, Akbar baru saja mendapatkan kebahagiaannya dengan lengkap.
Namun ... semuanya berubah sekarang. Benar memang, roda selalu berputar.
"Putraku bahkan belum bisa berjalan dengan benar. Dia masih suci tanpa dosa. Apakah kau ingin menghukumnya juga, Tuhan?" Akbar mendongak, menatap langit yang masih sesekali menurunkan rintik gerimis.
Akbar tidak yakin mereka masih ada. Tetapi ... tetapi setidaknya ia harus melihat sendiri bukti bahwa ketiganya telah tiada.
Barangkali ada keajaiban ....
Barangkali ia masih diberi kesempatan ....
Akbar memaksa tubuhnya untuk tetap berjalan di gelapnya hutan. Mencari laut yang beberapa waktu lalu ingin mereka arungi bersama.
KAMU SEDANG MEMBACA
Setyaningrum (Be The Queen in My Palace)
FantasyCOMPLETED ✅ Romance-Mysteri-Fantasy [Silahkan follow terlebih dulu] Seorang gadis dewasa yang tangguh dan pemberani seperti Hanum sebenarnya paling enggan menikah. Apa enaknya? Ribet! Hanum ingin menjadi wanita yang mandiri dan bebas. Ia ingin berke...